Silek tradisi di Kabupaten Solok Selatan sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan silek tradisi Minangkabau. Masyarakat sendiri mengakui bahwa silek mereka berasal dari daerah darek yang kemudian dikembangkan di Solok Selatan. Bahkan silek yang terdapat di Solok Selatan umumnya menggunakan nama-nama aliran silek di darek seperti pangian, kumango, taralak, harimau dan lain-lain. Memang, sebagian mereka mempertahankan gerak dan keunikannya sebagaimana di darek. Sebagian lain memodifikasi sesuai keadaan lingkungan dan kebutuhan.
Dari penelusuran tim kajian Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat tahun ini, hingga kini masih banyak aliran silek yang tetap bertahan. Walau begitu, tidak semua aliran berkembang dengan baik. Ada yang baik dan ada juga yang kalau tidak bisa disebut hampir punah. Beberapa kendala seperti kurangnya minat masyarakat untuk belajar, ketertutupan tuo silek untuk mengajarkan, dan berbagai alasan lain ditengarai sebagai faktor penting yang mempengaruhi perkembangan silek tersebut.
Beberapa perbedaan antara silek darek dengan solok selatan lebih disebabkan adaptasi terhadap kondisi lingkungannya. Sehingga terdapat pada beberapa bagian silek mendapat perubahan penting. Salah satu aliran yang dimodifikasi yakni silek Kumango. Silek ini sangat berbeda dengan silek kumango yang umum dikenal masyarakat Minangkabau. Jika Rusli (2008) menyatakan bahwa silek kumango bukanlah gabungan silek, tapi disini silek kumango adalah gado-gado oleh masyarakat setempat. Gado-gado karena merupakan gabungan dari berbagai gerak aliran silek yang ada di Solok Selatan.
Baca juga: Silek, Indonesiana dan Ekosistem Kebudayaan
Solok selatan memang dikenal sebagai perbatasan antara darek dengan rantau. Sebagai perbatasan, daerah ini dipengaruhi oleh dua kebiasaan atau tradisi yang berbeda yang saling berinteraksi. Interaksi masyarakat yang lebih heterogen dan rumitnya berbagai persoalan yang dihadapi menyebabkan persepsi yang berbeda terhadap suatu hal. Persepsi pada Silek juga sama. Silek yang berkembang di Solok Selatan turut disesuaikan dengan alam, kebiasaan dan kebutuhan.
Di sisi lain, mempertahankan silek dengan nilainya yang murni bukanlah pekerjaan mudah. Selalu mengalami tantangan sesuai dengan kondisi alam dan keadaan sosial budayanya. Silek yang awalnya dipakai membela diri, pada perkembangannya dimanfaatkan untuk silaturahmi. Namun demikian, masyarakat menyadari pentingnya silek menjadi alat pengamanan dan pembentuk karakter. Sehingga, beberapa aliran silek dikembangkan dan hingga kini masih tetap eksis. Bahkan beberapa aliran mengalami perkembangan signifikan.
Beberapa aliran silek yang masih eksis hingga kini tersebut yakni silek pedang abai, Silek Pangian, Silek Taralak, Silek Colau, Silek Katiani, Silek Luncu, Silek Koto Anau, Silek Kumango, Silek Tuo Lubuk Gadang Yang Dikenal Juga Dengan Silek Langkah Ampek, Silek Paninjauan Atau Junjung Sirih, Silek Harimau (Termasuk Silek Kucing Putiah), Silek Tuo Sungai Pagu, dan Silek Guntiang.
Semua aliran tersebut dikelompokkan dalam silek langkah tigo dan silek langkah ampek. Menurut masyarakat perbedaan kedua silek terletak pada langkah dan geraknya. Gerak silek langkah tigo bersifat lebih menyerang atau menyambut, sementara silek langkah ampek disebut lebih mengalah dan lebih lembut. Silek padang abai termasuk ke dalam silek langkah tigo, sementara yang lain masuk ke silek langkah ampek.
Secara sederhana, perbedaan tersebut menggambarkan orientasi masing-masing silek. Kalau langkah tiga bertujuan untuk menghabisi lawan, sementara langkah ampek membuka peluang untuk berdamai terlebih dahulu. Ketika tidak ada lagi kesempatan untuk berdamai, barulah mulai menyerang atau menghabisi.
Namun demikian, baik langkah tiga maupun langkah ampek sama-sama memiliki filosofi yang sama terkait kawan dan musuh. Silek tidak digunakan untuk mengurangi kawan, juga tidak dipakai untuk menambah musuh. Silek itu hanya sebagai senjata dan pertahanan diri yang sewaktu-waktu bisa dikeluarkan ketika dalam posisi terancam.
Keberadaan dua kelompok silek ini pada masa lalu sama-sama dibutuhkan untuk menghadapi berbagai gangguan terhadap individu maupun kelompok. Sehingga silek juga disebut sebagai silek parik paga nagari. Silek menjadi andalan atau senjata ampuh untuk menjaga keamanan nagari.
Penulis: Firdaus Marbun, peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat
Artikel ini telah dimual di Harian Umum Singgalang pada Minggu, 7 Oktober 2018