PELIPUTAN WAYANG SAWAHLUNTO OLEH BPNB SUMATERA BARAT

0
1764
Oleh : Tim Publikasi BPNB Sumatera Barat

Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto, ditetapkan menjadi warisan dunia oleh UNESCO sebagai Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto pada sidang ke 43, tanggal 6 Juli 2019 di Kota Baku, Azerbaijan. Sebagai situs warisan budaya dunia, Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto tidak saja menjadi kebanggaan Sumatera Barat dan Indonesia, tetapi juga menjadi warisan budaya kebanggaan dunia. Setelah genap satu tahun menjadi warisan budaya dunia, perlu upaya dan dukungan dari berbagai pihak untuk menjaga kelestariannya. Tidak hanya situs tambangnya tapi juga pelestarian warisan budaya tak bendanya.

            Sebagai bentuk dukungan terhadap perayaan satu tahun ditetapkannya Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto oleh UNESCO, Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat turut serta dalam pelestarian budaya Sawahlunto, khususnya dalam aspek warisan budaya tak benda. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah peliputan Wayang Sawahlunto. Wayang sawahlunto merupakan salah satu jejak budaya yang ada akibat pembukaan industri tambang di daerah ini. Para pekerja tambang yang sebagian besar didatangkan dari Jawa, maka serta merta budaya merekapun ikut terbawa hingga melewati pulau daerah asalnya. Pada Mulanya, Wayang Sawahlunto adalah wayang kulit yang merupakan kesenian tradisional dari Jawa yang dibawa oleh para pekerja tambang yang ada di kota ini. Cerita yang disampaikan adalah cerita yang sama dengan di Jawa. Namun karena masyarakat Jawa yang ada di Sawahlunto merasa bahwa mereka juga perlu mempunyai identitas yang membedakan Wayang Jawa dengan Wayang Sawahlunto, maka mereka kemudian menciptakan Wayang Sawahlunto.

Wayang Sawahlunto terbentuk karena adanya akulturasi budaya Jawa dengan budaya masyarakat lokal yaitu budaya Minang. Akulturasi tersebut sangat nyata terlihat dari para pendukung pagelaran wayang seperti pesinden dan pemain gamelan yang tidak hanya etnis Jawa atau keturunan Jawa yang ada di Sawahlunto, tetapi juga penduduk lokal yang merupakan etnis Minang. Musik pengiringpun tidak hanya gamelan Jawa, tetapi juga sudah disisipkan alunan musik saluang yang merupakan alat musik tiup khas Minangkabau.

Ciri khas Wayang Sawahlunto yang paling jelas terlihat dan sangat berbeda dengan Wayang kulit yang ada di daerah asalnya, adalah dari segi bahasa yang digunakan oleh dalang dalam menyampaikan cerita. Bahasa yang digunakan bukanlah Bahasa Jawa tetapi adalah Bahasa Tangsi, yang tercipta akibat adanya akulturasi Bahasa Jawa dengan Bahasa Minangkabau. Bahasa Tangsi sendiri merupakan warisan budaya tak benda milik Kota Sawahlunto. Disamping itu, cerita yang disajikan dalam Wayang Sawahlunto ini adalah cerita tentang sejarah berdirinya kota Sawahlunto dan cerita-cerita dongeng ataupun mitos yang terjadi selama berlangsungnya kegiatan penambangan di Sawahlunto. Tokoh-tokoh dalam pewayangan ini adalah tokoh-tokoh yang tersebut dalam sejarah ataupun dongeng yang berkembang di masyarakat Sawahlunto.

Media atau alat yang digunakan dalam pertujukan ini sama dengan Wayang Jawa, yaitu seperangkat gamelan, kelir, gedebog pisang dan wayang yang terbuat dari kulit sapi yang ditatah untuk menggembarkan karakter dalam lakon wayang tersebut, disamping dipadukan juga dengan saluang dan beberapa tokoh atau lakon yang ditambahkan berdasarkan karakter lakon yang ada dalam sejarah tambang Sawahlunto. Dalah segi prosesi atau ritual pelaksanaan pagelaran, Wayang Sawahlunto tetap mempertahankan tradisi aslinya seperti disertai dengan prosesi potong tumpeng dan doa bersama, sehingga tidak mengurangi nilai kesakralan pertunjukan wayang itu sendiri.

Peliputan Wayang Sawahlunto yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat, dilaksanakan pada tanggal 6 Juli 2020 bertepatan dengan peringatan satu tahun penetapan Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto oleh UNESCO. Peliputan ini dilaksanakan di sanggar karawitan Bina Laras pimpinan Bapak Sajiman yang pada tahun 2015 mendapat bantuan FKBM dari Direktorat Jenderal Kebudayaan.