Belajar Gotong Royong dari Tradisi Batobo

0
4929

Oleh: Firdaus Marbun

Menggali nilai gotong-royong dalam kebudayaan kita tentu bukanlah hal sulit. Walau perilaku gotong-royong sesungguhnya semakin hari semakin terkikis karena gempuran globalisasi, tapi hal itu masih bisa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Batobo dalam masyarakat Sijunjung bisa menjadi salah satu contoh implementasi nilai kegotong-royongan dalam kehidupan sehari-hari.

Di masyarakat Sijunjung dikenal dengan istilah Batobo. Berkumpul bersama, mencari solusi atas masalah secara bersama, mengeksekusi pekerjaan secara bersama serta menikmati hasil secara bersama-sama. Begitulah hakekat yang diimplementasikan dalam batobo. Sebagai daerah yang sumber penghasilan mereka sebagai petani, tradisi ini digunakan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan pertanian seperti manaruko, bersawah, berladang, mendirikan rumah, bahkan simpan pinjam.

Uniknya, walau tradisi ini sudah ada sejak zaman dahulu bahkan mungkin sejak masyarakat mereka mengenal pekerjaan berladang tapi hingga kini masih tetap dijalankan. Malah, laporan penelitian Silvia Devi (2014) masih terdapat 18 tobo Konsi yang beranggotakan dari 30 orang sampai 86 orang. Jumlah yang cukup signifikan untuk ukuran desa/nagari.

Batobo Konsi sesungguhnya adalah wadah berkumpulnya masyarakat Sijunjung khususnya nagari Koto Padang Ranah dan Tanah Bato untuk meringankan berbagai pekerjaan dan membahas aspek-aspek sosial kemasyarakatan. Dalam pelaksanaannya batobo mempunyai struktur kepengurusan yang terdiri dari penasehat, ninik mamak, ketua, tuo tobo, juru tulih, bendahara, anggota dan pembuat jadwal atau giliran. Anggota dibagi berdasarkan usia dan keterampilan serta anggota pemula dan penghubung.

Untuk pengambilan-pengambilan keputusan penting semua peserta mengadakan rapat yang dilaksanakan secara rutin. Materi rapat biasanya membahas segala hal yang berkaitan dengan tobo. Mulai dari aturan yang berlaku, keanggotaan, hak dan kewajiban anggota, larangan serta sanksi-sanksi. Selain itu rapat juga menentukan jenis pekerjaan, pembagian pekerjaan dan menentukan jadwal pekerjaan. Lebih jauh rapat batobo membahas terkait batas-batas wilayah dalam pertanian serta mengajarkan sopan santun kepada anggotanya atau cara-cara bergaul. Artinya batobo oleh masyarakat Sijunjung difungsikan tidak hanya sebagai ikatan tolong menolong tapi juga sebagai tempat bersosialisasi.

Beberapa praktek tobo konsi pada masyarakat Sijunjung dilakukan dalam berbagai pekerjaan. Misalnya dalam mengerjakan lahan pertanian. Umumnya pekerjaan di ladang dilakukan secara bergilir ke ladang semua anggota tergantung urgensinya. Giliran ini diatur oleh tukang panyilih, apa bentuk pekerjaannya,  kapan harus mengerjakan dan siapa saja yang harus mengerjakannya. Setelah disepakati lalu secara bersama-sama akan mengerjakannya. Ada kalanya seseorang tidak bisa terlibat karena ada urusan mendesak. Jika terjadi demikian, biasanya dia akan menggantinya dengan uang. Besaran uang yang dibayarkan ditentukan sesuai kesepakatan tobo, namun umumnya yang berlaku adalah upah sehari tenaga kerja di ladang. Aturan yang sama juga dilakukan dengan jenis pekerjaan yang berbeda seperti meramu pekayuan, manaruko, bersawah dan lain-lain. Malah, kadang kala ketika tidak ada pekerjaan yang mendesak di anggota tobo, maka tobo sering mengambil borongan pekerjaan. Hasil dari pekerjaan ini nantinya akan dinikmati bersama.

Baca juga: Strategi Pemajuan Kebudayaan

Tidak hanya saling membantu dalam hal tenaga, tapi juga modal usaha dan kebutuhan lain yang mendesak tentang uang. Batobo mempunyai konsep koperasi untuk membantu anggota ketika menghadapi kondisi-kondisi genting dan membutuhkan uang. Misalnya ketika mengalami sakit tapi sedang tidak punya cukup uang untuk berobat. Batobo mempunyai kas yang mana dikelola seperti halnya koperasi. Ya, anggota batobo berkewajiban menyerahkan iuran pokok dan iuran sukarela atau iuran rapek. Iuran pokok mereka hitung berdasarkan harga daging. Memang iuran ini dimaksudkan sebagai tabungan untuk memenuhi kebutuhan daging pada hari lebaran. Sehingga ini juga yang mendorong para anggota tobo untuk melunasi iuran dan utang (kalau ada) sebelum lebaran tiba. Iuran inilah yang dikelola untuk keperluan-keperluan mendesak anggota sebelum lebaran tiba.

Untuk memastikan setiap aturan ditaati oleh anggota, maka tobo mempunyai sanksi untuk setiap pelanggaran yang terjadi. Sanksi ini diberlakukan sesuai dengan berat kecilnya pelanggaran. Mulai dari meminta maaf, denda, hingga mengeluarkan dari keanggotaan. Aturan ini berlaku kepada semua yang terlibat dalam tobo. Sanksi inilah yang kemudian bisa mengikat keanggotaan dan menciptakan disiplin dalam berbagai kewajiban yang harus dipenuhi. Seseorang yang tidak taat aturan tentu saja akan merasa malu jika tidak mentaatinya. Ada budaya malu yang diciptakan ketika aturan tidak ditaati, hal ini karena rasa memiliki akan tobo tersebut sangat tinggi di kalangan anggota.

Batobo konsi semakin penting ketika fungsinya juga diperluas ke dalam pendidikan. Batobo konsi acapkali dimanfaatkan untuk menambah wawasan dalam bidang pertanian. Melalui pertemuan-pertemuan, seringkali disandingkan dengan penyuluhan-penyuluhan. Selain itu juga dimanfaatkan untuk melestarikan adat dengan memanfaatkan pertemuan untuk mendiskusikan dan menanamkan serta mengenal adat. Batobo juga dimanfaatkan untuk mengajarkan bagaimana cara berinteraksi dan beradaptasi dengan masyarakat di lingkungan sekitar. Serta bagaimana bersosialisasi sebagai manusia yang beradab.

Artikel ini telah dimuat di harian Singgalang pada Minggu, 29 Juli 2018.