Beranda blog Halaman 14

Kearifan Lokal Ikan Larangan

0

Gemuruh tahlil menggema memenuhi ruang masjid di Jorong Patomuan nan tenang. Tahlilan ini dalam rangka memulai  kembali ikan larangan. Tahlilan kemudian disambung dengan doa agar Allah yang maha kuasa menurunkan berkah dan mengumpulkan ikan ke lubuk larangan. Salah-satu inti doa adalah memohon kepada Allah agar ikan yang dari mudiak (hulu) datang ke ilia (hilir) dan yang dari ilia  datang ke mudiak dan berkumpul di lubuk larangan.  Begitulah suasana yang terus berulang setiap tahunnya di jorong yang terdapat di tengah hutan kabupaten Pasaman itu.

Lubuk ikan larangan diberi  tanda pembatas arah ilir dan hulunya dengan kain putih yang digantungkan. Semenjak tahlil dan doa dilantunkan maka resmilah mulai  pelarangan menangkap ikan dilokasi tersebut. Pengumuman berkaitan dengan ikan larangan akan diulang beberapa kali jumat agar informasi tersebar keseluruh warga mayarakat.

Ikan larangan dibuat di aliran  sungai Hulu Kampar. Lokasi lubuk ikan larangan tidak selalu sama setiap tahunnya. Ada beberapa pertimbangan untuk menentukannya lokasi. Pertimbangan utamanya adalah lubuk yang dipilih merupakan lubuk yang airnya dalam dan banyak batu-batu besar tempat bersarangnya ikan. Pertimbangan lainnya tidak terlalu jauh dari perumahan untuk memudahkan penjagaan.

Baca juga: Belajar Sipak Rago Bersama Maestro

Sebagaimana diceritakan oleh Zainul, tokoh masyarakat Patomuan.  Tradisi ikan larangan di Patomuan sudah bermula semenjak tahun tujuh puluhan. Normalnya lama satu periode ikan Larangan adalah satu tahun. Waktu membuka ikan  larangan adalah setelah hari raya Idul Fitri.  Kondisi yang biasanya membuat periode menjadi lebih panjang adalah kondisi banjir dan tubo kayu yang terjadi saat air banjir besar yang menyebabkan beberapa jenis ikan jadi mati.

Penjagaan  ikan larangan adalah kewajiban bersama masyarakat.  Bila terjadi pencurian ikan di lubuk ikan lLarangan, dan sipencuri tertangkap, maka sipencuri akan di sidang. Persidangan biasanya dilaksanakan setelah sholat Jumat. Bila dalam persidangan terungkap  perbuatan pencurian dilakukan dengan sengaja,  sipencuri akan didenda sesuai dengan keputusan persidangan. Denda yang dijatuhkan biasanya berupa   bahan bangunan, seperti semen, kayu atau bahan lainnya yang bisa dipergunakan untuk kepentingan umum.

Membuka Ikan Larangan

Saat membuka ikan larangan adalah saat yang sangat ditunggu masyarakat Patomuan. Untuk kesuksesan kegiatan dilaksanakan musyawarah untuk membentuk kepanitiaan di mesjid. Kepanitiaan terdiri dari penghulu suku-suku yang ada, tokoh masyarakat dan pemuda. Panitia menyepakati hari pelaksanaan dan besaran iuran bagi setiap yang ingin terlibat dalam kegiatan. Peserta terbuka untuk warga patomuan dan masyarakat dari luar.  Semenjak penggumuman hari pembukaan ikan larangan disebarkan, panitia  secara bergantian menjaga lokasi terutama malam hari.

Keunikan pembukaan ikan larangan di Patomuan adalah pada sistim yang diterapkan dalam pembagian.  Masing-masing peserta, bagi masyarakat setempat disebut andel membayar dengan harga yang ditetapkan panitia, misalnya seratus ribu rupiah. andel boleh sekaligus menjadi penangkap (tukang jalo) atau hanya menjadi andel saja. Bagi andel yang juga menjadi tukang jalo akan mendapatkan upah tangkap sepertiga dari jumlah tangkapan yang diperoleh. Misalnya seorang tukang jalo mendapatkan 3 (tiga) ekor ikan,  2 (dua) ekor disetor ke panitia, 1 (satu) untuk tukang jalo. Bagi andel yang tidak ikut menangkap akan mendapat bagian dari dua pertiga yang disetor ke panitia.

Waktu Penangkap biasa dimulai sekitar jam 07.00 WIB berakhir sekitar jam 12.00 WIB. Setiap orang yang ikut menangkap (tukang jalo) menyerahkan dua pertiga hasil tangkapannya kepada panitia. Setelah semua terkumpul, maka panitia akan membagi ikan tersebut. Bila semua andel berjumlah 100 (seratus) orang, maka ikan akan dibagi menjadi 110 atau 115 bagian, dilebihkan 10 sampai 15 persen dari jumlah andel. Kelebihan tersebut diperuntukkan untuk panitia dan keluarga fakir dan miskin.

Dengan pola pembagian yang diterapkan itu setiap yang mendaftar menjadi andel akan mendapatkan bagian dari ikan yang berhasil ditangkap. Bagi andel yang ikut menangkap mendapat  bagian lebih karena ada upah tangkap. Dengan demikian ikan larangan di Patomuan dapat terus berlangsung karena setiap warga masyarakat merasakan manfaatnya untuk mereka. Disamping itu ikan larangan juga memberikan dampak positif bagi pembangunan sebab dana yang didapatkan dari iuran andel digunakan untuk keperluan pembangunan seperti  masjid dan sarana umum lainnya.

Ikan larangan merupakan salah-satu bentuk kearifan lokal, selain menjaga tradisi juga menjaga kelestarian lingkungan yang ada di daerah tersebut.

__

Penulis: Hariadi, peneliti di Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat.

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Singgalang pada 14 Oktober 2018

Belajar (Sipak Rago) Bersama Maestro

0
Pembukaan Belajar Bersama Maestro 2018 Kota Padang di Mtsn 5 Kuranji pada tanggal 10 Oktober 2018.

Padang – Sipak rago akan menjadi olahraga tradisional yang dikenalkan dalam Belajar Bersama Maestro 2018 Kota Padang. Kali ini, olahraga tersebut akan dikenalkan kepada peserta didik Sekolah Menengah Pertama atau sederajat yang ada di Kota Padang. Untuk pengenalan tersebut, Maestro yang didapuk sebagai pelatih adalah Nasrul, salah seorang altit sipak rago Pauh IX, Kota Padang.

Kegiatan pembukaan BBM ini telah dibuka sejak 10 Oktober 2018. Acara pembukaan diadakan di MTsn N 5 Kota Padang Kecamatan Kuranji. Dalam pembukaan tersebut hadir Kasubag Tata Usaha BPNB Sumatera Barat Titit Lestari dan Kabid Kebudayaan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Padang Rinaldi Kasim, SH, MH serta anggota DPRD Kota Padang Zulhardi Z Latif, SH, MM.

Baca juga: Silek, Indonesiana dan Ekosistem Kebudayaan

Sipak rago sendiri merupakan olahraga tradisional masyarakat Minangkabau yang menggunakan alat sebagai media permainan. Alat dimaksud yaitu anyaman rotan berbentuk bulat seperti bola. Jika dilihat sekilas, anyaman tersebut menyerupai bola takraw yang biasa dipertandingkan. Namun demikian, permainan sipak rago tidak sama dengan sepak takraw.

Menurut ketua panitia BBM Kota Padang hartati Safitri, alasan memilih olahraga tradisional ini sebagai pembelajaran lebih dikarenakan kondisinya yang semakin hilang. Maka perlu menumbuhkan kembali dengan mengenalkannya kepada generasi muda. Dari sini akan timbul rasa mencintai olahraga itu sendiri.

“kegiatan ini diadakan untuk memperkenalkan sipak rago ke generasi muda, karena memang sipak rago  ini sudah tidak lagi dikenali generasi muda khususnya siswa-siswa SMP di Kota Padang” jelas Hartati Safitri.

Belajar Bersama Maestro Kota Padang akan melibatkan dua Sekolah Mengengah Pertama di Kota Padang dan 20 peserta didik yang terlibat. Kedua sekolah tersebut adalah Madrasah Tsanawiyah Negeri 5 Kota Padang dan  Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 12 Kota Padang. Masing-masing sekolah akan mendapat 8 kali pertemuan. (FM)

Silek, Indonesiana dan Ekosistem Kebudayaan

0

Tahun ini Sumatera Barat mendapat kehormatan terpenting dalam perjalanan sejarah berkebudayaan. Kenapa tidak, Sumatera Barat merupakan salah-satu daerah yang tergabung dalam platform Indonesiana. Program Indonesiana sendiri merupakan sebuah platform yang menyinergikan pemerintah (pusat maupun daerah) dengan para pemangku kepentingan di bidang kebudayaan, agar adanya tata kelola yang baik dan akan memudahkan kebudayaan untuk bergerak sekaligus membangun kesadaran masyarakat. Muaranya adalah ruang-ruang terbuka bagi masyarakat tersebut dapat memastikan platform tersebut dapat terwujud. Tidak melalui panggung-panggung maupun pentas yang sifatnya berkala, namun dari ruang permanen yang dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat, tanpa terkendala waktu dan tempat, dan sifat gotong royong menjadi pengerak utamanya.

Melalui SAF (Silek Art Festival) platform Indonesiana di Sumatera Barat di bingkai. Pembingkaian silek memiliki makna yang sangat penting bila dikaitkan dengan proses berkebudayaan masyarakat di daerah ini. Sebagai sebuah warisan, silek di daerah kita telah berkembang, tumbuh dan telah menjadi jiwa serta telah berurat berakar dalam setiap lini kehidupan masyarakat.

Baca juga: Harapan memasyarakatkan Silek Minangkabau

Silek merupakan suatu keterampilan untuk membela diri dari serangan musuh tanpa mempergunakan alat dan senjata. Memang demikian pada awalnya, hal ini tentu dapat dipahami bahwa para pemuda (calon mamak) belajar silek bukan untuk mencari musuh, berkelahi melainkan untuk mencari teman. Dengan demikian silek bukanlah dipergunakan untuk menyerang atau berkelahi melainkan untuk mewujudkan keselarasan hubungan antara manusia dengan manusia dan bahkan antara manusia dengan Maha Pencipta. Namun bila terjadi serangan yang tidak diingini maka bagi yang diserang berhak untuk membela diri. Hal ini sesuai dengan pepatah “musuah indak dicari basuo pantang dielakkan”.

Ditinjaua dari perspektif ajaran, ajaran silek meliputi silik dan suluk. Silek adalah ilmu mempelajari/ mengenal diri lahiriah, silik adalah Ilmu mempelajari/mengenal diri batiniah, dan suluk adalah Ilmu mempelajari/mengenal diri lahir batin. Bahkan beberapa pelaku dan intelek silek mencoba mengaitkan “silat” (silek) dengan “salat” (sholat) dan “silat-urrahim” (hubungan baik dengan sesama manusia). Ketiga kata tersebut memiliki akar yang sama, terdiri atas tiga huruf Arab, yakni: sim-lam-ta. Jadi, silek bukan seni atau permainan, yang dipermainkan sebagai seni adalah mancak.

Bukan itu saja silek Minangkabau tradisional adalah bagian dari tradisi lisan Minangkabau yang diajarkan secara lisan dan disertai peragaan laku dan peralatan. Sebagai tradisi lisan, sejarah kelahiran dan silsilah perkembangannya relatif sulit dilacak. Hal itu disebabkan karena penciptaannya bersifat anonymous dan kolektif. Itu sebabnya, penamaan aliran Silek Minangkabau didasarkan kepada sumber inspirasi dan pola gerakan serta nama nagari asal pengembang atau pengembangan awalnya. Berdasarkan ciri tersebut maka dalam tradisi silek Minangkabau dikenal adanya Silek Usali atau Silek Tuo (penamaan berdasarkan ketuaan/ keawalan), Silek Harimau, Silek Kuciang, Silek Buayo, Silek Alang Babega (penamaan berdasarkan sumber inspirasi dan pola gerakan), Silek Kumango, Silek Lintau, Silek Paninjauan, Silek Balubuih (penamaan berdasarkan nama nagari asal pengembang/ pengembangan), dan lain sebagainya

Gaung silek itulah yang akan dihelat dalam platform Indonesiana. Sebuah usaha untuk mengerakkan ekosistem kebudayaan dalam rangka pemajuan kebudayaan. Ekosistem kebudayaan itu sendiri merupakan roh pengerak lini-lini atau jejaring-jejaring dalam bidang kebudayaan tersebut- semuanya lini ikut aktif dalam proses berkebudayaan.  Namun jamak terjadi ketika melaksanakan kegiatan dalam bidang kebudayaan kita lebih suka bekerja sendiri-sendiri- tanpa melibatkan lembaga atau instansi lain. Kegiatan banyak namun tidak dalam sebuah sistem atau bingkai yang utuh. Terparah lagi dijumpai bahwa kegiatan untuk menggerakkan ekosistem kebudayaan terkendala adanya ego sektoral, antar lembaga atau instansi, antar komunitas dan lainnya. Persoalan seperti ini sudah menua dan merupakan beban penyakit yang harus disembuhkan bila kegiatan dalam bidang kebudayaan berjaya dikelak hari. Solusi kearah tersebut tidak lain menggerakkan ekosistem kebudayaan itu sendiri.

Pemahaman yang sangat keliru selama ini yang menyebabkan menggerakkan ekosistem kebudayaan menjadi terkendala. Pemahaman itu adalah menyempitnya pemahaman terhadap budaya itu sendiri. Tidakkah masalah budaya itu sangat luas ?.  Bukan saja persoalan cara berpakaian, pembagian harta warisan, pementasan teater, tari-tarian dan lainnya namun jauh dari itu, mulai dari lahir sampai meninggal dunia- persoalan budaya akan selalu menghiasinya. Ditimbal dengan persoalan bahwa berkebudayaan tidak dijadikan sebagai sebuah kebanggaan yang berurat dan berakar dalam hidup kita.

Dalam kerangka inilah kegiatan SAF dalam bingkai platform Indonesiana ingin memperlihatkan bagaimana ekosistem kebudayaan tersebut berproses. Semua lini ikut di dalamnya dalam kerangka platform Indonesiana tersebut. Sebagai sebuah perihal terpenting dalam pemajuan kebudayaan, ekosistem kebudayaan mestilah digerakkan dan ini tidak dapat tumbuh dengan sendirinya melainkan perlu adanya rangsangan untuk dapat tumbuh dan bergerak. Bisa kita lakukan dalam bentuk kerjasama kebijakan antar instansi atau lembaga, pemerintah, swasta, masyarakat pemilik kebudayaan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan lainnya.  Menghilangkan arogansi dan ego sektoral antar lembaga atau intansi, komunitas dan lainnya, serta perlu pemikiran yang jernih adalah sebuah keharusan yang harus dibingkai dalam menggerakkan ekosistem kebudayaan kedepannya.

Akhirnya, kita berharap kegiatan platform Indonesiana dengan SAF (Silek Art Festival) nya dapat berjalan dengan baik. Fondasi tersebut tidak lepas dari kerjasama kita semuanya. Mudah-mudahan. Wassalam.

Penulis: Undri, peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Artikel ini telah terbit di Harian Umum Padang Ekspres pada 5 September 2018

Harapan Memasyarakatkan Silek Minangkabau (13)

0

Begitu eloknya filosofi yang diajarkan dalam silek Minangkabau. Filosofi yang maha dahsyat bila dipraktikkan dalam kehidupan kita.  Silek, lahienyo mancari kawan batinnyo mancari tuhan , misalnya saja. Teramat dalam maknanya.

Keelokannya, apakah dibarengi dengan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Sebuah pertanyaan mengugah, bila dikaitkan dengan kondisi masyarakat kita yang cenderung belum bisa membedakan makna yang garak dan garik. Tidakkah garak (gerak) itu adalah kemampuan membaca, mencium bahaya (insting) sesuatu akan terjadi. Contohnya seorang pesilek bisa merasakan ada sesuatu yang akan membahayakan dirinya. Garik (gerik) adalah gerakan yang dihasilkan (tindakan) sebagai antisipasi dari serangan yang akan datang. Sehinga dua elemen tersebut, yakni garak dan garik harus dipahami dengan baik oleh seorang pasilek. Itu secuil dari sekian banyak filosofi yang fundamental dalam silek Minangkabau.

Pengetahuan diatas bisa terpatri bila ada proses dan wadah kearah tersebut. Dalam kerangka itulah peran pemerintah amatlah penting, disamping peran elemen lainnya. Muaranya adalah silek Minangkabau menjadi bagian terpenting dalam kehidupan masyarakat Minangkabau itu sendiri. Ketika itu berbuah, petikan hasilnya dapat diraih kelak.

Baca juga: Mancak, bungo silek

Peran pemerintahpun beragam, mulai dari mengeluarkan kebijakan sampai melahirkan program yang bernas pelestarian silek Minangkabau. Dalam kerangka itulah peran pemimpin sangat dibutuhkan untuk mendorong dan mamfasilitasi sehinga silek Minangkabau menjadi mahakarya terbesar dalam khazanah budaya Minangkabau.

Saya amat yakin-bahkan aiqul yakin komitmen Gubernur Sumatera Barat dibawah kepemimpinan Irwan Prayitno sekarang ini sokongan untuk kegiatan pelestarian silek Minangkabau amatlah besar. Sepengetahuan penulis, mulai dari upaya pengusulan silek (pencak silat) sebagai warisan budaya dunia ke Unesco, pendokumentasian silek Minangkabau, sampai sekarang ini melaksanakan SAF (Silek Arts Festival), di beberapa kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat yakni Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padangpanjang, Kota Payakumbuh, Kota Sawahlunto, Kota Solok, dan Kabupaten Tanah Datar.

SAF dengan tema panjapuik piutang lamo merupakan rangkaian kegiatan platform Indonesiana. Indonesiana sendiri merupakan platform pendukung kegiatan seni budaya di Indonesia yang bertujuan untuk membantu tata kelola kegiatan seni budaya yang berkelanjutan, berjejaring, dan berkembang yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Bagaimana silek Minangkabau ini bisa berkelanjutan, berjejaring dan berkembang. Maka perlu ramuan-ramuan yang jitu. Langkahnya bisa diambil, yakni pertama kedepan menjadikan kegiatan sebagai bagian dari kegiatan alek nagari yang dilaksanakan setiap nagari. Perlu komitmen dari masyarakat dan pemerintah untuk hal ini. Kegiatan alek nagari. sebuah kegiatan yang telah berurat berakar dalam kehidupan masyarakat kita. Hampir semua nagari melaksanakan kegiatan ini, dengan berbagai macam penyebutan nama dan bentuk kegiatan. Dilaksanakan mulai dari satu hari sampai satu minggu penuh.

Coba bayangkan setiap nagari melaksanakan alek nagari ini dengan menampilkan seni budaya yang ada di daerah tersebut seperti silek, serta bentuk kegiatan lainnya mulai dari pawai budaya, pergelaran seni tradisi, panggung seni, festival, lomba seni/budaya dan lainnya. Tidak hanya sebatas pelestarian kebudayaan imbas dari kegiatan ini, namun roda ekonomi masyarakat akan berputar kearah yang baik. Malam hari ditampilkan silek, randai, dan lainnya-orang banyak menonton-bajibun-orang berjualanpun akan berdatangan-jadilah pasar malam yang dapat menghidupi ekonomi masyarakat nagari.

Bagaimana dengan pembiayaan kegiatan ini. Pemerintah daerah hanya memberikan stimulus. Rasa kegotong-royongan dan partsisipatif masyarakat lebih dikuatkan untuk jalannya kegiatan ini-dan ini perlu didorong. Selama ini pengalaman dilapangan yang pernah penulis lihat dan rasakan bahwa masyarakat yang ada di nagari serta para pegiat budaya di kampung-kampung,  nagari-nagari yang terpenting itu adalah “perhatian”- ibarat bayi perlu dekapan dari sang ibunya. Tidak perlu biaya besar,  setiap kampung, nagari kebudayaan itu tumbuh dan masih menjadi bagian dari kehidupan mereka. Sekali lagi, pemerintah daerah hanya memberikan stimulus untuk kelangsungan kegiatan ini.

Kedua, silek Minangkabau dimasukkan kedalam kurikulum muatan lokal di sekolah-sekolah, baik tingat dasar, menengah dan atas. Sebab media yang paling baik sebagai pewarisan nilai di dalamnya berfungsilah sekolah dalam hal sekolah sebagai preserver dan transmitterdari culture hiratage sebagai instrument for trans­forming culture.  Memang banyak hambatan selama ini menuju arah tersebut, mulai dari persoalan guru/tuo silek yang mengajar sampai kepada payung hukum atau kebijakannya. Semua hal tersebut bisa diselesaikan dengan penguatan kebijakan seperti mengeluarkan peraturan daerah dan sebagainya.

Kurikulum muatan lokal dirancang bukan saja pendidikan tentang garik silek itu sendiri namun juga memuat filosofi yang amat kaya dalam silek Minangkabau.

Ketiga, SAF (Silek Arts Festival) yang telah dilakukan tahun ini, bisa kita jadikan kegiatan tahunan seperti pekan budaya tempo dulu. Ikon kearah tersebut sudah diletakkan, dengan  panjapuik piutang lamo nya. Mengerakkan sendi-sendi komunitas yang ada mulai dari sasaran, tuo silek, pandaka, anak sasian, masyarakat lainnya.

Harapan, nilai-nilai filosofi dalam silek Minangkabau dapat dijadikan fondasi utama dalam kehidupan kita kedepannya. Memang tidak mudah untuk melakukan hal tersebut, dengan usaha dan tekad yang kuat kita bisa wujudkan.

Sebagai bagian dari masyarakat Sumatera Barat, penulis merasa banga dengan silek Minangkabau, dan suatu saat silek menjadi bagian terpenting dalam kehidupan masyarakat Minangkabau dan mahakarya terbesar seperti yang pernah diajarkan oleh tuo silek. Dan, itu harapan yang teramat besar bagi penulis Pak Gubernur. Tamat.

Penulis: Undri, peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Padang Ekspres pada 26 September 2018

Mancak, Bungo Silek (12)

0

Sebagai sisi lahiriyah silek Minangkabau, mancak mendapat posisi terpenting.  Sebagai bungo silek (bunga silek) atau representasi fisik dan estetik dari silek Minangkabau. Itupula sebabnya muncul ungkapan, basilek di rumah gadang, kok mancak yo di ilaman. Begitulah posisi penting kedua elemen, antara silek dengan mancak tersebut.

Di dalam kertas kerja Hasanuddin dan kawan-kawan (2015:7) mancak tanpa menyentuh sisi silek hanyalah pengajaran keterampilan fisik yang hampa nilai. Sebagai ranah prifat kaum atau keluarga komunal matrilineal, silek Minangkabau secara prinsip pembelajarannya dilakukan secara tersembunyi, ditengah hutan, di malam hari, atau setidaknya di bawah kolong rumah gadang. Setiap kaum mengembangkan gerakan-gerakan khusus dalam upaya menciptakan jurus rahasia yang dianggap lebih tangguh dari kaum yang lain.

Mancak sebagai bungo silek yang dilakukan, memiliki kekuatan utamanya secara sungguh-sungguh parintang jo pamenan. Dalam mancak para pasilek mempergunakan gerakan-gerakan yang dimungkinkan dalam silek tetapi tanpa tindakan yang akan mencederai pasangannya. Begitulah keelokan yang ada dalam mancak sebagai bungo silek tersebut.

Baca juga: Ulu ambek, suntiang dek niniak mamak pamenan dek rang mudo-mudo

Perihal ini tidak terlepas dari persoalan bahwa bila dikaitkan dengan ungkapan basilek di rumah gadang, kok mancak yo di ilaman tersebut, khususnya mancak di ilaman, silek secara fisik yakni mengasah kelincahan, keindahan gerak tentu melibatkan kepekaan emosi, semuanya tertuang dalam gerak.

Lebih lanjut menurut Hasanuddin dan kawan-kawan (2015 : 8), mancak adalah media atau jalan menuju silek, jadi fungsinya adalah jalan menuju pencapaian fungsi silek. Sehubungan dengan itu, mancak mengemban fungsi edukatif, ekspresif, sosial, dan kultural. Pertama, fungsi edukatif. Mancak adalah wadah pembentuk karakter dan jati diri. Sebagai pembentuk karakter, mancak mengemban fungsi menanamkan nilai-nilai religiusitas, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab kepada anak sasian. Kedua fungsi ekspresif –estetis, sebagai ekspresi diri, mancak merupakan wadah bagi ekspresi estetik atau kreatifitas seni, ekspresi kesehatan dan prestasi. Ekspresi diri juga berkait dengan prihal pengungkapan budi atau karakter dan eksistensi. Budi atau karakter adalah sikap atau pendirian yang menyebabkan suatu perilaku terekspresi secara mudah tanpa berpikir panjang. Fungsi eksistensi adalah bahwa seorang pemain mancak dapat menjadikan mancak sebagai basis eksistensi diri, sebagai profesi. Ketiga, fungsi sosial. Fungsi sosial mancak sesuai dengan fungsi silek sebagai pakaian diri, yakni sebagai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal memelihara harga atau martabat diri, silek menjadi basis keterampilan dan kekuatan pelindung dari berbagai ancaman fisik dan batin dari luar. Keempat, fungsi kultural, fungsi kultural mancak adalah menjaga keberlangsungan tradisi. Tradisi terdiri atas adat sebagai sumber inti sistem nilai etik, kesenian sebagai representasi nilai estetik, dan keterampilan fisik sebagai representasi ketangkasan, etos kerja, kesehatan dan kebugaran. Kunci kebertahanan tradisi adalah sistem nilai atau ideologi yang mendasari tradisi itu. Apabila fungsi mancak dan silek semakin surut maka sistem nilai atau ideologi utama yang mendasarinya juga kian hilang sehingga kearifan lokal yang dimilikinya juga lenyap.

Mancak  sebagai representasi fisik dan visual dari silek adalah berupa gerakan-gerakan badan, kepala, bahu, tangan (siku, lengan, telapak tangan, kepalan, jari), dan kaki (lutut, tungkai, tapak, ujung jari). Gerakan-gerakan mancak adalah berupa salam penghormatan, elakan, tangkapan, kuncian, dan serangan (pukulan, sepakan, hantaman). Gerakan-gerakan tersebut dilakukan secara perorangan, berpasangan atau berkelompok. Mancak dalam bentuk permainan adalah randai sedangkan beladiri adalah dasar silek.

Kekinin, mancak sebagai bungo silek haruslah mendapat perihal terpenting terutama fungsinya yakni  fungsi edukatif, ekspresif, sosial, dan kultural yang bisa menjadi ilham dalam hidup ini. Mudah-mudahan. Bersambung...

Penulis: Undri, peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Padang Ekspres pada 25 September 2018

Ulu Ambek, Suntiang dek Niniak Mamak, Pamenan dek Rang Mudo-Mudo (11)

0

Pertunjukan ulu ambek dinyatakan sebagai, suntiang dek niniak mamak, pamenan dek rang mudo-mudo (sunting hiasan oleh ninik mamak dalam nagari, pakaian pamenan oleh anak muda-muda). Maksudnya seni pertunjukan ulu ambek merupakan kepunyaan secara adat oleh kelompok ninik mamak atau penghulu-penghulu dan hiasan sebagai permainan oleh kemenakan atau anak muda-muda.

Menurut Mohd Nefi Imran, Ulu Ambek : Silat dan Tradisi dalam Seni Persembahan Adat Minangkabau (2004) menjelaskan bahwa seni pertunjukan ulu ambek merupakan salah satu seni yang terbesar dalam masyarakat Minangkabau umumnya dan Padang Pariaman khususnya, banyak dijumpai perihal-perihal yang menarik dan unik  didalamnya.  Secara umum masyarakat Minangkabau menyebut pertunjukan berkenaan dengan sebutan luambek. Bahkan ada juga menyebutkannya dengan perkataan bauluambek. Setidaknya ada empat variasi sebutan untuk pertunjukan itu pada masyarakat pemiliknya, yakni alo ambek (berasal dari kata alau (halau) dan ambek (hambat), luambek (berasal dari kata lalu (lewat) dan ambek (hambat), ulue ambek (berasal dari kata ulue (julur) dan ambek (hambat), ulu ambek (berasal dari ulu (hulu) dan ambek (hambat).

Walaupun demikian, semuanya bermakna serangan dan tangkisan. Dengan kata lain, ulu ambek lebih mempertunjukkan keterampilan pertarungan dengan gerakan-gerakan menyerang dan menangkis, tanpa kontak fisik. Gerakan-gerakan dilakukan mengikuti irama musik vokal dampeang yang dilantunkan oleh dua orang tukang dampeang. Pertarungan tersebut dipimpin oleh dua orang  janang yang bertindak sebagai wasit dan diawasi oleh para ninik mamak atau penghulu nagari-nagari yang terlibat. Tempat pertunjukan adalah laga-laga yang berarti tempat berlaga, tempat bertarung, tempat menentukan kalah menang, tempat menyaksikan siapa pemenang dan siapa pecundang.

Baca juga: Silek, bagantuang ka Tali nan indak kaputuih

Dalam ulu ambek terdapat kata buluih, seseorang anak sasian dikatakan buluih atau kalah dalam permainan silek ulu ambek apabila ia tidak dapat menangkis gerakan serangan lawan dengan gerak garik tangkisan yang tepat. Orang-orang yang kalah di dalam pertunjukan ulu ambek dikatakan oleh masyarakat tempatan sudah buluih. Sedangkan yang menang dalam permainan silek ulu ambek hanya mendapat penghormatan dalam masyarakat. Bukan itu saja dimata mamak atau penghulu dipandang tinggi bagi orang yang menang dalam permainan ulu ambek tersebut. Kemenangan ini pula merupakan kebanggaan yang menggembirakan seseorang anak sasian termasuklah kebanggaan di antara rakan-rakan mereka sesama anggota-anggota pasilek. Begitulah uniknya permainan ulu ambek tersebut.

Lebih lanjut lagi Mohd Nefi Imran (2004) menempatkan ulu ambek sebagai seni yang berhubungan erat dengan ajaran sufi (tasawuf). Pertunjukan silek ulu ambek secara fisik merupakan aktivitas garak garik silek dan tarian penyerangan dan penangkisan. Namun, secara simbolis serangan dan tangkisan itu merupakan simbol pemberian dan penerimaan dari seorang guru atau syeikh atau kapalo mudo kepada muridnya. Substansi pemberian dan penerimaan itu adalah pembelajaran budi dan pengetahuan spiritual.

Pertujukan ulu ambek adalah pertunjukan beradat, pertunjukan kesenian sebagai suntiang (mahkota) ninik mamak atau penghulu, oleh karena itu selama pertunjukan berlangsung tidak boleh ada pertunjukan lain pada saat yang sama.

Secara prinsip dalam ulu ambek dimana hubungan peranan mamak dengan kemenakan sangat erat sekali, hal ini sesuai dengan adat Minangkabau itu sendiri. Seorang mamak bertanggungjawab terhadap kemenakannya. Ia lebih banyak bercorak pengawasan, arahan adat istiadat dan memberi panduan terhadap perkembangan budi pekerti kemenakan mereka dalam keluarga atau negeri. Perhubungan-perhubungan ini melibatkan kerjasama yang saling menguntungkan antara mamak dengan kemenakan dalam aktivitas kemasyarakatan harian, seperti mengerjakan rumah, sawah, tanah, berjualan, berdagang dan sebagainya. Sebagai contoh, seorang  mamak yang aktif dalam kelompok masyarakat ulu ambek, akan mengajak kemenakan lelaki mereka menyertai kelompok itu. Seorang mamak menyarankan pula kepada beberapa kemenakan mereka yang lain, untuk ikut berlatih dan aktif dalam kelompok silek tradisional di mana-mana gelanggang perhimpunan silat diadakan, di samping menganjurkan mengikuti aktivitas pertunjukan ulu ambek.

Dalam seni pertunjukan di Minangkabau, peranan seorang penghulu (kecuali tarian Alang Suntiang Panghulu) tidaklah berpengaruh secara adat dalam kelangsungan sebuah pertunjukan silek dan tarian lainnya. Hal ini berbeda dengan seni pertunjukan ulu ambek di Padang Pariaman. Fungsi penghulu dan ninik mamak berpengaruh sekali di dalam menentukan penyelenggaraan pertunjukan. Pengaruh itu, salah satunya dapat menentukan bahwa pertunjukan itu boleh atau tidak dipersembahkan di dalam nagari.

Ulu ambek  dipertunjukkan pada suatu alek nagari. Alek nagari adalah pesta atau semacam festival yang diadakan oleh sebuah nagari otonom yang melibatkan nagarinagari lain sebagai alek atau tamu. Alek nagari diadakan dalam rangka peresmian penobatan penghulu baru atau momentum adat yang penting lainnya.

Sebagai sebuah seni pertunjukan, filosofi yang ada dalam ulu ambek seperti suntiang dek niniak mamak, pamenan dek rang mudo-mudo dapat diperteguh kuatkan dan  dapat dilestarikan kedepannya. Salah-satu upaya kearah tersebut yakni dilaksanakannya alek nagari Kapalo Hilalang, Kabupaten Padang Pariaman mulai dari tanggal 22 September sampai 1 Oktober 2018, salah-satunya yakni akan menampilkan ulu ambek tersebut. Bersambung...

Penulis: Undri, peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Padang Ekspres pada 24 September 2018

Silek, Bagantuang ka Tali nan Indak Kaputuih (10)

0

Kekinian, apakah nilai kebenaran, keadilan dan silaturahmi masih kita praktikkan dalam kehidupan ini?. Nilai yang diajarkan dalam prinsip silek Minangkabau. Sebuah nilai yang mumpuni tempat kita bergantung.

Bagantuang ka tali nan indak kaputuih, bapagang ka raso nan indak kahilang, jago tali jan putuih, awasi raso jan ilang, basiang sabalun tumbuah, malantai sabalun luluih, lahie silek mancari kawan, batin silek mancari Tuhan-bagantung tali ke tali yang tidak akan putus, berpegang kepada perasaan yang tidak akan hilang, jaga tali jangan putus, awasi rasa agar jangan hilang, menyiang sebelum tumbuh, melantai sebelum lulus/terjerumus, lahirnya silek mencari kawan, bathinnya silek mencari Tuhan.

Ungkapan tersebut bermakna bahwa silek berlandaskan kepada prinsip-prinsip asasi berupa kebenaran, keadilan dan silaturahmi. Prinsip-prinsip itu ibarat tali yang tidak akan putus atau rasa yang tidak akan hilang. Maka, seorang pandeka silek wajib menjaga agar tali itu tidak putus dan rasa tidak hilang. Kemudian pandeka silek  tidak boleh kecolongan, oleh karena itu harus melakukan antisipasi sebelum sesuatu petaka terjadi, sebuah sikap antisipatif terhadap berbagai persoalan dalam kehidupan. Kemudian, secara lahiriah silek untuk menjalin silaturahmi atau mencari kawan dan secara bathiniah silek adalah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (Hasanuddin dan kawan-kawan, 2015 :11 ; Rusli, 2008 :22).

Itupula sebabnya secara prinsip awal bagi anak sasian yang dianggap telah memilih keterampilan silek senantiasa dinasehatkan supaya jangan sekali-kali mencari lawan. Apabila mencari lawan dengan mengatasnamakan kelompok sasaran tidaklah diperbolehkan. Hubungan antara satu sasaran dengan sasaran lainnya keharmonisannya harus dijaga.

Baca juga: Silek, mengutamakan elakan dari padaserangan

Kenyataan ditempat latihan membuktikan antara sasaran tidak terdapat suatu persaingan  yang tidak dan perihal ini selalu diajarkan dalam silek Minangkabau. Mereka senantiasa saling menunjang untuk tercapainya suatu persaudaraan dan silaturahmi. Seorang anak sasian yang berkunjung kepada sasaran lainnya tidak dibenarkan menyalahkan atau menganggap sasaran orang kurang. Kalau melihat ada kekurangan dari suatu sasaran, maka yang melihat kekurangan itu harus menambah. Demikian pula sebaliknya, kalau yang mengamati itu merasa ada kekurangan pada dirinya, dan pada sasaran yang diamati mempunyai kelebihan, maka ia berani secara terbuka untuk belajar. Hubungan kelompok sasaran dengan masyarakat luas juga harus menjaga keharmonisan. Sebab pandeka silek adalah pagar nagari atau masyarakat. Ia harus mampu melindungi, menjaga keamanan masyarakat (Purna dan kawan-kawan, 1996/1997 : 55-56).

Bukan itu saja, mereka selalu memperingatkan anak sasian agar tidak membuat sengketa dengan seorang  pandeka. Malahan, mereka akan menganjurkan anak didiknya agar pergi berguru kepada pandeka yang lain. Dengan cara demikian dapat dihindarkan persengketaannya. Perselisihan antara remaja lazimnya mereka selesaikan sendiri. Jika harus berkelahi, mereka akan pergi ke pemedanan (Navis, 1984 : 266).

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian diatas bahwa persoalan silek berlandaskan kepada prinsip-prinsip asasi berupa kebenaran, keadilan dan silaturahmi tidak terlepas dari bahwa silek sebagaimana diwariskan dan diajarkan pendahulu kita mengandung dua unsur, yaitu unsur kerohanian dan unsur fisik. Unsur kerohanian adalah unsur mental spiritual berupa falsafah yang beirisi ajaran moral yang tidak lain merupakan rohnya silek, disinilah letak prinsip kebenaran yang hakiki tersebut. Unsur fisik adalah unsur keterampilan jasmani yang diwujudkan dalam bentuk gerakan-gerakan serangan, pembelaan dan sebagainya, yang dapat kita umpamakan sebagai tubuh atau jasmani dari silek.

Dapatlah dikatakan bahwa silek sebagai unsur kebudayaan yang ditemukan pada suku bangsa Minangkabau senantiasa di jumpai juga adanya jalinan hubungan antara nilai moral yang hakiki yang mengikat serta ditaati oleh seorang pandeka silek. Mereka harus menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, keadilan dan silaturahmi tersebut.

Tali yang diikatkan pada nilai-nilai kebenaran, keadilan dan silaturahmi membuat seorang pandeka silek menjadi mumpuni dalam bidangnya, dan ini pula yang membuatnya semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, seperti ungkapan lahienyo mancari kawan, batinnyo mancari tuhan -lahirnya mencari kawan batinnya mencari tuhan. Tali yang tidak akan putus-putus bila kita ikatkan diri kita pada-Nya.

Nilai-nilai kebenaran, keadilan dan silaturahmi dalam silek Minangkabau haruslah menjadi rujukan utama dalam kehidupan kita. Sebuah nilai yang maha besar dan bermakna bila dipraktikkan dalam kehidupan kita. Bersambung…

Penulis: Undri, peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Padang Ekspres pada Sabtu, 22 September 2018

Membangun Kerjasama Publikasi Kebudayaan

0

Padang – Pada Senin, 1 Oktober 2018  kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat kedatangan dua tamu dari media. Kedua tamu tersebut yaitu Hardiyansah, S.Si dari Wikipedia dan Dasrul,M.Si manager program produksi Padang TV. Mereka diterima kepala BPNB Sumbar Drs. Suarman. Kedatangan kedua tamu media berbeda platform tersebut terkait kerja sama publikasi kebudayaan. Turut hadir dalam diskusi tersebut Pramono, P.Hd, akademisi Universitas Andalas.

Wikipedia adalah salah satu ensiklopedia online yang dikhususkan dapat menjadi rujukan pembaca untuk setiap informasi termasuk kebudayaan. Salah satu keunikan wikipedia ini adalah informasi yang disampaikan dapat diedit sewaktu-waktu sesuai perkembangan dan ketersediaan informasi. Sehingga, informasi yang ditawarkan wikipedia akan senantiasa baru dan dapat dipertanggungjawabkan.

BPNB Sumbar tertarik membangun kerjasama dengan wikipedia karena sebagai salah satu UPT yang sering mengadakan penelitian, jelas memiliki banyak data kebudayaan. Di sisi lain, juga mempunyai keterbatasan dalam hal publikasi. Sehingga melalui kerjasama dengan wikipedia, harapannya dapat menyebarkan hasil-hasil kajian tersebut kepada masyarakat

Sementara kedatangan Dasrul sebagai manager program produksi berkaitan dengan lanjutan program yang sedang dikerjakan bersama. Saat ini, BPNB Sumbar dan Padang TV kerjasama mengadakan program kebudayaan dalam bentuk talkshow atau dialog interaktif. Program ini mengangkat tema-tema kebudayaan dengan melibatkan narasumber dari peneliti BPNB Sumbar serta tokoh yang kompeten dalam tema yang diangkat. Acara dialog interaktif ini disiarkan oleh Padang TV setiap hari Jumat pukul 13.30 Wib. Dialog ini akan berlangsung hingga akhir desember 2018.

Sejak UU No.5/2017 tentang pemajuan kebudayaan dikeluarkan pemerintah, publikasi kebudayaan menjadi vital untuk mensosialisasikan kebudayaan. Sehingga melalui strategi yang tepat, kebudayaan kita dalam dikenali bahkan dipahami oleh generasi muda. Seiring dengan itu kerjasama dengan berbagai platform media mutlak diperlukan.

Hingga kini, BPNB Sumbar telah membangun kerja sama dengan berbagai media publikasi seperti media cetak dan elektronik dan online. Melalui kerjasama dengan wikipedia maka publikasi lewat media online juga akan lebih maksimal.

Silek, Mengutamakan Elakan dari pada Serangan (9)

0
Gerak buka langkah dalam aliran silek 'kumango'. Silek ini berkembang di Kabupaten Solok Selatan. Foto. Marbun

Diinap-inapkan-dipikir dalam-dalam, begitu dahsyatnya filosofi dalam silek Minangkabau. Silek bukan sekedar memperagakan olahan tubuh semata dalam bentuk tangkok (tangkap), kabek (kebat), kunci, elak, gelek dan kepoh namun juga untuk memujudkan keselarasan hubungan antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan Maha Pencipta. Nilai-nilai humanis dibingkai, kenapa tidak ketika diserangpun tidak boleh menangkis apalagi balas menyerang, tetapi diwajibkan mengelak bahkan sampai empat kali.

Secara prinsip silek sebagai seni bela diri, yang sifat keampuhannya lebih mengutamakan pertahanan, elak dan tangkap. Elak  sebagai gerakan menghindar, dimana seorang pasilek berusaha menghindari serangan lawan. Untuk menghindari serangan, selain menggunakan langkah, juga menggunakan gerak gelek, yaitu memiringkan tubuh ke kiri atau ke kanan tanpa menggeser langkah. Adakalanya, ketika gerakan mengelak dengan menggunakan gelek, tangan diangkat hingga mencapai kepala, sehingga tangan seolah-olah berfungsi melindungi bagian pinggang ke atas.

Tangkap dengan mengunakan dua tangan. Jika seorang pasilek diserang, ia akan melakukan gerakan tangkap ini. Serangan itu ditangkap dengan tangan, sebagai kelanjutan gerakan ini adalah kabek, dengan menggunakan lengan dengan mengantukkan siku.  Selain menggunakan gelek, gerak dasar elak juga menggunakan kepoh.

Baca juga: Silek, rumah gadang indak bapintu mancik saikue bapantang lalu

Jika elak dengan menggunakan gelek tidak bersentuhan dengan lawan, maka kepoh menyentuh lawan. Kepoh adalah menepis serangan dengan menggunakan tangan atau kaki. Senjata yang digunakan untuk menyerang ialah tinju, telapak tangan, siku, bahu, lutut, dan kaki. Kaki melakukan sepakan, terjangan, dan hantaman. Kaki juga dapat melakukan sepai, yakni mengait kaki lawan. Mencakar, menjambak dapat melakukan sepai, yakni mengait kaki lawan. Mencakar, menjambak rambut, dan menggigit tidak termasuk perbendaharaan silek karena senjata itu dipandang sebagai senjata perempuan (Navis, 1984 : 266-267).

Itupula sebabnya seorang pasilek, selain mampu menguasai jurus ia harus mampu menguasai elakan (tangkisan) dari serangan lawan. Uniknya jurus-jurus serta elakan yang diajarkan dalam silek Minangkabau pada umumnya mengambil makna gerak mengikuti alam dan perilaku kehidupan manusia.

Bahkan para tokoh silek Minangkabau selain berguru kepada alam, mereka juga menjadikan hewan sebagai observasi pengamatannya untuk menciptakan jurus silek. Perilaku hewan seperti harimau, ular, burung dan satwa lainnya seringkali menjadi inspirasi jurus yang mereka ciptakan. Sehingga sering kita mendengar penamaan jurus harimau, jurus ular, jurus monyet dan jurus lainnya yang dianalogikan melalui prilaku satwa.

Tidak perihal itu saja, persoalan jurus yang diambil sebagai rujukan pun beragam. Misalnya saja pada aliran Silek Kumango tidak banyak mengambil jurus-jurusnya dengan analogi dari simbol-simbol alam dan lingkungan untuk menciptakan jurus secara utuh. Tetapi mengambilnya lebih banyak dari nilai-nilai kehidupan terhadap alam dengan berpegang pada nilai peradaban manusia secara positif (Mulyono dan kawan-kawan, 2012 :83).

Seperti yang telah dijelaskan pada tulisan sebelumnya bahwa seorang pasilek bila diserang tidak boleh menangkis apalagi menyerang, akan tetapi diwajibkan mengelak sampai empat kali.  Sangat menarik analogi yang diterapkan di perguruan silek Kumango. Ada empat tahapan yang menjadi figur penghormatan nilai-nilai kehidupan dari analogi elakan yakni elakan mande, elakan bapak, elakan guru dan elakan sahabat karib.

Pertama, saat seorang musuh melakukan serangan pertama. Seorang pasilek harus menganggapnya serangan itu diibaratkan seorang ibu memarahi anaknya, ibu sedang menasehati kita dan kita wajib memahami dan bukan melawannya. Kedua, saat seorang musuh melakukan serangan kedua. Seorang pasilek harus menganggapnya serangan itu diibaratkan seorang ayah kita sedang menasehati. Ketiga, saat seorang musuh melakukan serangan ketiga. Seorang pasilek harus menganggapnya serangan itu diibaratkan seorang guru marah pada kita. Artinya ketulusan yang harus dimunculkan oleh seorang pasilek adalah mengumpamakannya guru kita sedang menasehati muridnya. Keempat, saat seorang musuh melakukan serangan keempat. Seorang pasilek harus menganggapnya serangan itu diibaratkan saudara, teman, sahabat marah pada kita. Artinya, ketulusan  yang harus dimunculkan oleh seorang pasilek adalah bahwa mereka sedang menasehati kita, maka kita wajib memahaminya bukan melawannya. Kelima, saat seorang musuh melakukan serangan kelima. Seorang pasilek wajib melawannya dengan mngunci lawan, dan itupun dilakukan untuk melumpuhkan bukan untuk mematikan lawan. Pada pukulan yang kelima baru boleh menangkis serangan musuh, Karena pukulan yang kelima itu musuh sudah kemasukan setan sehingga setan dalam tubuhnya harus ditundukkan. Tangkisan maupun pukulan yang kelima bukan berarti harus menyakiti pihak musuh, melainkan masih berupa nasehat. Karena secara kasar mata musuh itu adalah lawan, namun secara batin adalah kawan (saudara), sehingga ia harus diselamatkan (Purna dan kawan-kawan, 1996/1997 : 45, Mulyono dan kawan-kawan, 2012 : 83-84 dan Hasanuddin dan kawan-kawan, 2015 :11).

Silek didalamnya mempunyai daya untuk membentuk selain membuat fisik sehat, juga membentuk sikap memahami nilai budaya yang dapat diandalkan untuk pendewasaan mental misalnya nilai-nilai seperti kerja keras, kesetiakawanan, kemandirian, kesabaran, keimanan.

Sehubungan dengan itu, seorang pasilek diharapkan lebih banyak diam dan banyak mempersiapkan diri, sesuai dengan pepatah yang dianut waktu menuntut keterampilan silek, yaitu memakai ilmu padi, makin berisi makin tunduk, yang maksudnya semakin berilmu haruslah makin tunduk dan tidak boleh bersifat congkak dan sombong dalam masyarakat dengan kepandaian yang dimilikinya.

Kekinian dalam kehidupan, kita lebih cenderung  melakukan serangan baik serangan secara fisik maupun non fisik (kata-kata) kepada orang lain sehingga  membuat hati orang tergores. Mengelak untuk melangkah maju sering terabaikan karena keegoisan kita sendiri. Namun bila kita menginap-inapkan filosofi yang ada dalam silek Minangkabau tersebut, maka kita tahu bahwa kita lebih mengutamakan elakan daripada serangan. Bersambung…

Penulis: Undri, peneliti di Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat.

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Padang Ekspres pada 21 September 2018

Upacara Memperingati Hari Kesaktian Pancasila

0

Padang –  Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat menggelar upacara memperingati Hari Kesaktian Pancasila yang jatuh pada 1 Oktober. Upacara dilaksanakan di halaman BPNB, Kuranji Padang dan dipimpin secara langsung oleh Kepala BPNB Sumbar Drs. Suarman. Seluruh pegawai hadir dalam upacara tersebut.

Peringatan hari kesaktian Pancasila ini dimulai tepat pukul 08.00 wib. Diawali mengheningkan cipta kepada jasa pahlawan khususnya yang gugur dalam peristiwa G30S.  Peringatan ini sendiri dimaksudkan untuk mengenang kembali peristiwa kelam bangsa G30S tersebut. Peristiwa yang telah menewaskan perwira-perwira terbaik ABRI kala itu. Walau demikian, peristiwa tersebut berhasil ditumpas dan NUKRI tetap utuh dan ideologi kita tetap kuat.

Pelaksanaan upacara kali ini terasa lebih hikmat mengingat bangsa kita juga sedang dalam suasana berkabung berkaitan peristiwa gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah. Gempa dan tsunami tersebut telah menewaskan hingga ribuan warga.

Semoga semua peristiwa tersebut menjadi pelajaran berharga bagi bangsa untuk masa depan yang jaya. (FM)