Laut memang selalu menawarkan manfaat dan tantangan tersendiri. Manusia ketika berhadapan dengan laut harus selalu siap menerjemahkan manfaat dan tantangan tersebut. Terlebih bagi yang hidup dan menggantungkan hidup sebagai nelayan. Adaptasi yang baik akan sangat menentukan manusia dapat bertahan hidup atau malah menjadi korban.
Air yang tenang, ombak besar serta badai menjadi tantangan utama yang tidak bisa dilepaskan dari laut. Setiap nelayan harus selalu siap menghadapi segala kemungkinan dan hal itu tidak bisa dipastikan kapan datangnya. Kondisi ketidakpastian tersebut kemudian mendorong masyarakat nelayan untuk menciptakan kearifan-kearifan baru untuk bisa bertahan hidup dan mengambil manfaat yang ditawarkan laut.
Demikian halnya dengan masyarakat di Nagari Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Mayoritas penduduk disana hidup sebagai nelayan dan menggantungkan hidupnya di laut. Disana, air pantai cukup tenang karena berada diantara pulau-pulau. Kedalamannya juga dangkal. Pantai Mandeh menawarkan ikan kecil (ikan teri) yang banyak di perairannya.
Dengan kondisi laut yang tenang seperti itu, maka masyarakat Nagari Mandeh umumnya menggunakan alat kerja yang ideal untuk menangkap ikan-ikan kecil tersebut. Masyarakat Nagari Mandeh menggunakan Bagan Talai sebagai alat kerja utama mereka.
Bagan adalah jaring angkat yang dioperasikan di perairan pantai pada malam hari dengan cahaya lampu sebagai penarik ikan. Untuk memindahkan bagan digunakan perahu, maka dinamakan perahu bagan. Perahu bagan ini beroperasi di laut tenang dan tidak berombak dan khusus dipergunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil atau ikan teri.
Dengan Bagan Talai mereka berangkat ke laut pada sore hari sekitar pukul 17.00 lalu pulang pada pagi hari. Sepanjang malam mereka menjaga jaring talai mereka dan menunggu hingga ikan berkumpul banyak untuk kemudian diangkat. Begitu sehari-hari mereka mengandalkan Bagan Talai untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Proses pembuatan Bagan Talai ini telah diwarisi sejak lama. Belajar dari alam sekitar mereka dan kondisi laut serta berbagai pengalaman menyaksikan perahu-perahu yang pernah singgah di tempat tersebut membuat masyarakat Mandeh kemudian membuat alat tangkap sendiri yang mereka sebut sebagai bagan talai.
Hingga kini Bagan Talai masih dipertahankan di tengah upaya pemerintah menjadikan kawasan mandeh sebagai prioritas pariwisata. Berbagai kapal-kapal baru yang datang dari luar tidak menyurutkan niat masyarakat untuk tetap menggunakan Bagan Talai. Hal inilah yang mendorong Ajisman, salah satu peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat untuk meneliti tentang Bagan Talai.
Ajisman akan melihat bagaimana kemunculan Bagan Talai dan berkembang menjadi alat kerja utama yang diandalkan masyarakat Mande sampai sekarang. Beliau juga akan menjelaskan proses pembuatan bagan tersebut. Pengetahuan budaya menjadi sangat penting untuk digali dalam penelitian ini sebagai salah satu upaya pelestarian nilai budaya khususnya yang berhubungan dengan peningkatan ekonomi masyarakat.