Upacara Adat Ruwatan Sukerta Dalam Rangka Purnama Sura

Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi, di Pendapa Agung Tamansiswa Yogyakarta - Minggu Legi 23 September 2018

0
17147
Upacara Adat Ruwatan Sukerta Dalam Rangka Purnama Sura 1

 

 

Pendapa Agung Tamansiswa, BPNB DIY 2018 – Bertepatan dengan Bulan Sura, pada hari Minggu tanggal 23 September 2018 digelar Upacara Adat Ruwatan Sukerta yang diselenggarakan oleh Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi bekerjasama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak hari Sabtu 22 September 2018 kemarin telah dilaksanakan gladi bersih, untuk mempersiapkan dan memastikan segala sesuatu yang akan dilaksanakan pada hari minggu ini berjalan dengan lancar.

Ruwatan adalah sebuah tradisi upacara adat yang sejak dulu hingga sekarang masih dilestarikan dan dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas. Meruwat berasal dari kata ruwat dalam bahasa Jawa, yang memiliki arti membuang sial atau menyelamatkan orang dari gangguan tertentu. Gangguan itu bisa dikatakan sebagai kelainan dari suatu kondisi yang umum dalam suatu keluarga maupun pada diri seseorang. Gangguan yang harus diruwat yakni gangguan bagi seseorang yang disebabkan oleh suatu perbuatan yang dapat menimbulkan sial/celaka atau dampak sosial lainnya. Ruwatan bagi masyarakat Jawa adalah suatu bentuk usaha yang bertujuan agar kelak setelah menjalani ruwatan mendapatkan berkah berupa keselamatan, kesehatan, kedamaian, ketentraman jiwa, kesejahteraan dan kebahagiaan bagi diri sendiri secara khusus maupun bagi keluarga dalam lingkup yang lebih besar lagi.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan melalui Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi, serta Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) D.I. Yogyakarta, berusaha untuk untuk memfasilitasi kepentingan masyarakat yang berkaitan dengan upaya/usaha masyarakat dalam menciptakan kedamaian, keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan seseorang dan keluarga dalam hidupnya dengan menyelenggarakan Upacara Adat Ruwatan Sukerta. Di luar dari hal tersebut, pelaksanaan kegiatan ruwatan ini juga merupakan salah satu upaya pelestarian terhadap tradisi budaya masyarakat, yang telah dilaksnakan oleh para nenek moyang kita pada zaman dahulu kala.

Acara dimulai sejak pagi sekitar pukul 07.00 WIB, diawali dengan sungkeman yang dilakukan oleh para sukerta kepada kedua orang tuanya. Kemudian seluruh sukerta beserta orang tua melakukan Kirab Sukerta yang bermakna untuk mengenal dan berdoa memohon Kepada Yang Maha Kuasa untuk melingkupi pendapa tempat pelaksanaan Upacara Adat Ruwatan Sukerta, yang bertujuan untuk menolak bala. Acara kemudian dilanjutkan dengan penyerahan secara simbolis perlambang sukerta (diserahkan Kepala Balai Konservasi Borobudur, Drs. Tri Hartono, M.Hum); pisang sanggan (diserahkan oleh Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Sukronedi, S.Si., M.A); dan wayang (diserahkan oleh Sekretaris Ditjen Kebudayaan, Dra. Sri Hartini, M.Si)  kepada dhalang ruwatan Ki Mas Penewu Cermosutedjo .

Sambutan diberikan oleh Kepala BPNB DIY Dra. Zaimul Azzah, M.Hum selaku penanggung jawab penyelenggaraan kegiatan Upacara Adat Ruwatan Sukerta, beliau menyampaikan bahwa Upacara Adat Ruwatan Sukerta ini secara penuh dibiayai oleh Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi dalam tujuannya melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia, di mana kegiatan ini rutin dilaksanakan oleh Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi, dan pada kesempatan kali ini dilaksanakan di kota Jogja, sesuai dengan arahan dari Sekretaris Ditjen Kebudayaan. Selanjutnya Dra. Sri Hartini, M.Si, selaku Sekretaris Ditjen Kebudayaan memberikan sambutan sekaligus membuka secara resmi Upacara Adat Ruwatan Sukerta. Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa diadakannya kegiatan ini untuk mengakomodir/memfasilitasi masyarakat yang ingin melakukan ruwatan, dan juga merupakan salah satu bukti bahwa negara hadir untuk masyarakat dalam usahanya melakukan kegiatan yang diyakininya sekaligus turut melestarikan budaya asli Indonesia.

Acara kemudian dilanjutkan dengan Pergelaran Wayang Kulit Lakon Murwakala yang pada intinya bercerita tentang alam para dewa; turunnya para dewa ke dunia untuk membantu manusia; dan alam kehidupan manusia yang diberi petunjuk oleh dhalang (Kandhabuana) yang merupakan samaran Batara whisnu, tentang nilai-nilai kebaikan untuk meraih ketentraman hidup di dunia. Pada saat pergelaran wayang berlangsung, para sukerta yang berada di belakang kelir (layar putih tempat jatuhnya bayang-bayang dari wayang kulit), secara bersama-sama menginjak bambu wung-wang (bambu yang sebagian atau seluruh bagian dalam ruasnya tidak terdapat sekat) pada saat dhalang mengucapkan “ha na ca ra ka..” (dengan tujuan agar bambu wung-wang menjadi tidak utuh). Setelah itu Dhalang menyanyikan kidung, dan dilanjutkan dengan pemotongan rambut sukerta. Setelah pemotongan rambut sukerta selesai dilakukan, acara dilanjutkan dengan siraman sukerta yang dilakukan oleh dhalang dan orang tua sukerta masing-masing atau yang mewakili. Acara kemudian ditutup secara simbolis oleh Kepala BPNB D.I. Yogyakarta , di mana sebelumnya diserahkan kembali sukerta secara simbolis dari dhalang kepada Kepala Museum Benteng Vredeburg, Dra. Christriyati Ariani, M.Hum.

Kegiatan ini berhasil mendapatkan antusias dari masyarakat luas, hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang mengikuti acara ruwatan, dimana pada Upacara Adat Ruwatan Sukerta hari ini diikuti oleh 274 sukerta, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 163. Acara ini dihadiri pula oleh para tamu undangan dari Unit Pelaksana teknis (UPT) Ditjen Kebudayaan dan beberapa UPT di lingkungan Kemendikbud yang ada di DIY dan Jateng; Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia, Polresta Yogyakarta, Koramil Mergangsan, serta Polsek Mergangsan. Hadir pula beberapa jurnalis dari media elektronik maupun cetak seperti Jogja TV, Harian Jogja dan Kompas.

narasumber : IW Pantja, Suyono, Sudarmadi
#budayasaya
#strategikebudayaan
#pemajuankebudayaan
Lestari Budayaku Lestari Negeriku,
Salam Budaya ?
(bpw)