Mencari akar budaya rion-rion secara historis memang sulit dibuktikan dengan data yang akurat karena Rion-Rion telah ada sejak suku Sahu mendiami wilayah Halmahera Barat. Sahu berasal dari kata SAHUI yang artinya daratan rendah atau lembah, hal ini di buktikan dengan topografi wilayah Sahu yang berbukit rendah. Sehigga sangat mempengaruhi aktifitas keseharian masyarakat  dengan mata pencaharian utamanya adalah berladang.  Rionrion sebagai aset pewarisan budaya masyarakat Sahu dalam mempertahankan kehidupan sosial ekonomi dengan demikian aktifitas Rion rion dianggap sebagai kekuatan soial ekonomi yang terdiri dari ; aktivitas demokrasi, aktivitas pemilihan lahan dan buka lahan, aktivitas penanaman padi, aktivitas memanen padi, berjalan sesuai nilai sada.

Budaya Rion-Rion pada umumnya tersebar diseluruh masyarakat di wilayah suku Sahu dan sangat berkaitan erat dengan kegiatan mata pencaharian. Mata pencaharian penduduk atau kegiatan kampung lainnya merupakan petunjuk tentang keberadaan Rion-Rion ini.  Hal ini juga terkait dengan penyebaran penduduk ke seluruh wilayah di Sahu.  Orang-orang Sahu pada masa dahulu kala berpencar dan membentuk kelompok-kelompok sosial yang dinamaka Dous.

Istilah Dous sama seperti kelompok masyarakat yang terdiri dari beberapa keluarga inti. Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, kelompok-kelompok keluarga ini, tentunya harus bekerja untuk mempertahankan hidup.  Pengalaman hidup dari tantangan alam seperti gempa bumi, angin taupan, gelombang dilaut, kekeringan di ladang dan lain sebagainya memberikan kepada mereka pelajaran sebagai pengalaman hidup. Prinsip ini telah dipikirkan  oleh para leluhur orang-orang Sahu, sehingga dari pengalaman itu, mereka mencoba menciptakan suatu budaya yang cocok dengan keberadaan lingkungan alamnya (Marthen Pattipeilohy 2003 Rion-Rion Organisasi Sosial Masyarkat Awer Balai Pelestarian Nilai Budaya Maluku)

Leontine seorang peneliti asal Belanda mengatakan bahwa penanaman padi di pulau Halmahera baru dimulai pada abad ke 16. Hal ini diperkuat dengan adanya tanaman padi liar di hutan rimba Sahu, dan desa Awer merupakan wilayah penghasil padi utama.  Dari manakah asal padi yang tumbuh di bumi daratan Sahu?.  Tentunya  pertanyaan ini perlu dijawab untuk menjelaskan keberadaan aktivitas masyarakat Sahu pada saat ini yang berkaitan dengan aktivitas Rion-Rion, dalam sistem perladangan secara tradisional dengan ritualnya.  Dalam kebudayaan masyarakat sahu ada beberapa mitos yang di percaya menjadi bagian utama dari aktivitas masyarakat. Salah satu mitos yang di percaya adalah ceritera rakyat masyarakat desa awer, yang berhubungan dnegan aktivitas rion-rion penanaman padi ladang di kutip dari Pattipeilohy Marthen (Marthen Pattipeilohy 2003 Rion-Rion Organisasi Sosial Masyarkat Awer Balai Pelestarian Nilai Budaya Maluku) bahwa mitos tersebut di mulai dari anak kecil yang menangis pada pagi hari kaerena kelaparan, sementara orang tuanya beraktivitas di laut mencari ikan. Tangisanya konon di dengar oleh para dewa dan menurunkan padi untuk akan tersebut. Seketika itu juga anakanya berhenti menangis. Banyak bulir padi yang berserakan di samping anak yang tertidur pulas. Bulir-bulir tersebut di kumpulkan oleh orang tuanya dan di olah menjadi makanan sementara sebagaian di jadikan sebagai bibit yang akan di tanam pad kebun/ladang mereka. Dari gambaran mitos atau cerita rakyat diatas memberikan penjelasan bahwa ada seorang tokoh yang tiba di negeri Awer, yang sempat memperkenalkan bulir-bulir padi kepada masyarakat disitu.  “Majo Ongu Madutu Sidadi Dwinga Re Tana-a (Sang pencipta Langit dan Bumi) dan melakukan persembahan dengan upacara Adat setelah Rion-Rion telah usai melakukan tugas memanen. Ungkapan syukur itu dilakukan dengan  Ritual Waleng untuk memuja para dewa, yang kemudian dilanjutkan dengan upacara Makan besar atau makan bersama. (Penulis: Tim Perekaman WBTB Rion-Rion)