Menggairahkan Kembali Silek di Solok Selatan

0
1297

Kondisi silek tradisi akhir-akhir ini sudah semakin memprihatinkan. Untuk itu perlu digairahkan kembali, tidak saja untuk lebih dikenal tapi juga diajarkan kepada generasi muda. Hal ini penting mengingat silek tradisi sarat nilai yang masih relevan dalam pembangunan karakter. Seperti silek tradisi di Kabupaten Solok Selatan.

Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat baru-baru ini mengadakan pendataan silek tradisi di Kabupaten Solok Selatan. Dari hasil pendataan tersebut terdapat sekitar 12 aliran silek tradisi yang masih eksis dan puluhan sasaran sebagai wadah pengembangan silek. Kedua belas aliran tersebut yakni silek pedang abai, silek pangian, silek taralak, silek colau, silek katiani, silek luncu, silek koto anau, silek kumango, silek tuo lubuk gadang yang juga dikenal silek langkah ampek, silek paninjauan atau junjung sirih, silek harimau (termasuk silek kucing putiah), silek tuo sungai pagu.

Silek tradisi tersebut mempunyai pertemuan rutin dan melibatkan semua aliran. Pada tiap pertemuan, para anak sasian menampilkan silek yang diperolehnya dari sasaran dimana mereka belajar. Uniknya, pertemuan rutin tersebut setiap aliran menampilkan masing-masing gerakan tanpa ada rasa bersaing antar aliran atau antar sasaran. Semua menampilkan geraknya hanya untuk menunjukkan sekaligus belajar menghargai perbedaan masing-masing. Tidak ada persaingan maupun konflik antar aliran, juga tidak ada adu kekuatan diantara mereka.

Hal ini bisa dikatakan sebagai praktek yang jauh lebih maju karena pada masa lampau silek tradisi identik dengan persaingan dan saling unjuk kekuatan. Pada masa lalu, silek memang tidak lepas dari upaya membela diri dari berbagai macam ancaman seperti perang suku, kehidupan alam liar dan berbagai hal lain. Sehingga penguasaan silek pada masa lalu tidak lebih sebagai pertahanan diri maupun sebagai paga parik nagari Lama kelamaan gengsi antar aliran juga timbul seiring berkembangnya aliran silek. Sehingga sering timbul persaingan antar aliran untuk memastikan siapa yang lebih kuat.

Baca juga: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbsumbar/silek-pusako-nagari-abai/

Munculnya pahimpunan tuo silek tradisi Minangkabau ditengarai sebagai tunas awal munculnya pemikiran baru mengenai silek tradisi. Memang, melalui aktivitas yang ditunjukkan pahimpunan, aliran-aliran silek tidak lagi unjuk kekuatan ketika bertemu satu sama lain. Pahimpunan malah mencoba menyatukan sileksilek tradisi dalam satu wadah silaturahmi yang satu sama lain dapat saling melengkapi. Selain itu, pahimpunan juga bermaksud untuk menggaungkan silek tradisi sebagai warisan budaya yang dikenal hingga ke manca negara.

Pahimpunan lalu mengubah mindset bersaing menjadi bersilaturahmi. Ajang silaturahmi ini diimplementasikan dengan mengadakan pertemuan secara berkala. Kadang kala mereka memanfaatkan pertemuan tersebut hanya sebagai pertemuan membahas perkembangan silek tradisi. Mereka juga  mengadakan festival silek yang menampilkan seluruh anak sasian yang ada pada sasaran yang tergabung dalam pahimpunan. Hingga akhir-akhir ini, setiap festival bisa melibatkan 400 orang anak sasian.

Ide dan inisiatif melahirkan perhimpunan secara langsung maupun tidak telah mendorong gairah silek di Kabupaten Solok Selatan. Sebagaimana pengakuan pak Sakirman, seorang tuo silek di Solok Selatan menyatakan bahwa adanya perhimpunan telah mendorong semakin banyaknya anak-anak yang ingin belajar silek. Rata-rata sasaran-sasaran silek yang sebelumnya telah lama vakum kemudian diaktifkan kembali. Adanya pahimpunan setidaknya telah membuka wadah untuk menampilkan silek tersebut. Beberapa dari aliran tersebut juga sudah merasakan tampil di berbagai perhelatan baik di dalam maupun di luar daerah.

Pentingnya belajar silek tidak melulu berkaitan dengan gerak atau bela diri. Hal yang paling penting dalam silek adalah kontrol perilaku dalam masyarakat. Dalam adab silek dikenal balahia babatin. Secara luas istilah tersebut mencoba membina hubungan baik antar sesama manusia dan Tuhannya. Sehingga dalam silek dikenal norma-norma dan aturan yang tidak saja diterapkan di lingkungan sasaran tapi terutama di lingkungan masyarakat. Aturan silek yang paling utama adalah menambah teman dan tidak mencari lawan. Intinya, menguasai ilmu silek juga harus menjaga diri untuk tidak pongah, sabar dan  harus menahan diri. Menguasai ilmu silek harus tetap menjaga silaturahmi antar sesama.

Kembali mekarnya berbagai aliran dan sasaran silek tradisi di Solok Selatan menjadi kabar baik dalam pembangunan karakter generasi muda kini. Melalui belajar setidaknya telah dapat menyerap ilmu kemasyarakatan yang diajarkan di sasaran-sasaran. Hal ini juga kemudian diterapkan bagaimana bersosialisasi dan berkomunikasi di lingkungan masyarakat. Lebih dari itu, ajaran silek telah menerapkan bagaimana seharusnya bersikap kepada guru dan menghormati gurunya. Nilai-nilai ini menjadi sangat relevan dan urgen dalam kondisi masyarakat kini yang telah banyak dipengaruhi budaya luar.

Namun demikian, tantangan untuk menjaga eksistensi silek tradisi tersebut tidaklah mudah. Berbagai kendala dihadapi seperti: pertama,  kurangnya dana operasional. Dana operasional memang sangat dibutuhkan oleh sasaran. Contoh kecil penggunaan dana ini adalah untuk memenuhi minum para anak sasian ketika latihan. Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan untuk menghadiri undangan-undangan tampil ke luar daerah. Persoalan ini semakin sulit karena para tuo silek maupun tuo laman hanya berprofesi sebagai petani yang tidak cukup kuat membiayai operasional tersebut.

Kedua,  kurangnya minat anak muda. Munculnya beragam seni beladiri dari luar telah negeri sedikit banyak telah mengubah persepsi anak muda terhadap silek tradisi. Anak muda sekrang lebih memilih karate, kungfu dan seni beladiri lain untuk dipelajari dari pada silek tradisi. Menurut masyarakat Solok Selatan, salah satu kelemahan silek tradisi dalam menghadapi kehadiran seni beladiri tersebut adalah bahwa silek tradisi tidak bisa dipertandingkan. Silek tradisi dengan berbagai isi di dalamnya tidak relevan untuk dipertandingkan.

Ketiga, kurangnya wadah sebagai penyaluran bakat hasil belajar. Pahimpunan tuo silek memang telah memulai langkah baru dalam menjaga keberadaan silek tradisi. Berbagai pertemuan dan perhelatan acara juga telah dibuat untuk menyalurkan ketrampilan para anak sasian. Namun, acara yang dihelat oleh perhimpunan saja tidaklah cukup. Perlu banyak festival dan even-even seperti even pariwisata dan budaya untuk mewadahi keterampilan para anak sasian. Sehingga melalui even-even tersebut, anak muda lebih tertarik untuk mempelajari kembali silek tradisi.

Keempat,  eksistensi tuo silek yang semakin hari semakin berkurang, masih tertutupnya para tuo silek dalam mengajarkan ilmu silek serta penerusnya yang semakin berkurang menambah daftar tantangan pelestarian silek di masa mendatang.

Beberapa tantangan di atas tentu saja hanyalah sebagian dari banyak kendala yang dihadapi silek tradisi dalam menjaga eksistensinya. Namun, beberapa tantangan tersebut dapat menjadi celah kecil untuk menawarkan peluang dan dukungan sehingga dapat lebih menggairahkan kembali silek tradisi. Langkah awal yang telah dibangun oleh pahimpunan perlu disokong lebih aktif untuk mendorong silek tradisi Minangkabau menjadi lebih dikenal.

Oleh: Firdaus Marbun

Artikel ini sudah diterbitkan di Harian Umum Singgalang pada 19 Agustus 2018