Silek, Basilek di Rumah Gadang, Kok Mancak yo di Ilaman (6)

0
1222

Basilek di rumah gadang, kok mancak yo di ilaman, sebuah ungkapan yang maha dahsyat bila kita pahami dengan bijak. Basilek di rumah gadang merupakan silek kato, berundiang (berunding), bermusyawarah, kehalusan budi bahasa dan kemampuan berdiplomasi. Mancak di ilaman, silek secara fisik yakni mengasah kelincahan, keindahan gerak tentu melibatkan kepekaan emosi, semuanya tertuang dalam gerak.

Bagi orang Minangkabau rumah gadang selain sebagai tempat kediaman keluarga, rumah gadang juga berfungsi sebagai lambang kehadiran suatu kaum serta sebagai pusat kehidupan dan kerukunan, seperti tempat bermufakat dan melaksanakan berbagai upacara bahkan juga sebagai tempat merawat anggota keluarga yang sakit. Bukan itu saja dalam rumah gadang ada rangkiang. Rangkiang ialah bangunan tempat menyimpan padi milik kaum. Rangkiang tersebut memberikan tanda keadaan penghidupan kaumnya (Navis, 1984 :187). Itu pula sebabnya rumah gadang menjadi episentrum bagi kehidupan masyarakat Minangkabau. Pepatah dan petitihnya yakni rumah gadang sembilan ruang, serentak kuda berlari, sederum gajah mengeram, timah memutih di puncaknya, berderet lumbung di halamannya.

Basilek di rumah gadang juga telah menorehkan pemikiran-pemikiran kritis. Bahkan, pemikiran-pemikiran kritis tersebut lazimnya disampaikan secara terbuka dan terus terang diberbagai kesempatan, baik secara lisan pada saat dilangsungkan rapat, kongres dan seminar maupun secara tertulis di surat kabar dan majalah. Memperdebatkan ide, dan tidak menelan mentah-mentah segala sesuatu yang berhubung dengan perihal kehidupan yang ada dilingkungannya. Perdebatan intelektual ini dan telah membudaya dalam masyarakat Minangkabau serta telah mengakar.

Baca juga: Silek, manatiang syaraik

Mancak disebut juga dengan bungo silek (bunga silek) atau representasi fisik dan estetik dari silek itu sendiri. Mancak tanpa menyentuh sisi silek hanyalah pengajaran keterampilan fisik yang hampa nilai. Sebagai ranah prifat kaum atau keluarga komunal matrilineal, silek Minangkabau secara prinsip pembelajarannya dilakukan secara tersembunyi, ditengah hutan, di malam hari, atau setidaknya di bawah kolong rumah gadang. Setiap kaum mengembangkan gerakan-gerakan khusus dalam upaya menciptakan jurus rahasia yang dianggap lebih tangguh dari kaum yang lain.

Menurut Hasanuddin dan kawan-kawan (2010 :1) yang diajarkan di tempat terbuka bukanlah silek tetapi adalah mancak. Mancak atau pencak (mappenca’-Bugis) adalah sisi lahiriah dari silek (silat tradisi) Minangkabau. Mancak disebut juga bungo silek  (bunga silat) atau representasi fisik dan estetik yang visual dari silek. Silek sendiri adalah sisi etik atau sisi batiniyah yang terdiri atas tiga dimensi struktural hirarkhis yakni: silek, silik dan suluk. Pembelajaran mancak tanpa menyentuh sisi silek hanyalah pengajaran keterampilan fisik.

Lebih lanjut Dt. Rajo Mudo dalam Mukhtar (2009 :26 dan 45) menjelaskan bahwa fungsi mancak dan silek adalah penguatan budi, karakter atau etik. Seperti dalam ungkapan basilek baarti baadat, baadat baarti mangaji diri, mangaji diri mangaji bana, tahu diri baarti tahu di nan bana, bana badiri sandirinyo. Penguatan budi dalam silek terefleksi dalam berbagai ungkapan, di antaranya: dzahir silek mancari dunsanak, bathin silek mancari raso, raso dabao naiek, pareso dibao turun, antakan kato ka nan bana (zahir silat mencari persaudaraan, bathin silat mencari rasa, rasa dibawa naik, periksa dibawa turun, antarkan kata kepada kebenaran).

Dalam bentuk yang lain dikatakan dzahir silek mancari kawan, bathin silek mancari tuhan (zahir silat mencari kawan, batin silat mencari tuhan) artinya silek mengelola hubungan sosial horizontal dan hubungan spiritual vertikal (Mulyono dan kawan-kawan, 2012 : 3).

Mancak  sebagai representasi fisik dan visual dari silek adalah berupa gerakan-gerakan badan, kepala, bahu, tangan (siku, lengan, telapak tangan, kepalan, jari), dan kaki (lutut, tungkai, tapak, ujung jari). Gerakan-gerakan mancak adalah berupa salam penghormatan, elakan, tangkapan, kuncian, dan serangan (pukulan, sepakan, hantaman). Gerakan-gerakan tersebut dilakukan secara perorangan, berpasangan atau berkelompok. Mancak dalam bentuk permainan adalah randai sedangkan beladiri adalah dasar silek.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari ungkapan basilek di rumah gadang, kok mancak yo di ilaman yakni pertama silek mengajarkan kepekaan emosi dan pemikiran sekaligus keindahan, kelincahan, kekuatan gerak. Kedua, letakkan sesuatu di posisinya yang tepat, silek kato di rumah gadang, silek fisik di bawa ke halaman, dan ketiga dalam berunding atau bersilang pendapat jangan sampai mengakibatkan kekerasan fisik, untuk basilek fisik sudah ada wadah yang disiapkan oleh masyarakat Minangkabau. Terakhir, kenapa kita harus mencari pelajaran yang lain, di silek kita bisa banyak belajar darinya. Bersambung..

Penulis: Undri, peneliti di Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Padang Ekspress pada 18 September 2018