Tradisi Potang Balimau di Pangkalan*

0
4875
Silvia Devi

Penulis : Silvia Devi, peneliti di BPNB Sumatera Barat

Banyak cara yang dilakukan dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan, salah satu yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau yakni balimau. Masyarakat Pangkalan Limopuluah Kota menyebutnya dengan potang balimau.

Kegiatan ini sudah merupakan tradisi turun temurun dalam “menyucikan diri” yang dilakukan oleh anak nagari disepanjang aliran sungai Batang Maek Kecamatan Pangkalan Koto Baru di Kabupaten Limapuluh Kota. Tradisi menyambut bulan suci Ramadhan ini dilaksanakan sesuadah shalat Zhuhur. Selain untuk mensucikan diri, sekaligus sebagai tempat bersilaturahmi antar anak nagari di kampung halaman maupun dari perantauan. Setelah selesai, pada sore harinya para pengunjung pulang ke rumah masing-masing untuk mandi balimau dengan ramuan khusus yang dipersiapkan oleh kaum perempuan di Pangkalan.

Tradisi ini walau masih banyak yang pro dan kontra dalam pelaksanaanya, akan tetapi sampai sekarang tetap dilestarikan oleh anak nagari. Kegiatan ini dianggap sebagai sebuah ajang bersilaturahmi bagi masyarakat Pangkalan Koto Baru, yang selain itu juga merupakan sebuah momen dalam upaya mengenang sejarah kejayaan para saudagar dari Pangkalan Koto Baru. saudagar-saudagar pada waktu itu (konon sekitar tahun 1800an)  membeli dua mimbar masjid, yang satu dibawa ke kampung untuk membangun masjid di Muaro, dan yang satu lagi diarak beramai-ramai ke Mesjid Raya Pasar Bawah di Pekanbaru yang merupakan lokasi pemukiman saudagar dari Pangkalan. Cerita tersebut sampai sekarang masih diceritakan kepada anak cucu. Selain itu untuk mengenang dari sejarah tersebut maka dilestarikanlah tradisi potang balimau yang diselenggarakan menyambut bulan Ramadhan tersebut.

Mesjid Raya Pangkaan Koto Baru terletak di tepi jalan raya Sumatera Barat   Riau yang merupakan mesjid kebanggan bagi masyarakat Pangkalan Koto Baru karena di areal mesjid inilah pusat kegitan prosesi potang balimau diselenggarakan di tiap tahunnya.

Potang balimau merupakan tradisi turun temurun untuk mensucikan diri bagi anak nagari di sepanjang sepanjang aliran sungai Batang Maek Kecamatan Pangkalan Koto Baru. Potong balimau terdiri dari dua kata yang diambil dari bahasa Minangkabau dengan dialek Pangkalan, yakni potang yang memiiki arti petang atau senja hari, dan balimau yakni sebuah kegiatan membersihkan diri dengan menggunakan perasan air jeruk nipis dicampur dengan bunga rampai yang beraroma khas.

Jadi, potang balimau adalah suatu kegiatan mensucikan diri dengan menyiramkan tubuh dengan  perasan air jeruk nipis bercampur bunga rampai beraroma khas yang pelaksanaannya dilakukan di sore hari. Tradisi menyambut bulan suci Ramdhan ini, dilaksanakan sesudah shalat Zuhur dan berakhir sore hari menjelang shalat Magrib tiba.

Tradisi potang balimau masih tetap saja ada kontroversi dalam pelaksanaannya, tetapi tetap saja diyakini masyarakat bahwa kegiatan ini memiliki makna. Salah satu maknanya adalah selain untuk mensucikan diri, sekaligus juga sebagai tempat silaturahmi. Silaturahmi diantara anak nagari di kampung halaman maupun dari perantauan sebelum pelaksanaan puasa Ramadhan dimulai.

Konon kabarnya, sekitar tahun 1800-an masyarakat yang tinggal di sekitar Pangakalan Koto Baru, sudah termasyur sebagai saudagar sukses. Bahkan ada yang berniaga sampai ke Sambas, propinsi Kalimantan Barat.

Tatkala berniaga ke Sambas, saudagar-saudagar dari Pangkalan Koto Baru, yakni seorang alim-ulama dan cerdik pandai dari Pangkalan, membeli dua buah mimbar mesjid. Penyebutan mimbar pada dialek masyarakat Pangkalan adalah mimbau. Satu mimbau dibawa ke kampung halaman, guna membangun mesjid di kawasan bernama Muaro. Sedangkan mumbau yang satu lagi, diarak ke Mesjid Raya Pasar Bawah Pekanbaru, tempat dimana saudagar asal Pangkalan banyak bermukim.

Ketika para saudagar membawa mimbau dari Sambas menuju Pangkalan, melewati Nagari Taratak Buluah. Masyarakat Pangkalan yang sibuk membangun mesjid, sedang bersiap-siap menyambut datangnya bulan puasa. Makanya, begitu mendengar ada dua buah mimbau yang dibawa, mereka langsung berduyun-duyun menantinya di pinggir Batang Maek.

Oleh karena itulah warga Pangkalan Koto Baru selalu melaksanakan kegiatan potang balimau sebagai cara mengenang sejarah panjang tersebut. Dalam memeriahkan acara potang balimau diselenggarakan juga pertandingan mimbau/sampan hias baik berbentuk mimbar, kubah mesjid atau rumah adat.

Untuk memeriahkan kegiatan potang balimau biasanya terdapat tim kesenian yang mengiringi perjalanan mimbau di aliran Batang Maek. Mereka duduk di dalam mimbau tersebut sambil memainkan alat keseniannya.Sebelum itu nampak dari tim kesenian tersebut berlatih bersama-sama dengan para samuji sambil bersenda gurau. Ini adalah bagian persiapan yang dilakukan oleh samuji dari jorong Koto Panjang.

 Rangkaian kegiatan

Kegiatan potang balimau dimeriahkan dengan pertandingan membuat mimbau antar jorong. Masing-masing jorong mempersiapkan mimbau yang akan dipertandingkan tersebut (sepuluh) 10 hari menjelang hari pelaksanaan. Mereka melakukannya dengan cara bergotong royong.

Dari pembuatan kerangka mimbau sampai memberi pakaian dilakukan secara bersama-sama. Biasanya, proses pembuatan kerangka dilakukan oleh kaum laki-laki. Sementara pada saat menghias dan memberi pakaian dilakukan secara bersama-sama baik laki-laki dan perempuan, dari yang muda sampai yang tua berbaur menjadi satu. Mereka bersama-sama membuat mimbau dari daerah mereka menjadi yang paling bagus. Mimbau atau sampan hias di jorong Koto Panjang dibuat menyerupai bentuk rumah adat. Kerangka mimbau berbahan dasar kayu dan bambu yang dibuat di darat kemudian diteruskan penyelesaiannya di atas sampan di tepi sungai.

Biaya untuk membuat mimbau lumayan besar berkisar 6 sampai 8 juta. Dana tersebut didapat dari donatur dan sponsor serta sumbangan masyarakat dari kampung juga perantauan. Biaya yang dikeluarkan tergantung dengan besar kecilnya biaya bahan yang dibuat untuk sebuah mimbau.

Tak berbeda dengan mimbau di jorong Koto Panjang. Bahan dasar untuk membuat mimbau di Lubuk Nago pun berbahan dasar kayu dan bambu, yang dibuat sedemikian rupa, agar terlihat bagus dan menarik. Mimbau di jorong Lubuak Nago dibuat sebanyak dua buah yakni satu menyerupai rumah adat, dan yang satu lagi menyerupai mimbar berukuran kecil.

Setelah kerangka mimbau siap dibuat di darat, maka untuk menyelesaikan hiasan mimbau dilaksanakan di atas sampan di tepi sungai. Para samuji bersama-sama membawa kerangka mimbau ke atas sampan di tepi sungai. Dengan sebagian pemuda lain yang menahan sampan agar kedudukan mimbau menjadi seimbang. Setelah itu barulah kaum perempuan dibantu kaum laki-laki yang lainnya untuk menyelesaikan mimbau mereka dengan memberikan pakaian dan hiasan-hiasan pelaminan. Tak lupa setiap masing-masing mimbau dilengkapi dengan seperangkat alat musik tradisional yakni musik talempong dan gondang boguang.

Setelah mimbau siap berpakaian maka para samuji bersama-sama menarik mimbau ini dari tepi sungai ke tengah aliran sungai yang dalam agar mimbau mudah diarak sampai lokasi utama yakni dekat masjid Raya Pangkalan Baru. Selama mimbau diarak di sungai, bunyi-bunyian alat musik ini terus mengiringi perjalanan mimbau dari jorong masing-masing melewati airan Batang Maek. Selama mimbau diarak itu pula banyak anak-anak yang mandi-mandi di aliran Batang Maek sambil bersenda gurau dan menolong samuji mearak mimbaunya.

Sesampainya mimbau dari jorong Koto Panjang, sudah banyak masyarakat yang menanti di lokasi utama kegiatan yakni dekat Mesjid Raya Pangkalan Koto Baru. Tampak dari kejauahan keramaian tersebut membentuk lautan manusia. Mereka sangat antusias melaksanakan acara potang balimau ini.

Kegiatan potang balimau yang sudah mentradisi ini memang selalu dinanti-nantikan oleh masyarakat Pangkalan Koto Baru khususnya baik dari kampung maupun yang dari perantauan. Bisa dikatakan acara ini adalah alek nagari masyarakat Pangkalan, sehingga mereka yang diperantauan berbondong-bondong pulang ke kampung untuk memeriahkan acara ini sekaligus mereka bersilaturahmi.

Yang hadir pada acara potang balimau ini adalah Pitopang ampek ninik, mamak nan limo suku, penghulu nan duobaleh, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang, pemuda, masyarakat di Pangkalan maupun di perantauan, serta Bupati Limopuluh kota serta instansi terkait dan di setiap tahunnya dihadiri oleh beberapa mentri RI.

Prosesi balimau bakasai ditandai dengan penyiraman air balimau yang terdiri dari perasan air balimau yang terdiri dari perasan air jeruk nipis yang dicampur dengan bunga rampai kemudian bakasai yakni bedak beras yang dicampur dengan air perasan jeruk nipis. Bahan balimau bakasai ini kemudian dipasangkan kepada dua orang anak nagari sebagai perwakilan dari seluruh masyarakat Pangkalan yang melaksanakan  tradisi balimau. Ini menandakan tradisi potang balimau telah dibuka oleh salah satu mentri yang hadir yang pelaksanaanya dipandu oleh bundo kanduang dan diawali dengan membaca doa ambil air wudhu.

Sungai Mek pada saat acara potang balimau ini menjadi lautan manusia. Selain pertandingan mimbau hias ada juga pacu sampan yang diikuti oleh para pemuda dan juga orangtua. Mereka sangat bersemangat demi memeriahkan acara potang balimau yang diselenggarakan satu kali dalam setahun menyambut bulan suci Ramadhan.

Pada masa lalu pacu sampan dilaksanakan selain untuk memeriahkan acara, mereka yang menang juga mendapatkan hadiah. Hadiah yang diperoleh adalah minyak tanah sebanyak satu kaleng. Kemudian minyak tanah tersebut diwakafkan ke surau-surau. Ini mencerminkan dekatnya hubungan masyarakat Pangkalan dengan Allah sebagai sang Pencipta. Pada saat sekarang ini pacu sampan tetap dilaksanakan, tetapi yang menang tidak lagi diberi hadiah. Semua diikuti untuk menambah kemeriahan acara potang balimau ini.

Kegiatan potang balimau di Pangkalan Koto Baru ini diharapkan terus dapat ditingkatkan pelaksanaanya. Bahkan kalau mungkin pemerintah bisa memasukkannya ke dalam event nasional. Selain itu kegiatan ini banyak mengandung makna di dalamnya, karena selain untuk ajang bersilaturahmi, juga merupakan sebuah kegembiraan mempersiapkan diri dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Diketahui bahwa Allah sangat mencintai hamba-hambanya yang menyambut dengan riang datangnya bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh ampunan dan magfirah di dalamnya. Acara potang balimau biasanya diakhiri menjelang magrib. Para pengunjung pulang ke rumah masing-masing kemudian mandi balimau dan bakasai di rumah masing-masing sambil mempersiapkan diri untuk melaksanakan tarawih pertamanya di bulan Ramadhan.

 

*Tulisan ini telah dimuat di Harian Singgalang, rubrik Bendang pada 11 Juni 2017