SISTEM PENGETAHUAN LOKAL ORANG MUNA DALAM PENGOBATAN PENYAKIT

0
10123
gsgdrhdfbdfhdfhd

SISTEM PENGETAHUAN LOKAL ORANG MUNA

DALAM PENGOBATAN PENYAKIT

 

THE LOCAL KNOWLEDGE SYSTEMS OF MUNA PEOPLE

IN THE TREATMENT OF DISEASES

 

Faisal

Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar

Alamat Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km.7 Makassar

Telepon (0411) 885119, 883748, Faksimile (0411) 865166

Pos-el: faisal_bpnbmks@yahoo.com

AbstractThis study aims to describe the Muna people local knowledge systems in the treatment of diseases. The method used is descriptive qualitative and the data collection techniques are interviews, observations and literature. The results showed that Muna people had local knowledge of various types of diseases and how to cure them. Treatments of the diseases there are still done traditionally with the aid of shaman and there are treatments that have used the medical personnel. The traditional treatment is done through medicinal herb from leaves, roots and bark. The medicinal herb is drunk to the patient or applied to the wounds. The treatment can be through massaging the sore spot, can also be through a ritual which is equipped with a dish and spells. Treatment of diseases through the ritual is a disease caused by the influence of spirits or the supernatural such as jinn, demons and spirits of ancestors or the dead. Thus, the treatment must be specifically handled by the shaman.

Keywords : Local knowledge, treatment of diseases, shaman

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskipsikan sistem pengetahuan lokal orang Muna dalam pengobatan penyakit.  Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, pengamatan dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang Muna memiliki pengetahuan lokal tentang berbagai jenis penyakit dan cara pengobatannya. Pengobatan penyakit tersebut ada yang masih dilakukan secara tradisional dengan bantuan bisa (dukun) dan ada pengobatan yang sudah menggunakan tenaga medis. Pengobatan secara tradisional dilakukan melalui ramuan obat dari dedaunan, akar-akaran dan kulit kayu. Ramuan obat tersebut diminumkan kepada pasien atau dioleskan pada luka. Pengobatan dapat pula melalui cara memijat atau mengurut pada yang sakit, dapat pula melalui ritual yang dilengkapi dengan sajian dan mantra. Pengobatan penyakit melalui ritual adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pengaruh mahluk halus atau gaib, seperti jin, setan dan arwah leluhur atau orang mati. Dengan demikian pengobatannya harus secara khusus ditangani oleh bisa (dukun).

Kata kunci: Pengetahuan lokal, pengobatan penyakit, dukun

 

PENDAHULUAN

Sistem pengetahuan merupakan salah satu unsur kebudayaan universal, yang ada pada setiap kebudayaan di dunia, baik yang hidup dalam masyarakat pedesaan  yang kecil terpencil maupun dalam masyarakat perkotaan yang besar dan komleks (Koentjaraningrat, 1993:2). Sistem pengetahuan lahir dari hasil pengalaman dan daya kreativitas masyarakat untuk digunakan sebagai petunjuk atau pedoman dalam melakukan aktivitas demi kelangsungan hidup sehari-hari. Sistem pengetahuan tersebut diwariskan dari suatu generasi kegenerasi berikutnya. Dalam proses pewarisan, sistem pengetahuan tidak diterima begitu saja melainkan telah teruji kebenarannya berdasakan pada berbagai peristiwa dan pengalaman hidup yang berulang-ulang dialami, seperti didengar, dilihat dan dirasakan, baik dari sendiri maupun dari orang lain.

Sebagai suatu petunjuk atau pedoman, sistem pengetahuan memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang sifatnya umum dan kadang kala yang bersifat khusus. Nilai-nilai dalam suatu kebudayaan berada dalam alam emosional setiap orang yang menjadi warga dari kebudayaan bersangkutan. Setiap orang sejak kecil telah diresapi nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya, sehingga konsep-konsep itu sejak lama telah berakar dalam alam jiwa mereka. Sedangkan norma-norma berupa aturan-aturan untuk bertindak bersifat khusus yang perumusannya amat terperinci, jelas, tegas, dan tidak meragukan. Karena sifatnya khusus tersebut, norma-norma dalam masyarakat dapat mengatur tindakan individu sesuai dengan budaya masyarakat setempat.

Sistem pengetahuan berkembang dalam lingkup lokal, menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. Dalam perkembangannya senantiasa melibatkan inovasi internal dan pengaruh eksternal guna menyesuaikan kondisi kekinian. Pengetahuan-pengetahuan yang tidak relevan dan fungsional dengan kondisi perkembangan masyarakat bersangkutan akan ditinggalkan dan dilupakan oleh masyarakat pendukungnya.

Setiap masyarakat memiliki sistem pengetahuan relatif banyak sesuai dengan  nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat bersangkutan. Misalnya, sistem pengetahuan tentang astronomi, pengetahuan tentang ekonomi dan mata pencaharian, pengetahuan tentang lingkungan alam, pengetahuan tentang berbagai ritual dan sebagainya. Dalam artikel ini, kajian sistem pengetahuan difokuskan pada pengobatan penyakit.

Dulu, pengetahuan tentang pengobatan hanya mengandalkan pada pengobatan tradisional dengan ramuan obat yang diambil dari lingkungan alam sekitar. Daun-daun, akar-akaran, kulit kayu dan sebagainya merupakan bahan ramuan obat kelihatannya sangat sederhana. Demikian pula cara meramu obat juga dilakukan secara sederhana, sehingga kelihatannya ramuan obat tersebut kurang mujarab. Namun demikian, pengobatan tradisional senantiasa disertai mantra yang diyakini masyarakat setempat sebagai pelengkap kesempurnaan khasiat obat agar dapat mujarab dan manjur mengobati penyakit. Sejalan dengan perkembangan teknologi di bidang kesehatan melahirkan berbagai obat paten yang banyak dijual bebas di pasaran. Kondisi seperti itu membuat pengobatan tradisional mulai ditinggalkan, kecuali penyakit-penyakit yang sulit disembuhkan dengan pengobatan medis. Pada masyarakat tradisional, terdapat beberapa penyakit yang dianggap tidak dapat diobati oleh dokter, sehingga pengobatannya harus melalui dukun. Berbagai penyakit seperti itu disebabkan oleh kemasukan roh leluhur, kena guna-guna dan sebagainya.

Sejalan dengan perkembangan modernisasi, mau tidak mau harus diterima dan menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Perubahan budaya tidak bisa dihindari, sehingga identitas budaya lokal mengikis dan pudar. Akhirnya, budaya lokal yang dimiliki oleh setiap suku bangsa atau kelompok masyarakat akan hilang menyesuaikan diri dengan budaya global. Berdasarkan hal tersebut, perlunya ada kajian mendalam terhadap budaya lokal guna menjaga kelestariannya. Selain itu budaya lokal terutama pengobatan tradisional dapat diangkat sebagai muatan dalam pembentukan karakter dan jati diri bangsa.

Berdasarkan latar tersebu di atas, Fokus masalah dalam artikel ini adalah “Bagaimana sistem pengetahuan lokal orang Muna dalam mengobati penyakit”? sehubungan dengan hal tersebut ada dua konsep yang dapat digunakan untuk memahami permasalahan tersebut, yaitu konsep pengetahuan lokal dan pengobatan tradisional.

Pengetahuan merupakan kapasitas manusia untuk memahami dan menginterpretasi hasil pengamatan dan pengalaman mereka, sehingga dapat digunakan untuk meramalkan ataupun sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Pengetahuan lahir dari proses belajar yang didalamnya mencakup pemahaman dan interpretasi yang masuk akal. Namun pengetahuan bukanlah merupakan kebenaran yang bersifat mutlak. Geertz (2003:27) menyatakan, bahwa pengetahuan lokal  adalah konsep-konsep yang bersumber dari fakta dan hukum-hukum sosial yang diwariskan secara kultural membentuk perilaku. Pengetahuan lokal diperoleh dari pengalaman adaptasi secara aktif pada lingkungan diwariskan secara turun temurun menjadi sebuah kegiatan lingkungan yang terbukti efektif dalam keseimbangan manusia dengan lingkung alam dan lingkungan sosial. Sejalan dengan itu, Warren (dalam Adimiharja, 2004:62) menyatakan, bahwa pengetahuan lokal merupakan seperangkat ekspresi budaya khusus, yang didalamnya terdapat urutan nilai (value), etika (ethic), norma-norma (norms), aturan (rules) dan kemampuan masyarakat (skill of society), yang bermanfaat dalam pemenuhan  tuntutan kebutuhan  hidupnya.

Pengetahuan tentang obat dan cara pengoatan terhadap penyakit merupakan kearifan lokal suatu masyarakat tertentu untuk mengatasi persoalan penyakit yang sering diderita warga masyarakat setempat. Obat-obat yang digunakan merupakan ramuan dari berbagai tumbuhan termasuk semak belukar. Tumbuhan tersebut ada yang diambil daunnya, akarnya, buahnya, batannya atau kulit rantinnya. Meramu obat juga bermacam-macam, ada yang dimasak dengan air, ada yang diremas langsung digunakan dan sebagainya. Pada umumnya obat tradisional digunakan disertai dengan mantra-mantra agar khasiatnya lebih manjur.

Menurut tradisi lisan yang berkembang pada daerah-daerah tertentu, awalnya pengobatan tradisional berkembang dalam istanah kerajaan. pengobatan tradisional mulanya digunakan untuk meningkatkan keperkasaan raja-raja terutama yang memiliki banyak selir. Demikian pula obat tradisional digunakan untuk menambah kecantikan istri-istri raja. Obat tradisional tersebut kemudian dikembangkan untuk mengobati berbagai penyakit, baik yang sifatnya medis maupun non-medis (guna-guna dan kemasukan roh leluhur) (Reksodihardjo dkk., 1991:2).

Obat tradisional dalam usaha menata tata kehidupan masyarakat terutama yang tinggal di pedesaan, tidak sedikit peranannya dalam pemeliharaan kesehatan. Terlebih lagi dengan hadirnya beberapa “apotik hidup”, menjadi faktor dominan dalam mengantar perkembangan obat-obatan dan pengobatan tradisional di negara ini. Apotik hidup merupakan sejumlah tanaman obat pilihan yang ditanam di halaman rumah atau lingkungan tempat tinggal masyarakat, dipergunakan sebagai lumbung obat. Meskipun ada pihak-pihak tertentu yang menganggap apotik hidup kurang berkenang terutama jika dikaitkan dengan tempat tinggal apoteker. Bagi pengobatan tradisional terutama di pedesaan, setiap rumah memiliki halaman luas untuk dijadikan apotik hidup (Sutrisno, 1986:9).

 

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif, yaitu menjelaskan dengan menguraikan tentang sistem pengetahuan lokal orang Muna dalam pengobatan penyakit. Untuk menguraikan hal tersebut, dikumpulkan sejumlah data yang berkaitan dengan pemahaman masyarakat tentang penyakit dan pengobatannya. Kegiatan pengumpulan data digunakan teknik pengamatan terhadap jenis tetumbuhan dan cara meraciknya untuk dijadikan obat. Demikian pula cara pengobatannya pada setiap penyakit, yang dilakukan oleh keluarga pasien atau dukun.

Cara kedua dalam pengumpulan data dilkukan dengan mengadakan serangkaian wawancara. Beberapa cara yang dipakai dalam kegiatan wawancara dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan berpola, di samping wawancara bebas dan terfokus. Wawancara dilakukan terutama terhadap dukun, baik dukun berobat maupun dukun bayi. Selain itu wawancara dilakukan pula terhadap beberapa orang dewasa, baik laki-laki maupun wanita berkaitan dengan pemahaman mereka tentang tanaman obat, penyakit dan cara pengobatannya.

Sebagai pelengkap dalam pengumpulan data dilakukan pula pendekatan studi pustaka yang bertujuan untuk melengkapi data yang didapat dilapangan, sekaligus untuk mempertajam analisis data. Hasil studi pustaka didapat sejumlah referensi yang pada umumnya merupakan buku hasil telaah dan penelitian yang berkaitan dengan tema tulisan ini.

 

PEMBAHASAN

Identifikasi Desa Bolo

Desa Bolo terletak sekitar 3 km dari Ibu kota Kecamatan Lohia, atau berjarak sekitar 15 km dari Raha ibu kota Kabupaten Muna. Desa tersebut berada pada batas-batas wilayah, yaitu di sebelah utara berbatasan dengan Desa Ghonsume, di sebelah timur berbatasan dengan Desa Kondongia, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Mantabua (Kecamatan Tongkuno), dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Liangkabori.

Secara geografis, Desa Bolo terletak di kawasan perbukitan dengan ketinggian sekitar 200 – 350 meter di atas permukaan air laut. Di bukit-bukit yang tinggi merupakan tanah tandus yang berbatu kapur. Di bukit tersebut tidak dikelola, sehingga ditumbuhi rerumputan dan semak belukar. Banyak di antara tetumbuhan tersebut merupakan obat, yang akarnya, batangnya, daunnya dijadikan ramuan bagi masyarakat setempat untuk mengobati berbagai penyakit. Oleh karena letaknya berada di kawasan perbukitan, member pengaruh terhadap temperatur udara yang segar dan sejuk. Namun kadang kala pula udaranya relatif panas terutama pada musim kemarau karena kondisi tanah kering dan berbatu. Temperatur udara rata-rata antara 220C sampai dengan 320C, dengan kelembaban udara antara 52% sampai dengan 76%. Kondisi geografis dan temperatur udara tersebut memungkinkan desa tersebut sangat cocok untuk pengembangan komoditas perkebunan jambu mente dan palawija terutama jagung, dan kacang-kacangan.

Berdasarkan data pada papan potensi Desa Bolo pada tahun 2013 menunjukkan bahwa luas wilayah desa ini tercatat 430,40 ha. Luas  tersebut terdiri atas 201,80 ha kebun jambu mente, 83 ha ladang, pemukiman 41,20 ha, dan sisanya diperuntukkan untuk saran jalan, lapangan, kuburan dan sebagainya, serta terdapat pula lahan terlantar tidak dikelola karena berupa bukit batu dan semak belukar. Banyaknya lahan terlantar mengakibatkan banyak tetumbuhan semak belukar, yang sebagian di antaranya merupakan tanaman obat. Bila dilihat tingkat kesuburan tanah di desa ini termasuk tanah tandus dan gersang karena kondisi tanahnya berbatu dan tidak terdapat pengairan dan mata air. Bedasarkan hal tersebut mengakibatkan hanya komoditas tertentu saja yang dapat tumbuh subur dan berproduksi. Demikian pula untuk tanaman palawija juga terbatas, kebanyakan hanya jagung untuk makanan pokok dan sayur mayur.

Sebagai wilayah pedesaan, Desa Bolo mengalami beberapa fasilitas lingkungan yang belum tersedia secara memadai terutama air bersih. Sebagai desa yang tidak memiliki sungai dan sumber mata air termasuk leden, sehingga masyarakat selalu kekurangan air besih terutama pada musim kemarau. Kondisi tersebut kadang kala memengaruhi keadaan kesehatan masyarakat, yang mengakibatkan munculnya berbagai penyakit terutama pada saat perubahan musim, dari musim kemarau ke musim penghujan atau sebaliknya.

Penduduk Desa Bolo termasul suku bangsa Muna. Pada pertegahan tahun 2013 jumlah penduduk desa tersebut tercatat 1.851 jiwa, terdiri atas 850 jiwa laki-laki dan 1.001 jiwa perempuan. Penduduk tersebut berada dalam 492 kepala keluarga (KK). Atau dengan kata lain, setiap keluarga rata-rata terdii atas 3 – 5 orang. Penduduk asli desa tersebut termasuk kelompok suku bangsa Muna. Dalam pergaulan sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga maupun pergaulan dalam masyarakat senantiasa menggunakan bahasa daerah Muna. Penggunaan bahasa Indonesia sangat jarang digunakan, kecuali dalam lingkungan formal, seperti sekolah dan kantor.

Penduduk Desa Bola seluruhnya menganut agama Islam, namun mereka masih mempercayai tahayul yang berkembang pada masa lalu sebagai warisan leluhurnya. Berbagai tahayul itu adalah: (1) Kepercayaan akan roh dan jin yang sering mengganggu manusia. Gangguan dari roh dan jin itu membuat manusia jatuh sakit bahkan meninggal dunia bila tidak cepat diobati. Pengobatannya tidak dilakukan secara medis, melainkan secara non medis atas bantuan bisa (dukun). Menurut kepercayaan masyarakat ada beberapa jenis roh dan jin, namun yang paling terkenal adalah mantiana dan kandoli. Mantiana adalah roh yang berbentuk burung yang hanya dapat didengar pada malam hari. Burung tersebut bukanlah sungguhan, tetapi merupakan buatan manusia yang sengaja dibuat untuk membunuh orang yang tidak disenangi. Mantiana dibuat dari kulit jagung atau daun tebu, dibuat dalam bentuk burung. Diletakkan dua buah jarum sebagai kakinya, lalu diucapkan mantra dan ditiupkan pada mantiana. Burung tersebut kemudian hidup dan terbang di rumah yang akan dibunuh. Selama burung tersebut terbang, mengeluarkan bunyi yang tidak lasim didengar dan masyarakat sudah memahami tentang bunyi burung tersebut. Bila orang yang akan dibunuh tersebut pintar menangkalnya, maka ia mengucapkan mantra dan meniupkan ke arah bunyi tersebut. Burung tersebut akan jatuh dan mati. Cara lain untuk menangkal buruh tersebut adalah menggantung sebuah botol di depan pintu yang di dalamnya telah diberi mantra. Bila mantina datang untuk maksud membunuh tuang rumah, maka dalam jarak 40 meter dari rumah, burung tersebut akan jatuh dan mati; (2) Kepercayaan akan arti suara burung terutama yang berbunyi pada malam hari. Ada beberapa jenis burung yang suaranya dapat memberi arti dalam kehidupan masyarakat, misalnya burung kiu yang berbunyi satu kali di depan rumah sebagai pertanda si pemilik rumah akan mendapat marah bahaya; burung kuhu-kuhuti yang berbunyi sekali di dekat dapur sebagai pertanda akan terjadi marah bahaya di dalam rumah tersebut karena itu harus segerah pindah rumah; burung ghara yang berbunyi sekali di depan rumah sebagai pertanda si pemilik rumah akan terkena bahaya di manapun berada; (3) Kepercayaan terhadap mimpi-mimpi tertentu akan memberi makna dalam kehidupan mereka. Bila dalam mimpinya ia melihat lubang besar di kolong rumahnya, maka pertanda ada orang yang akan meninggal di dalam rumah; Bila bermimpi rumahnya dibongkar, maka pertanda si pemilik rumah akan menghadapi banyak kesulitan; Bila bermimpi salah satu penyanggah rumahnya patah, maka pertanda salah satu anaknya akan meninggal; Bila bermimpi salah satu balok pada bubungan rumahnya patah, maka kemungkinan ia sendiri atau isterinya (suaminya) yang akan meninggal; bila bermimpi sebuah bukit atau gunung di halaman rumahnya, maka akan mendapat banyak rezeki; (4) Kepercayaan terhadap sihir yang akan mengganggu kehidupan seseorang menjadi sakit bahkan meninggal dunia. Sihir dijalankan oleh wurake (tukang sihir), baik laki-laki maupun perempuan yang beroperasi pada malam hari. Tukang sihir tersebut menghendaki seseorang untuk menderita sakit bahkan meninggal dunia. Sasaran tukang sihir lebih banyak pada anak-anak yang masih kecil. Oleh karena itu, anak-anak dijaga ketat terutama pada malam hari; (5) Kepercayaan terhadap kesalahan pada pemasangan balok atau  mata balok pada peralatan rumah yang bermakna buruk. Akibat dari kesalahan dan mata balok tersebut dapat mengakibatkan sakit penghuni rumah. Bila terjadi seperti itu, diminta bantuan kepada pande ghondo sau (semacam ahli nujun) untuk memeriksa pemasangan balok yang salah atau mata balok yang bermakna buruk. Untuk menyembuhkan si sakit, balok yang salah pasang harus dibetulkan, dan mata balok yang bermakna buruk harus diganti (Couvreur, 2001:189).

 

 

Berbagai Penyakit dan Pengobatannya

 

Masyarakat  Bolo memahami nolea (penyakit) sebagai suatu gangguan kesehatan yang dapat mengakibatkan orang meninggal dunia. Seseorang yang sakit dapat disebabkan oleh penyakit tertentu. Ada penyakit yang dapat disembuhkan melalui ramuan obat, melalui pijatan atau diurut, melalui upacara-upacara yang dilengkapi dengan sajian dan mantra. Secara garis besarnya jenis penyakit dapat dibagi atas dua bagian, yaitu: (1) penyakit yang tampak secara fisik, tidak perlu memerlukan diagnosa untuk mengetahuinya; dan (2) penyakit yang tidak tampak secara fisik sehingga memerlukan diagnosa melalui bantuan bisa (dukun pengobatan, laki-laki atau perempuan) dan sando (dukun beranak, perempuan), penyakit seperti itu biasanya terkait dengan faktor magis. Penyakit yang tampak secara fisik dapat diobati dengan ramuan obat tanpa mantra dan dapat dilakukan tanpa bantua bisa atau sando. Penyakit tersebut misalnya luka karena tertusuk kayu atau batu, terkena benda-benda tajam dan sebagainya; luka karena terbakar api atau terkena air panas, gatal-gatal, batuk-batuk, influensa karena perubahan cuaca, dan sebagainya.

Penyakit yang berkaitan dengan faktor magis, masyarakat setempat memahaminya sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh pengaruh mahluk halus atau gaib, seperti jin, setan dan arwah leluhur atau orang mati. Penyakit seperti itu misalnya demam tinggi, sakit kepala atau perut yang luar biasa, muntah darah, kesurupan atau hilang ingatan, dan sebagainya. Penyakit tersebut memerlukan diagnosa dari bisa atau sando untuk memastikan penyebab dari penyakit tersebut. Salah satu bentuk mahluk gaib yang sering menimbulkan penyakit adalah popoka paraka. Mahluk gaib itu sebenarnya berasal dari manusia yang masih hidup, karena memiliki ilmu hitam sehingga dapat berwujud apa saja sesuai keinginannya. Dapat berwujud seperti anjing, kucing, kambing, atau benda-benda apa saja, bahkan dapat berubah-ubah bentuk. Mahluk gaib itu sasarannya adalah ibu yang baru saja melahirkan atau anak bayi yang baru saja dilahirkan.  Mahluk gaib tersebut takut pada bau bawang merah dan bawang putih. Bagi orang tua yang pintar tentang kelemahan popoka paraka, akan mudah menaklukkannya. Bila memergoki mahluk gaib tersebut, maka akan memukulnya dengan batang atau tangkai kelor sebanyak sekali saja. Dengan sekali pukulan tanpa diulangi lagi, maka popoka paraka tersebut akan meninggal. Setelah meninggal, popoka paraka tersebut akan berwujud manusia.

Selain popoka paraka, ada pula mahluk halus yang dapat diperintah oleh seseorang untuk  menyakiti orang lain.  Perbuatan seperti itu disebut sihir, sehingga orang yang disakiti sering disebut kena guna-guna. Orang yang kena guna-guna kadang kala tidak sadarkan diri, bagaikan orang gila. Selain itu, ada pula mahluk halus yang tinggal di pohon atau batu besar juga dapat menyebabkan orang sakit, seperti sakit perut atau sakit kepala yang sangat berat. Untuk mengobati jenis penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan medis, tetapi harus dilakukan dengan perantaraan bisa yang memiliki ilmu sakti untuk mengusir mahluk halus yang ada dalam tubuh si sakit.

Berdasarkan sistem pengetahuan masyarakat Bolo, setiap penyakit pasti ada obatnya. Oleh karena itu setiap penyakit akan senantiasa diupayakan untuk diobati, baik melalui pengobatan secara medis maupun secara tradisional termasuk secara magis. Setiap penyakit memiliki gejala dan penyebab masing-masing, walaupun gejalanya ada sebagian yang mirip satu sama lain. Karena gejala dan penyebabnya berbeda, sehingga pengobatannya pun juga berbeda. Berikut beberapa jenis penyakit beserta cara pengobatannya yang biasa dilakukan oleh masyarakat setempat.

 

  1. Khabela atau okanda (luka)

Khabela atau biasa pula disebut okanda merupakan salah satu jenis penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Bolo, baik anak-anak maupun orang dewasa. Karena keteledoran atau kurang hati-hati dalam melakukan aktivitas, sehingga dapat menyebabkan luka pada tubuh mereka terutama pada bagian kaki dan tangan. Luka biasanya disebabkan karena terkena benda tajam, seperti pisau, parang, pecah beling, paku dan sebagainya; atau kadang kala terkena benda-benda keras, seperti batu, kayu, besi dan sebagainya. Gejala penyakit tersebut dimulai terasa sakit atau perih ketika luka, kemudian terjadi robekan pada bagian kulit dan mengeluarkan darah. Menurut masyarakat setempat, penyakit ini merupakan penyakit biasa, tidak menular dan dapat disembuhkan dengan cara pengobatan tradisional atau medis.

Cara pengobatannya adalah mengunakan daun-dunan, seperti roono patiwala, kombo-kombo, odana dan sebagainya. Daun-daun tersebut mudah didapatkan di sekitar rumah penduduk. Pohonnya banyak tumbuh di halaman, kebun, maupun di semak belukar. Daun tersebut diambil beberapa lembar kemudian dibersihkan lalu doramasie (diremas-remas) menggunakan telapak tangan hingga hancur, setelah itu diperas hingga mengeluarkan air dan diteteskan pada luka. Kalau lukanya lebih besar hendaknya ditetesi obat lebih banyak lalu dibalut dengan kain bersih. Hal itu dilakukan kapan saja, tetapi sebaiknya pada pagi dan sore hari karena daun-daun tersebut banyak mengandung sat cair. Pengobatan diusahakan dilakukan dua atau tiga kali sehari hingga sembuh.

 

  1. Notikantunu (luka bakar)

Penyakit notikantunu biasanya disebabkan karena pasien terkena api atau barah api, ataukah benda-benda panas lainnya, seperti peralatan dapur yang panas, air mendidih dan sebagainya. Penyakit tersebut dapat saja mengenai siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa, akibat kurang hati-hati dalam beraktivitas terutama pada saat menyalakan api dan memasak. Bagian tubuh atau kulit yang terkena benda panas atau api terasa perih dan sakit, kemudian timbul gelembung yang berisi cairan. Ada kalanya gejala penyakit tersebut tanpa didahului gelembung yang berisi cairan, tetapi langsung kulitnya hangus terkelupas.

Berdasarkan pengetahuan masyarakat setempat, penyakit tersebut dikategorikan sebagai penyakit biasa, tidak menular dan dapat diobati sendiri secara tradisional dengan ramuan obat dari dedaunan atau tetumbuhan. Cara pengobatannya adalah menggunakan daun atau tangkai pohon weaifi. Daun atau tangkai pohon tersebut gheono (dibakar) hingga hangus menjadi arang. Arangnya ditumbuk halus kemudian diberi air secukupnya hingga menyerupai salep. Obat tersebut kemudian dohawoleie (dioleskan) pada luka yang terbakar. Hal itu dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali sehari hingga sembuh.

 

  1. Nolea fotu (sakit kepala)

Penyakit nole fotu dapat menyerang siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa. Penyakit ini biasanya disebabkan karena masuk angin, kena hujan, banyak pikiran, mabuk dan sebagainya. Gejala penyakit ini adalah kepala terasa sakit yang biasanya disertai dengan perut mual. Menurut pemahaman masyarakat, penyakit ini dikategorikan sebagai penyakit biasa, tidak menular dan dapat diobati sendiri secara tradisional.

Cara pengobatan penyakit tersebut menggunakan akar ilalang yang disebut parakano ounda dan roono paria (daun paria). Akar ilalang diambil secukupnya disemak belukar dengan mencabutnya atau menggunakan linggis. Akar ilalang tersebut dicuci dengan air bersih kemudian dicampur daun paria yang diremas terlebih dahulu. Kedua bahan ramuan obat tersebut direndam selama lima belas menit ke dalam air bersih secukupnya. Air rendaman tersebut kemudian diteteskan pada kedua bola mata pasien. Hal itu dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali sehari hingga sembuh.

  1. Ongkaredu (demam)

Ongkaredu atau biasa pula disebut osodo-sodo merupakan salah satu penyakit yang sering mengganggu kesehatan masyarakat setempat, baik anak-anak maupun orang dewasa. Gejala penyakit demam adalah seluruh tubuh pasien terasa panas. Untuk mendeteksinya biasanya menggunakan telapak tangan yang diletakkan di dahi pasien. Penyakit demam biasanya pula disertai dengan sakit kepala dan mual-mual. Demam yang sangat tinggi biasanya pula membuat si penderitanya kejang-kejang, mata membelalak, atau mengeluarkan air mata.

Berdasarkan pengetahuan masyarakat setempat, penyakit demam biasanya disebabkan perubahan musim terutama dari musim kemarau ke musim penghujan. Biasa pula disebabkan karena kemasukan angin terutama pada malam hari, kena hujan dan sebagainya. Untuk mengobati penyakit tersebut biasanya menggunakan ramun obat yang terdiri atas parakano ounda (akar rumput ilalang), kulit pohon libo, dan kulit pohon haghuse-ghuse. Bahkan ada yang membuat ramuan obat dari 44 jenis dedaunan dan kulit kayu. Obat tersebut dianggap paling mujarab untuk mengobati demam terutama demam tinggi.

Cara meramu obat tersebut, pertama-tama pohon libo dan pohon haghuse-ghuse dikeruk kulitnya dengan menggunakan pisau atau parang. Jumlah kerukan relatif banyak kemudian diremas-remas bersama akar rumput ilalang di dalam mangkuk yang telah diisi air sebanyak satu gelas. Setelah itu didiamkan beberapa menit kemudian disaring kedalam gelas lalu diminumkan kepada pasien. Hal itu dilakukan sebanyak tiga kali sehari hingga pasien sembuh.

 

  1. Domarangkuni (penyakit kuning)

Penyakit kuning dalam bahasa ilmiah disebut dengan icterus atau jaundice, merupakan penyakit karena adanya perubahan pada warna kulit, bagian putih pada mata dan kelenjar ludah. Penyakit kuning jarang ditemukan dalam masyarakat, karena wabah penyakit ini kurang menyerang orang dewasa. Kebanyakan yang dijangkiti penyakit kuning adalah bayi yang baru lahir dan anak-anak, namun orang dewasa pun juga sering dijangkiti penyakit kuing. Penyakit kuning yang menyerang bayi biasanya sejak berusia tiga hari setelah dilahirkan. Gejalanya tampak, seperti kulit bayi yang sebagian berubah menjadi warna kuning, bobot bayi yang sedikit menurun. Namun demikian, penyakit kuning tersebut biasanya hilang dengan sendirinya setelah pemberian ASI (air susu ibu). Oleh karena ASI dapat memberikan sistem kekebalan tubuh yang baik pada bayi, dan ASI dapat menangkal radikal bebas dan serangan penyakit yang mudah menyerang bayi. Bagi orang dewasa, penyakit kuning yang menyerangnya biasanya disebabkan karena gaya hidup seseorang yang kerap kali mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang cukup tinggi.

Menurut pemahaman masyarakat setempat, penyakit domarangkuni merupakan penyakit luar biasa yang dapat membahayakan si penderita. Gejala penyakit ini adalah air seni si penderita berwarna kuning, kuku, mata dan muka pucat dan berwarna kekuning-kuningan. Secara medis, penyakit ini disebabkan karena adanya gangguan organ tubuh bagian dalam, yaitu berlebihnya cairan empedu di dalam darah manusia. Bilamana cairan empedu dalam tubuh melebihi kapasitas normal, maka empedu akan pecah dan bercampur dengan darah kemudian akan mempengaruhi perubahan pada warna kulit dan mata menjadi kuning. Selain itu penyakit kuning juga banyak disebabkan karena kurang istirahat, terlalu capek, dan sering kehujanan. Untuk pengobatan penyakit tersebut dapat diobati dengan ramuan obat tradisional yang dilakukan oleh bisa.

Ramuan obat yang digunakan biasanya terbuat dari batang katola ditambah kunyit secukupnya. Kedua bahan obat tersebut dimasukkan dalam panci berisi air sekitar dua atau tiga gelas, kemudian dotoofie (direbus) hingga menjadi satu gelas. Air rebusan disaring dalam gelas kemudian dibacakan mantra oleh bisa lalu diminumkan kepada si penderita. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali sehari hingga sembuh.

 

  1. Ohada (penyakit batuk)

Ada orang yang mengatakan bahwa batuk bukanlah merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernapasan. Batuk juga merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan karena adanya lendir yang berlebihan, makanan, debu, asap dan sebagainya. Namun demikian, batuk merupakan gangguan kesehatan tubuh, sehingga banyak pula yang mengatakan penyakit. Pada umumnya penyakit batuk menyerang anak-anak dan orang dewasa. Penyakit ini dikategorikan sebagai penyakit biasa, dapat menular dan tidak berbahaya, namun bila dibiarkan akan menjadi keras dan mengancam jiwa si penderita. Gejala penyakit ini biasanya didahului dengan influensa, tenggorokan gatal dan demam. Penyebabnya terutama terjadi pada saat perubahan musim dari musim kemarau ke musim penghujan, kehujanan, masuk angin, minum es, debu yang masuk ke dalam saluran pernapasan, ketularan dan sebagainya. Pengobatannya dapat dilakukan sendiri dengan minum ramuan obat tradisonal.

Obat yang diminum diambil dari daun bamalaka (jambu biji) sebanyak tujuh setengah lembar dan daun kadjawa (kapuk) tiga genggam. Seluruh dedaunan tersebut diremas dalam mangkuk yang berisi air satu gelas. Setelah itu, dedaunan tersebut diperas dan ditapis dalam gelas lalu diminum. Hal itu dilakukan sebanyak tiga kali sehari hingga sembuh. Ada pula masyarakat mengatakan bahwa pengobatan penyakit batuk harus dimulai pada hari Jumat, karena penyakit tersebut berkaitan dengan faktof magis. Daun jambu biji yang jumlahnya tujuh setengah lembar dikunya-kunya lalu ditelang airnya. Hal itu dilakukan tiga kali sehari hingga sembuh.

 

  1. Kokahona (influensa)

Penyakit kokahona adalah suatu infeksi virus yang menyebabkan demam, hidung meler, sakit kepala, batuk, tidak enak badan dan peradangan pada selaput lendir hidung dan seluruh pernafasan. Banyak penderita yang merasa sakit sehingga harus tinggal di tempat tidur, mereka merasakan sakit dan nyeri di seluruh tubuhnya, terutama di punggug dan tugkai. Pada awalnya gejala penyakit kokahona dirasakan pada saluran pernafasan atau tenggorokan terasa gatal, rasa panas di dada, batuk kering, bersing-bersing dan hidung berair. Selanjutnya, batuk membesar dan berdahak, kulit teraba hangat dan kemerahan, terutama di daerah wajah. Mulut dan tenggorokan berwarna kemerahan, mata berair dan bagian putihnya mengalami peradangan ringan. Kadang-kadang terjadi mual dan muntah terutama pada anak-anak. Penyakit kokahona umumnya diderita oleh anak-anak dan usia remaja. Penyebabnya hampir sama dengan penyakit batuk, yaitu perubahan musim dari musim kemarau ke musim penghujan, kedinginan, kehujanan, masuk angin, minum es, ketularan dan sebagainya.

Menurut masyarakat setempat, penyakit kokahona merupakan penyakit biasa, menular dan dapat disembuhkan melalui pengobatan sendiri atau melalui bantuan bisa. Obat yang digunakan terbuat dari akar ounda, pohon libbo dan pohon kaghuse-ghuse. Ounda merupakan ilalang yang banyak tumbuh di dekat rumah penduduk, demikian pula pohon libbo dan kaghuse-ghuse. Akar ounda diambil akarnya dengan cara dicangkul atau dicabut langsung kemudian dicuci dengan air bersih. Sedangkan pohon libbo dan kaghuse-ghuse diambil tangkainya lalu dikerut dengan parang atau pisau untuk mengambil kulitnya. Akar dan kulit pohon tersebut diremas didalam mangkuk yang berisi air sekitar satu gelas. Setelah itu ditapis kedalam kelas untuk diminumkan kepada si penderita dan sebagian pula diteteskan pada kedua matanya. Hal itu dilakukan sebanyak tiga kali sehari hingga sembuh.

 

  1. Nenturu dedea (berak-berak)

Penyakit nenturu dedea dapat menyerang siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa. Penyakit ini dikategorikan sebagai penyakit luar biasa, karena dapat membahayakan si penderita. Gejala penyakit ini adalah perut terasa mules bahkan sampai sakit, selalu buang air besar dan encer. Kalau penyakitnya sudah parah, beolnya sudah seperti air dan bahkan disertai darah. Tubuh terasa lemas karena banyak cairan tubuh yang keluar. Untuk menghindari dehidrasi harus banyak minum air putih yang diberi gula pasir dan garam sedikit atau oralit. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh makanan atau minuman yang sudah basih, makanan yang terkena kotoran seperti dihinggapi lalat, terkontaminasi dengan tangan yang kotor dan sebagainya.  Biasa pula disebabkan oleh peralatan makan, seperti piring, sendok, garpu dan sebagainya yang kurang bersih. Bagi anak-anak terutama bayi, biasa pula disebabkan karena botol atau dot yang kurang bersih pada saat dicuci.

Menurut masyarakat setempat, penyakit ini dapat diobati dengan ramuan obat yang terbuat dari tempurung kelapa satu buah yang dibuang sabutnya. Tempurung kelapa tersebut dibakar hingga membara, kemudian baranya dicelupkan ke dalam air sebanyak satu gelas. Air celupan tersebut kemudian diminumkan kepada si penderita. Selain ramuan obat tersebut, dapat juga menggunakan daun kusambi dan daun bamalaka (jambu biji) masing-masing sebanyak tujuh lembar. Daun tersebut direbus ke dalam panci yang berisi dua gelas air, hingga susut menjadi satu gelas. Air rebusan tersebut ditapis ke dalam gelas, kemudian diminumkan kepada si penderita. Hal itu dilakukan tiga kali sehari hingga sembuh.

 

  1. Nenturu dotongka (muntah-muntah)

Muntah-muntah merupakan aksi tubuh untuk mengosongkan lambung secara paksa karena ada iritasi atau inveksi dalam lambung. Menurut masyarakat setempat, penyakit nenturu dotongka merupakan penyakit luar biasa yang dapat membahayakan si penderita. Oleh karena itu harus diobati secara cepat, tepat dan serius baik dilakukan secara sendiri maupun melalui bantuan seorang bisa. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa. Gejala penyakit ini hampir sama dengan penyakit berak-berak, yaitu perut terasa mules bahkan sampai sakit, kepala pusing dan sakit. Penyebabnya adalah masuk angin, demam, keracunan makanan dan sebagainya.

Untuk mengobatai penyakit tersebut dibuatkan ramuan obat yang terdiri atas dua macam, yaitu obat yang dapat diminum dan obat yang dapat dioleskan ke perut si penderita. Obat yang dapat dimunim terbuat dari daun kelapa muda sebanyak tiga lembar direbus dalam panci yang berisi dua gelas air. Daun tersebut direbus hingga susut menjadi satu gelas. Air rebusan tersebut ditapis kemudian diminumkan ke penderita. Hal itu dilakukan sebanyak tiga kali sehari. Untuk obat yang dioleskan ke perut diramu dari daun kabhangkara dan daun rogo masing-masing tujuh lembar. Daun-daun tersebut diremas satu sama lain dan diberi sedikit air. Ramuan obat tersebut kemudian ditempelkan ke perut si penderita. Hal itu dilakukan beberapa kali hingga sembuh.

 

  1. Nokghule taghi (cacingan)

Penyakit nokghule taghi merupakan masalah utama kesehatan anak-anak di Indonesia termasuk di Desa Bolo. Sanitasi yang buruk  dan kurangnya kesadaran  pola hidup bersih adalah dua faktor penyebab utama tingginya prevalensi cacingan. Penyakit tersebut dikategorikan sebagai penyakit biasa yang umumnya menyerang anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Anak-anak sangat rentan terhadap infeksi penyakit cacingan karena mereka cendrung meletakkan segala sesuatu di mulut mereka, termasuk tanah, dan sering kurang bisa menjaga kebersihan dibandingkan orang dewasa. Cacingan ringan biasanya tidak menimbulkan gejala, gejala baru muncul pada cacingan yang parah. Gejala penyakit ini adalah perut terasa sakit, muntah-muntah, dubur terasa gatal terutama pada malam hari, mata merah disertai tahi cukup banyak, kurang gizi, perut buncit dan lesu atau kurang semangat. Penyebab penyakit cacingan disebabkan karena anak-anak sering bermain tanah atau benda-benda yang kurang terjaga kebersihannya tanpa membersihkan tangan secara baik sebelum makan.

Menurut masyarakat setempat penyakit nokghule dapat disembuhkan dengan berbagai cara dengan ramuan tradisional yang dilakukan sendiri atau bantuan orang lain. Ramuan obat yang biasa diguakan adalah bawang kandea (bawang merah) dikunya oleh si penderita hingga luma kemudian ditelang. Hal itu dilakukan sebelum tidur terutama tidur malam. Ramuan obat yang berikutnya adalah bawang merah yang dipotong kemudian dioleskan pada dubur anak-anak yang rewel karena duburnya gatal. Ramuan obat selanjutnya adalah daun kabhangkara diremas-remas dan diberi sedikit air. Ramuan obat tersebut dioleskan di perut si penderita sebelum tidur pada malam hari.

 

  1. Nolea mata (sakit mata)

Penyakit nolea mata dikategorikan sebagai penyakit biasa, dapat disembuhkan, namun dapat menular secara cepat kepada orang lain. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa. Gejala penyakit ini adalah mata merah disertai tahi relatif banyak mengelilingi mata, sehingga susah dibuka terutama pada saat bangun tidur; mata terasa sakit, seperti ada pasir dalam mata, gatal dan mengeluarkan air.

Menurut masyarakat setempat, penyakit nolea mata disebabkan oleh alergi atau virus dari debu atau kotoran lainnya, atau disebabkan karena menular dari orang lain. Untuk mengobati penyakit tersebut digunakan ramuan obat berupa pohon rondohu dan daun kakundu. Pohon rondohu dikeruk kulitnya kemudian diremas bersama daun kakundu. Hasil remasan tersebut kemudian diperas airnya lalu diteteskan pada mata yang sakit. Hal itu dilakukan sebanyak tiga kali sehari hingga sembuh. Selama pengobatan mata senantiasa dijaga kebersihannya agar tetap bebas dari pemicu sakit mata, seperti debu, angin dan asap.

 

  1. Nolea wangka (sakit gigi)

Penyakit nolea wangka merupakan penyakit biasa, tetapi sangat menyiksa si penderita. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa. Gejala penyakit ini, adalah gigi terasa sakit, berdenyut-denyut, apalagi kalau ada suara keras di dekat si penderita; kadang kala gigi berlubang, gusi bengkak bahkan tampak pada pipi yang bengkak, susah makan dan tidur. Penyakit gigi bukan disebabkan oleh ulat seperti anggapan orang pada zaman dahulu, tetapi disebabkan oleh pembusukan gigi akibat pertemuan bakteri dengan gula. Bakteri akan mengubah gula dari sisa makanan menjadi asam, sehingga menyebabkan lingkungan gigi berubah dari basa menjadi asam. Akibat dari perubahan tersebut membuat lubang kecil pada email gigi. Lubang kecil tersebut belum menimbulkan rasa sakit, tetapi lubang tersebut akan menjadi celah sisa makanan dan tempat bakteri berkembang biak. Akhirnya, lubang kecil tersebut akan semakin besar sesuai perkembangan bakteri dalam gigi. Pada saat seperti itu akan mulai terasa sakit pada gigi terutama pada saat makan. Bila dibiarkan terus, lubang akan sampai pada lubang saraf sehingga akan merasakan sakit gigi yang hebat. Proses seperti itu tidak akan berhenti, akhirnya gigi menjadi habis dan hanya tersisa akar gigi.

Untuk mengobati penyakit tersebut digunakan ramuan obat  dari daun fafa sebanyak tujuh setengah lembar. Daun fafa tersebut dikunya-kunya pada gigi yang sakit selama beberapa menit. Hal itu dimaksudkan agar sat-sat pada daun tersebut dapat mengobati langsung gigi yang sakit. Cara pengobatan tersebut dilakukan tiga kali sehari hingga sembuh.

 

  1. Panu (panau)

Menurut masyarakat setempat penyakit panu dikategorikan sebagai penyakit biasa, tidak berbahaya, dapat disembuhkan secara sendiri, tetapi dapat menular kepada orang lain. Gejala penyakit ini, yaitu terdapat bercak-bercak putih pada kulit sebesar jagung atau bisa juga berukuran lebih besar. Saat tubuh berkeringat, bercak putih tersebut akan terasa gatal. Ketika digaruk, bercak-bercak putih tersebut akan semakin memutih. Bagi wanita, panu merupakan momok yang paling menakutkan karena terkait dengan ungkapan yang menyatakan: “Cantik-cantik kok panuan”. Ungkapan tersebut seolah-olah menegaskan bahwa menderita panu dapat mengurangi kadar kecantikan seorang wanita. Penyebab penyakit ini disebabkan karena infeksi jamur di permukaan kulit. Secara kasak mata, panu terjadi akibat kurangnya menjaga kebersihan badan, jarang mandi apalagi setelah berkeringat, sering mengenakan pakaian yang basah, karena keringat atau air hujan. Dalam keadaan kulit seperti itu, jamur akan “beroperasi” dengan leluasa. Panu juga dapat terjadi akibat penularan dari penderita orang lain, misalnya penggunaan handuk, sarung dan sambun mandi secara bersama dengan si penderita.

Untuk mengobati penyakit panu dibutuhkan ramuan obat dari daun maradjawali (rajawali), atau lengkuas dicampur dengan minyak tanah. Daun rajawali dipilih pucuknya kemudian diremas-remas sampai mengeluarkan getah. Setelah itu digosokkan pada kulit yang terkena panau. Hal itu dilakukan beberapa kali sehari hingga sembuh. Untuk ramuan obat yang lain adalah lengkuas yang agak muda sebanyak satu ruas, kemudian ditumbuk hingga lumat. Lengkuas tersebut kemudian diberi minyak tanah secukupnya, sehingga tampak seperti salep. Ramuan obat tersebut dioleskan pada kulit yang terkena panu. Hal itu dilakukan beberapa kali sehari hingga sembuh.

 

  1. Owasi (kurap)

Suhu udarah panas menyebabkan orang sering berkeringat, membuak kulit tubuh rentan terhadap serangan penyakit kulit termasuk kurap. Penyakit ini merupakan penyakit menular dan dapat menyerang siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa. Gejala penyakit ini tampak pada permukaan kulit, yaitu adanya noda sebentuk cincing berwarna merah, terasa gatal dn bersisik. Bila menyerang kuku, maka gejala yang dapat terjadi adalah kuku anda akan berubah warna, terasa tebal, dan menyebabkan kerusakan kuku. Penyakit kurap biasanya disebabkan oleh infeksi jamur pada kulit, akibat kurang menjaga kebersihan tubuh, jarang mandi apalagi sudah berkeringat, dan sebagainya.

Menurut masyarakat setempat, penyakit kurap dikategorikan penyakit biasa dan dapat disebuhkan secara tradisional melalui pengobatan sendiri atau orang lain. Ramuan obat yang digunakan adalah terbuat dari daun bandara dicampur dengan tepun kapur. Daun bandara sebanyak tiga lembar, dicuci dengan air lalu diremas-remas hingga hancur. Daun tersebut dicampur dengan tepun kapur secukupnya, diaduk hingga rata. Ramun tersebut dioleskan pada kulit yang terkena kurap. Hal itu ilakukan sebanyak tiga kali sehari hingga sembuh. Selama perawatan, tubuh senantiasa dijaga kebersihannya terutama pada kulit yang terkena kurap.

 

  1. Uwuho (gondok)

Penyakit uwuho merupakan penyakit biasa, tidak menular, relatif lama penyembuhannya dan biasanya menyerang orang dewasa terutama ibu rumah tangga. Gejala penyakit ini adalah pembengkakan atau benjolan besar pada leher bagian depan (tenggorokan), mulut akan terasa tegang dan nyeri terutama pada saat mengunyah dan menelan makanan, selera makan menjadi berkurang, sering merasa mual bahkan sampai terjadi muntah yang berulang kali, dan suhu badan menjadi tinggi. Kebanyakan penyebab penyakit gondok disebabkan oleh kekurangan sat yodium dalam makanan. Pada saat wanita sedang hamil, kekuarangan zat yodium pada makanan yang dikonsumsi  dapat menyebabkan bayi meninggal dunia atau dilahirkan dalam keadaan cacat mental atau menderita tuli bahkan kebutaan.

Menurut masyarakat setempat penyakit uwuho dapat disembuhkan melalui ramuan obat tradisional melalui bantuan bisa. Ramuan obat yang digunakan terbuat dari ranting pohon ghunubheli, kemudian dikeruk kulitnya menggunakan pisau atau parang. Kulit pohon ghunubheli tersebut ditumbuk halus kemudian dicampur dengan bedak dingin yang terbuat dari tepun beras. Ramuan obat tersebut dibacakan mantera oleh bisa lalu dioleskan pada bagian leher yang terkena gondok. Selain ramuan obat tersebut, biasa pula digunakan umbi owulala. Sebelum digunakan, owulala tersebut dicelupkan kedalam air panas atau dipanasi di atas api selama beberapa menit. Setelah terasa panas, owulala dibungkus dengan daun lambo sambil membacakan mantera lalu dioles-oleskan pada leher si penderita gondok. Untuk pengobatan selanjutnya dapat dilakukan sendiri setiap hari hingga sembuh.

 

  1. Kafeompuha (cacar)

Penyakit cacar merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus varicella zoster, suatu virus yang sangat mudah menular kepada orang lain. Oleh karena bilamana ada anggota keluarga yang terkena penyakit cacar, biasanya hampir seluruh anggota keluarga lainnya juga terjangkit penyakit tersebut. Virus varicella zoster dapat menular melalui cairan tubuh yang sakit, seperti bersin, batuk, cairan ingus, cairan gelembung cacar yang pecah, bekas cacar air di pakaian, keringat dan sebagainya. Penyakit cacar dapat menyerang siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa. Gejala penyakit cacar dimulai badan terasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah. Pada kasus yang lebih berat, akan timbul rasa nyeri sendi, sakit kepala, serta pusing. Beberapa hari setelah itu, mulai timbul bintik-bintik merah pada kulit. Bintik-bintik tersebut biasanya pertama kali muncul di sekitar dada, perut atau punggung, kemudian menjalar ke seluruh tubuh termasuk wajah. Setelah beberapa hari kemudian, bintik-bintik merah tersebut berubah menjadi bintik-bintik yang menonjol berisi cairan yang terasa sangat gatal. Penderita penyakit cacar pada anak-anak biasanya jarang terkena komplikasi, tetapi bagi orang dewasa biasanya muncul komplikasi berat, seperti radang sendi, radang jantung, radang hati dan sebagainya.

Menurut masyarakat setempat, penyakit cacar merupakan penyakit luar biasa yang sering muncul pada saat perubahan musim kemarau ke musim penghujan. Sebelum munculnya penyakit cacar, terlebih dahulu ditandai adanya kabhiti, yaitu bibit penyakit cacar yang masih ada dalam tubuh pasien. Kabhiti itu biasanya ditandai dengan gejala adanya  warna merah, putih atau kuning pada bagian mulut dan selalu berubah-ubah. Gejala-gejala seperti itu harus ditindak lanjuti dengan perlakuan di folua, yaitu suatu tindakan untuk mengeluarkan bibit penyakit cacar yang ada dalam tubuh agar muncul di kulit. Hal itu dimaksudkan agar tidak terpendam dalam tubuh pasien. Bilamana kabhiti itu tidak keluar, maka akan menyerang organ dalam tubuh pasien. Kegiatan folua dilakukan atas bantuan seorang bisa dengan menyediakan air kelapa muda yang kulitnya berwarna kuning kecoklat-coklatan. Air kelapa tersebut dibacakan mantra kemudian diminumkan kepada pasien. Hal itu dilakukan beberapa kali dalam sehari agar kabhiti itu muncul di kulit menjadi cacar.

Setelah khabiti muncul di kulit, masyarakat setempat menyebutnya kafeompuha (cacar). Ramuan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit cacar menggunakan tepun otabharo (sagu). Tepun sagu tersebut diberi air sedikit lalu dioleskan bagaikan bedak pada seluruh tubuh pasien. Bagi pasien yang sudah parah, biasanya diobati oleh bisa dengan ramuan obat yang sama (tepun sagu), tetapi dibacakan mantra sebelum dioleskan ke tubuh pasien. Selain ramuan obat tersebut, juga diminumkan air putih yang terlebih dahulu dibacakan mantra. Hal itu dilakukan setiap hari, hingga penyakitnya sembuh.

 

  1. Furui (keseleo)

Penyakit Furui merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh anak-anak terutama laki-laki. Namun demikian, penyakit tersebut sering pula diderita oleh bayi dan orang dewasa. Gejala penyakit ini adalah panas pada bagian yang keseleo, bengkak dan sakit. Bila keseloa pada pergelangan kaki, maka si penderita biasanya berjalan secara pincang-pincang bahkan tidak bisa berjalan. Bila dipergelangan tangan, maka si penderita tidak bisa memegang sesuatu karena terasa sakit. Keseleo juga bisa terjadi pada bagian lutut, siku bahkan punggung. Penyakit ini disebabkan karena salah urat akibat terkilir, jatuh, keseleo dan sebagainya.

Menurut masyarakat setempat, penyakit tersebut dapat disembuhkan dengan menggunakan ramuan berupa minyak kelapa yang dilakukan oleh bisa. Sebelum diobati, bisa terlebih dahulu memeriksa urat-urat yang pindah tempat agar mudah untuk mengembalikkan pada posisi semula. Setelah itu, bisa kemudian mengoleskan minyak pada bagian tubuh yang sakit. Ramuam minyak tersebut terlebih dahulu diberi mantera dengan sambil ditiup-tiup. Setelah diberi ramuan minyak, bagian tubuh yang sakit diurut secara perlahan-lahan dan ditekan-tekan. Pada bagian pergelangan biasanya diurut sambil dibolak-balik dan diputar-putar agar urat-uratnya kembali pada posisi semula. Selain dioleskan minyak, pasien juga diberi air minum yang terlebih dahulu diberi mantra agar penyakitnya cepat sembuh. Pengobatan ini biasanya dilakukan pada pagi hari, karena urat-urat lebih mudah dikembalikan pada posisi semula.

 

  1. Katampu (patah tulang)

Katampu merupakan salah satu jenis penyakit biasa, tidak menular dan dapat disembuhkan. Penyakit katampu hampir mirip dengan penyakit furui (keseleo). Penyakit katampu kebanyak diderita oleh anak laki-laki, karena paling banyak beraktivitas dengan resiko jatuh, misalnya berlari, melompat, memanjat dan sebagainya. Penyakit katampu kebanyakan pengobatannya secara tradisional dengan menggunakan ramuan obat berupa minyak kelapa yang dilakukan oleh bisa.

Menurut masyarakat setempat katampu merupakan penyakit biasa, tidak menular dan dapat disembuhkan secara tradisional atas bantuan bisa. Seorang bisa terlebih dahulu memeriksa bagian tubuh yang patah, kemudian dioleskan minyak sambil dibacakan mantera lalu disambung kembali dengan tepat agar ujung tulang yang satu dengan ujung tulang yang lain dapat menyatu seperti sedia kalah. Setelah disambung lalu diikat dengan kain atau tali dan diberi penyangga dari kayu atau bambu. Setelah tiga hari kemudian, tali pengikat dibuka oleh bisa sambil memperhatikan bagian tulang yang patah. Hal itu dilakukan untuk memastikan posisi tulang sudah tepat sambil dioleskan minyak, diurut dan dibacakan mantera, kemudian diikat kembali.

 

  1. Kasundua (kemasukan arwah leluhur)

Menurut pemahaman masyarakat setempat, kasundua merupakan penyakit yang disebabkan oleh roh halus yang bersumber dari arwah leluhur si penderita. Penyakit tersebut dikategorikan sebagai penyakit luar biasa, tidak dapat disembuhkan secara sendiri atau melalui medis, tetapi harus diobati secara tradisional melalui bantuan bisa. Gejala penyakit kasundua, yaitu si penderita biasanya berkata-kata atau merontak bagaikan orang gila, atau diam bagaikan menghayal dengan pandangan mata kosong, biasa pula tubuh kejang-kejang tanpa sadarkan diri. Penyebab penyakit tersebut adalah kemasukan roh leluhur yang disebabkan karena penderita kualat, tidak pernah mengziarahi kuburan leluhurnya.

Seperti telah dipaparkan di atas, bahwa untuk mengobati penyakit kasundua terlebih dahulu diagnosa menggunakan telur ayam kampung. Bisa yang mengobati pasien terlebih dahulu menggosokkan telur kampung pada tubuh yang terasa sakit. Setelah itu telur dipecahkan dengan memisahkan kuning telur dan putihnya. Kuning telur diletakkan di telapak tangan si bisa, sedangkan kulit dan putih telur ditaru di tempurung kelapa atau mangkuk yang telah disiapkan sebelumnya. Kuning telur dibolak-balik dan dipindahkan dari tangan kanan ke tangan kiri, begitu seterusnya. Pada saat si bisa membolak-balik kuning telur, pasien disuruh menyebut satu persatu nama-nama leluhurnya. Bilamana ada nama yang disebut dan secara kebetulan kuning telur tersebut pecah, maka diyakini roh leluhur tersebut yang masuk ke jiwa pasien. Kuning telur yang sudah pecah disatukan dengan kulit dan putih telur dalam mangkuk yang di dalamnya dilapisi kulit jagung, kemudian ditaburi dengan abu dapur. Hal itu dimaksudkan agar penyakit tersebut sudah tertutupi dan terbungkus, sehingga tidak pindah ke anggota keluarga yang lain.

Tempurung kelapa yang berisi pecahan telur tersebut dibuang pada tempat kotor dan busuk, misalnya di bawah kantaruma (pohon tempat ayam bertengger pada malam hari untuk tidur). Orang yang disuruh membuang tempurung tersebut harus memahami tata cara dan kata-kata yang diucapkan pada saat membuang tempurung. Pada saat membuang tempurung, posisi tubuh harus membelakangi kantaruma dan tidak boleh menoleh ke belakang (arah kantaruma). Hal itu bermakna sebagai suatu harapan agar penyakit atau roh leluhur tidak kembali lagi ke pasien atau anggota keluarga lainnya. Pada saat membuang tempurung tersebut diucapkanlah kata-kata sebagai berikut:

Nokalaane solo, nokalaane mawa, nokalaane empa, nokalaane tondu, nokalaane gelura, nokalaane phisibhela, mosempa kanau sikaji neinodi naeghabu-ghabu, natumbulau fotuno wifino narakaa”.

Artinya:

“Dibawa oleh arus, dibawa oleh banjir, dibawa oleh empang, dibawa oleh guntur, dibawa oleh angin ribut, dibawah oleh petir, yang memiliki niat jahat kepada saya akan hancur seperti abu dan kapur dan akan disiksa dalam api neraka (Narnia, 2005:44).

 

Bilamana pasien sudah sembuh dari penyakitnya, maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan ziarah kubur di makam leluhurnya, terutama pada makam leluhur yang rohnya telah membuat sakit pasien. Pada saat melakukan ziarah kubur, pasien bersama keluarga didampingi oleh modji (pemuka agama) sambil membawa makanan dan minuman untuk ditaru di dekat batu nisan leluhurnya. Tugas modji adalah melakukan fateha, yaitu mendoakan arwah leluhur dengan membacakan surah Al-Fatihah dan surah-surah lainnya. Selain itu, disampaikan pula ajakan kepada arwah leluhur untuk hadir di rumah pasien mengikuti acara haroansumanga. Suatu acara permohonan maaf kepada arwah leluhur, yang kurang mendapat perhatian dari anak-cucunya yang masih hidup di dunia. Acara haroansumanga dilakukan beberapa hari kemudian setelah ziarah kubur dengan menyediakan makanan berupa sesajen untuk arwah leluhur.

 

  1. Kantisele (sakit karena kaget)

Penyakit kantisele merupakan penyakit yang umumnya menyerang anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Gejala penyakit tersebut, yakni kurang nafsu makan, kalau tidur terjadi reaksi nohihida welokalodono (terkejut atau kaget), kalau telinganya dipegang akan nomalusi pongkeno (terasa lembek). Penyakit ini disebabkan karena anak-anak masih memiliki jiwa penakut, sehingga sering terjadi peristiwa sangat menakutkan pada diri mereka. Masyarakat setempat meyakini, bahwa adanya peristiwa yang menakutkan membuat roh anak tersebut keluar dari jiwanya. Pengobatan yang dilakukan untuk menyembuhkan penyakit tersebut dinamakan dokantisele, yaitu ntonuana (roh) yang keluar dipanggil kembali untuk masuk kembali dalam jiwanya. Cara yang dilakukan untuk memanggil roh tersebut dinamakan karoro. Pengobatan seperti itu tidak dapat dilakukan secara sendiri, tetapi harus dilakukan oleh bisa.

Pengobatan dengan cara karoro diawali dengan menyiapkan bahan ramuan, yaitu lima ruas jahe atau dapat digantikan dengan tongkol jagung. Bahan ramuan tersebut dipotong-potong kecil, lalu dikunyah oleh bisa sambil membacakan mantera. Setelah ramuan tersebut lumat, disemprotkan pada bagian-bagain tertentu tubuh pasien. Pertama-tama, bisa menyemprotkan ramuan tersebut pada hinde (dahi) pasien,  kemudian pongke (telinga), siku, ntabhala (ibu jari), otu (lutut), jari kaki dan berakhir pada bagian kapupuki (muka pasien). Pengobatan tersebut dilakukan pada sore hari menjelang magrib. Berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, waktu sore seperti itu diyakini bahwa roh yang keluar tersebut berada di sekitar rumah pasien. Oleh karena itu, pengobatan pada sore hari memudahkan roh untuk dipanggil kembali masuk ke dalam jiwanya. Pengobatan ini dilakukan setiap hari selama empat hari berturut-turut. Selain pengobatan seperti itu, pasien juga diberi air putih yang dibacakan mantra untuk dimunmkan ke pasien.

 

  1. Kasuntuno lalo (kurang semangat karena kecewa)

Penyakit kasuntuno lalo kebanyakan menyerang anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Gejala penyakit tersebut seperti halnya demam biasa, yaitu tubuh terasa panas, kurang nafsu makan, denyut nadi tidak terasa lagi di telapak tangan, tetapi sudah naik di lengan. Penyakit kasuntuno lalo disebabkan oleh faktor psikis, yaitu karena kecewa berat terhadap orang yang disayangi atau orang yang dekat dengannya terutama orang tuanya. Mereka kecewa karena dimarahi atau tidak dikabulkan permintaannya. Untuk mengetahui siapa yang sesungguhnya membuat dia kecewa, apakah ibunya atau bapaknya. Bilamana anak tersebut kecewa kepada ibunya, maka denyut nadi tangan kirinya tidak dirasakan lagi. Sebaliknya, bilamana anak tersebut kecewa pada bapaknya, maka denyut nadi tangan kanannya yang tidak dirasakan. Orang yang terkena penyakit tersebut diyakini rohnya berada di luar tubuhnya.

Berdasarkan pengetahuan masyarakat setempat, penyakit kasuntuno lalo harus diobati dengan cara di soowi oleh orang yang mengecewakannya dibantu oleh seorang bisa. Pasien yang di soowi tersebut akan di karoro (dipanggil rohnya kembali kedalam tubuhnya). Pelaksanaan di soowi dilakukan dengan cara, pasien dipakaikan sarung baru oleh bisa sambil mengucapkan bhatata (permohonan) yang berbunyi: “Maimo anti sulimo koemo mekala-kala”, artinya marilah pulan anti (roh yang keluar), jangan lagi kamu pergi. Sambil dipakaikan sarung, pasien tersebut dipangku kemudian diberikan sejumlah uang dari yang mengecewakannya agar mau memaafkannya. Sarung yang dipakaikan tidak boleh dilepas hingga digunakan sebagai selimut pada saat tidur satu malam. Demikian pula uang yang diberikan harus dibelikan makanan. Makanan yang dibeli tidak boleh dibagi kepada orang lain, harus dimakan dan dihabisi sendiri. Dengan pengobatan seperti itu, diyakini dapat menyembuhkan penyakit kasuntuno lalo yang diderita oleh anak-anak (Narnia, 2005:49).

 

  1. Saki okatau (penyakit guna-guna)

Menurut masyarakat setempat, penyakit guna-guna disebabkan oleh orang lain melalui perantaraan wurake (tukang sihir). Penyebab melakukan guna-guna adalah karena dendam akibat sakit hati, sehingga membalasnya dengan mengirimkan penyakit kepada lawannya. Penyakit tersebut dikategorikan luar biasa, karena hanya dapat diobati oleh bisa yang memiliki ilmu gaib lebih hebat dari pada wurake. Oleh karena itu, dalam mengobati penyakit guna-guna tidak sembarangan bisa yang dapat mengobatinya. Kadang kala harus pindah-pindah dari satu bisa ke bisa yang lain, karena penyakitnya tidak sembuh-sembuh atau belum mampu mengalahkan ilmu gaib wurake. Setiap bisa dalam mengobati penyakit guna-guna memiliki cara masing-masing yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, tetapi semuanya berpangkal atas pertolongan dari Allah swt.

Sebuah kasus yang melanda seorang wanita yang bernama Wa Meni terkena penyakit guna-guna pada tahun 2004. Penyakitnya tidak sembuh-sembuh walaupun sudah dua bisa yang mengobatinya. Karena tidak sembuh-sembuh, keluarga pasien memanggil bisa yang lain bernama Wa Hangu. Setelah diobati dengan air putih yang dibacakan mantra ternyata penyakit yang diderita pasien dapat disembuhkan. Menurut Wa Hangu, mengobati pasien harus dengan niat baik dengan meminta pertolongan dari Allah swt., sebab hanya pertolongan dari Allah swt. semuanya dapat berhasil baik. Oleh karena itu mantra yang dibacakan harus diawali dengan bacaan basmalah (Narnia, 2005:53).

Seorang pasien yang telah sembuh dari penyakit guna-guna harus dimandikan secara ritual oleh bisa. Ritual memandikan pasien merupakan acara membersihkan jiwa dan rohani pasien dari gangguan roh halus (guna-guna) serta sekaligus merupakan acara syukuran atas penyembuhan pasien. Ritual mandi dilakukan pada Kamis sore menjelang magrib, atau seiring dengan saat-saat tenggelamnya matahari. Hal itu dimaksudkan agar pada saat dimandikan pasien, roh halus yang masih ada di sekitar pasien akan tenggelam ke bumi bagaikan tenggelamnya matahari di ufuk barat.

Cara memandikan pasien biasanya berbeda-beda antara satu bisa dengan bisa yang lain. Berikut contoh kasus ritual memandikan pasien yang dilakukan oleh Wa Hangu terhadap pasiennya bernama Wa Meni. Pertama-tama keluarga pasien menyiapkan air bersih dalam baskom, tiga petik tangkai daun kelor, dan delapan keping uang logam (uang sen). Daun kelor dan uang sen tersebut dimasukkan ke dalam baskom. Keluarga Wa Meni juga menyiapkan sebilah pisau (kalau pasiennya laki-laki, sebilah parang), diletakkan pada posisi di mana ujungnya menghadap ke timur. Sebelum pasien dimandikan, air dalam baskom terlebih dahulu dibacakan mantra oleh bisa. Dalam ritual mandi dilakukan dua tahap, yaitu pertama, pasien duduk dengan posisi menghadap ke barat sambil menginjak pisau, bisa menumpahkan air dari baskom tepat di atas kepala pasien tanpa menggunakan gayung. Air dalam baskom tersebut tidak ditumpahkan seluruhnya, tetapi disisahkan untuk tahap berikutnya. Pada saat air ditumpahkan di atas kepala, pasien menepisnya sebanyak tiga kali dengan menggunakan tangan kiri. Pada saat menepis air, pasien tidak boleh melihat atau balik ke belakang. Hal ini dimaksudkan agar penyakit guna-guna yang dibersihkan tidak akan balik lagi ke dalam tubuh pasien. Tahap kedua, posisi pasien menghadap ke timur dan kaki tetap menginjak pisau. Bisa kembali menumpahkan air yang ada dalam baskom, pasien pun juga menepis tiga kali dengan menggunakan tangan kanan. Setelah itu, seluruh air di dalam baskom ditumpahkan di atas kepala pasien, sehingga uang sen pun juga berhamburan jatuh ke lantai. Uang sen tersebut bermata dua, satu bermotif bhira (sisik) dan satunya lagi bermotif adjara (kuda). Bilamana motif adjara lebih banyak muncul di atas pada saat jatuh di lantai, maka diyakini bahwa penyakit guna-guna tersebut tidak akan kembali lagi pada tubuh pasien. Sebaliknya, bilamana motif bhira yang lebih banyak muncul, maka diyakini penyakit tersebut akan kembali lagi. Oleh karena itu, ritual mandi harus diulangi lagi sampai motif adjara lebih banyak muncul. Setelah dimandikan, keluarga pasien biasanya memberi uang kepada bisa sebanyak sesuai keikhlasan sebagai tanda ucapan terima kasih (Narnia, 2005:57).

 

PENUTUP

Sistem pengetahuan lokal orang Muna khususnya berkaitan dengan pengobatan tradisional sebagian besar masih tetap terpelihara dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan lokal seperti itu terutama pada pengobatan penyakit yang bersumber dari gangguan roh mahluk halus atau karena penyakit guna-guna dan beberapa penyakit lainnya, masyarakat masih lebih memilih berobat melalui dukun dibanding tenaga medis. Hal itu disebabkan karena dukun memiliki pengetahuan yang dalam dan memiliki mantra yang jitu untuk mengobati penyakit seperti itu. Kendati demikian, untuk penyakit ringin, seperti sakit kepala, sakit perut, batuk-batuk influensa dan sebagainya, si sakit atau keluarga si sakit memiliki pengetahuan untuk mengatasi penyakit tersebut dengan membuat ramuan obat dari dedaunan, kulit kayu atau akar-akaran. Ada pula warga masyarakat yang sudah beralih menggunakan obat paten yang dijual di warung-warung atau berobat di Pustu (Puskesmas Pembantu). Pilihan berobat dengan obat paten dan ke Pustu adalah warga masyarakat yang tinggal di pusat keramaian atau telah memiliki pendidikan relatif tinggi.

Dinamika pengetahuan masyarakat dari tradisional ke modern melalui mekanisme transmisi budaya dari berbagai cara, seperti pendidikan formal maupun non formal, melalui media massa (cetak dan elektronik), informasi dari hubungan interaksi masyarakat dan sebagainya. Pengetahuan lokal terkait dengan pengobatan tradisional lambat laun mengalami perubahan se arah dengan perkembangan fasilitiasi yang disiapkan oleh pemerintah. Pola pikir masyarakat akan terbuka ke arah modernitas, bila mana pengobatan penyakit melalui medis akan semakin nyata penyembuhannya secara segnifikan. Akan tetapi bilamana ada beberapa penyakit yang tidak dapat disembuhkan secara medis, malahan justru dapat disembuhkan oleh dukun, maka masyarakat akan lebih percaya dan yakin pada pengobatan tradisional.

Pengetahuan lokal terkait dengan pengobatan tradisional sangat signifikan untuk memperkuat ketahanan masyarakat setempat. Pengetahuan lokal yang dimiliki setidaknya akan dijadikan tindakan prefentif bagi warga masyarakat untuk menjaga kesehatan mereka agar terhindar dari sakit. Selain itu, gejala penyakit yang diderita dengan sendirinya akan ditangani secara cepat melalui pertolongan pertama dari ramuan obat yang bersumber dari lingkungan sekitar. Selanjutnya akan ditindaklanjuti ke Pustu atau melalui pengobatan medis bilamana pengobatan secara tradisional kurang memadai untuk penyembuhan secara signifikan.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Adimiharja. 2004. Teknologi terhadap Kebudayaan di Indonesia: Sistem pengetahuan Lokal dan Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung: inrik@melsa.net.id (diakses Nopember 2013).

 

Couvreur, J. 2001. Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna. Kupang: Artha Wacana Press.

 

Koentjaraningrat. 1993. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Geramedia Pustaka Utama.

 

Geertz, Clifford. 2003. Pengetahuan Lokal (Local Knoledge; Futher Essays in interpretative Anthropology). Yogyakarta: Merapi.

 

Narnia. 2005. Pilihan Pengobatan pada Masyarakat di Desa Lasosodo Kecamatan Lawa Kabupaten Muna. Skripsi, tidak terbit. Kendari: Haluoleo.

 

 

Reksodihardjo, Soegeng dkk. 1990. Pengobatan Tradisional pada Masyarakat Pedesaan Daerah Jawa Tengah. Jakarta: Depdikbud.

 

Sutrisno, R. Bambang. 1986. Jamu Jawa Asli. Jakarta: CV Mulasari.