Panjang Karek Mangarek, Senteang Bilai Mambilai

0
2865

Penulis: Undri

Kerapuhan sikap tolong menolong, bekerja sama dengan orang lain dan saling hormat menghormati bermuara pada lunturnya rasa persaudaraan dan persatuan diantara kita. Tersirat sebuah perumpamaan ketika kita mempunyai seutas tali yang cukup panjang, maka potonglah dan berikan lebihnya itu kepada orang yang membutuhkan- panjang karek mangarek, senteng bilai mambilai  (panjang potong memotong, senteng tambah menambah).

Ketika kita  mempunyai sesuatu yang berlebih, maka berikanlah kepada  mereka yang kekurangan dan sangat membutuhkannya. Sebaliknya apabila kita mengalami sesuatu kekurangan, maka tiba pula giliran meminta bantuan kepada orang lain. Dasar yang akan diusahakan berdasarkan prinsip gotong royong itu adalah melaksanakan sesuatu yang merupakan kepentingan umum, kepentingan bersama.

Kita menyadari bahwa orang yang memberi pertolongan kepada orang membutuhkan jauh lebih mulia daripada orang yang meminta pertolongan. Sebab manusia hidup berkelompok. Hidup berkelompok itu disebut bermasyarakat. Dalam kelompok, manusia diikat oleh kebersamaan. Kebersamaan itu mengikat hubungan yang erat sesamanya. Hubungan yang erat dapat terjadi karena adanya persamaan kepentingan, keinginan, dan cita-cita bersama pula.

Dalam adat juga mengajarkan, diungkapkan di dalam ajarannya yakni hiduik dikanduang adat, adat hiduik tolong manolong, adat mati janguak-manjanguak, adat lai bari mambari, adat indak basalang-tenggang. Adat hiduik tolong manolong, maksudnya setiap orang yang hidup harus saling menolong. Kita menolong orang yang sedang membutuhkan. Kita membantu teman-teman yang sedang kesulitan, kita member orang yang tidak punya, dan kita mengulurkan tangan kepada orang yang berharap. Kita menolong tidak memandang suku, tidak memandang bangsa dan sebagainya. Pokoknya, setiap orang yang memerlukan pertolongan kita tolong sebisa kita. Tandanya kita orang beragama dan orang beradat.

Gotong royong yang sejatinya tumbuh atas dan berdasarkan keinsyafan masyarakat akan kepentingan umum, kepentingan bersama. Gotong royong di Minangkabau adalah tumbuh dari bawah dan tidak atas perintah dari atas. Gotong royong tumbuh berdasarkan fatwa adat yakni : ko indak titiak dari ateh, basuitan dari bawah  (kalau tidak titik dari atas, basuitan dari bawah). Suatu pernyataan dari demokrasi sejati, dalam mana inisiatif dan kesanggupan itu berada dalam tangan rakyat.

Beberapa ungkapan yang berkaitan dengan hal ini yakni barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang- berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Sebagai bagian dari masyarakat, maka seharusnya tiap-tiap individu memiliki semangat untuk bekerjasama dan mempertanggungjawabkan secara bersama-sama segala kepentingan bersama.

Duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang lapang-duduk sendirian sempit, duduk bersama terasa lapang. Dalam hidup bermasyarakat, sendirian tak berarti. Baik dalam bersuara maupun dalam berbuat. Berbeda ketika di tengah keluarga atau orang banyak (dalam komunitasnya), suara dan sikapnya akan berguna dalam banyak hal, dan misalnya menemui kesulitan akan mudah mendapatkan bantuan mereka.

Kok hanyuik bapintasi, tabanam basilami, tatilantang samo minum ambun, tatungkuik samo makan tanah, tarapuang samo hanyuik, tarandam samo basah– kalau hanyut dipintasi, terbenam diselami, terlentang sama minum embun, terlungkup sama makan tanah, terapung sama hanyut, terendam sama basah. Gambaran mengenai semangat hidup, tenggang rasa, senasib sepenaggungan dalam masyarakat Minangkabau dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Kahilia sarangkuah dayuang, kamudiak saantak galah- ke hilir serangkuh dayung,  ke mudik sehentak galah. Nasihat agar kita harus ikut serta ambil bagian dalam melakukan kegiatan kemanusiaan.  Jangan hanya menjadi penonton, apalagi jika itu untuk kepentingan bersama.

Tatangguak diudang samo mengaruntuangkan, tatangguak di luluak samo mangiraikan-tertangguk udang sama-sama mengeruntungkan, tertangguk lunau (lumpur) sama-sama mengiraikan. Dalam bermasyarakat ada pekerjaan yang harus  dilakukan bersama-sama demi kepentingan bersama. Di sini kalau ada hasil maka sama-sama menikmati, kalau tak membawa hasil juga menjadi resiko bersama.

Dikelampauan sikap bergotong royong telah kita tumbuhkan dengan baik, mengerjakan balai adat, mesjid, jalan-jalan dikerjakan dengan sikap gotong royong. Bukan itu saja membuka kepala bandar hulu irigasi yang tiap tahun harus dikerjakan, dilangsungkan dengan secara bergotong royong.

Dalam sikap gotong royong ini perlu juga sikap arif. Orang arif itu pandai memandang, pandai membaca, pandai menduga suatu keadaan- tahu jo ereng dengan gendeng. Kita mesti pandai membaca keadaan lingkungan kita. Walaupun orang disekeliling kita tidak minta tolong, tapi kita harus yakin dia membutuhkan pertolongan dan harus kita tolong pula.

Ungkapan panjang karek mangarek, senteng bilai mambilai (panjang potong memotong, senteng tambah menambah) harus mendapat tempat terbaik bagi kita, khususnya bagi orang Minangkabau, serta ungkapan ini digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berkorong berkampung. Sebuah nilai yang bermakna kemanusiaan yang hakiki dalam sandaran hidup kita ini. Mudah-mudahan.[Penulis adalah peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat]

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Singgalang Kolom Kurenah