Mengenal Pejuang yang Terlupakan Lewat Buku Komik

0
430
Diaroma di Museum Sumpah Pemuda. Patung WR Supratman sedang main biola membawakan lagu Indonesia Raya dalam Kongres Pemuda tahun 1928.

Sejarah Kongres Sumpah Pemuda 27-28 Oktober 1928 identik dengan nama-nama tokoh besar, seperti Muhammad Yamin, Johannes Leimena, Soegondo Djojopoespito atau pun Amir Sjarifuddin. Tapi tak banyak yang tahu, acara kongres itu dihadiri ratusan orang meskipun peserta yang tercatat hanya 82 orang selain panitia. Nama para pejuang banyak yang terlupakan. Kini, Museum Sumpah Pemuda punya cara untuk mengenalkan tokoh pergerakan itu ke masyarakat melalui penerbitan buku komik.
———————

Museum Sumpah Pemuda yang beralamat di Jalan Kramat Raya 106 Jakarta, Kamis (30/3) siang terlihat sepi. Di pos satpam, terlihat tiga orang petugas yang cekatan langsung keluar pos begitu kendaraan yang kami tumpangi masuk ke halaman museum.
Sekilas gedung bersejarah itu terlhat seperti tak ada penghuni. Tak lama kemudian, Dwi Nurdadi, pegawai Museum Sumpah Pemuda yang sehari-hari bertugas sebagai edukator datang. “Mau mendengarkan lagu Indonesia Raya versi tiga stanza. Mari
saya putarkan,”kata Dwi dengan cekatan.

Sambil mendengarkan lagu yang diciptakan Wage Rudolf Supratman dan dibawakan diakhir Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, Dwi cukup fasih bercerita tentang koleksi yang ada di Museum Sumpah Pemuda. Gagasan untuk melestarikan Gedung Kramat 106 berawal dari ide Dr Roesmali, Ketua Indonesische Club terakhir. Bersama para tokoh yang turut dalam Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928,mereka meminta pemerintah memperhatikan kondisi gedung yang terancam hancur. Para tokoh itu mengirim surat ke GUbernur DKI Jakarta, Ali Sadikin tanggal 15 Oktober 1968. Isi surat meminta perhatian Pemprov DKI dan
mengembalikan kondisi gedung seperti semula. Dikhawatirkan gedung ini bisa dibongkar dan nilai sejarahnya akan hilang.

Usaha pelestaran Gedung Kramat 106 membuahkan hasil. Tanggal Januari 1972, Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan Surat Keputusan KDKI No.cb.11/1/1/12/72 Monumenten Ordonantie Staatsblaad No.238 tahun 1931 yang menetapkan Gedung Kramat 106
sebagai benda cagar budaya (BCB). Usai ditetapkan sebagai BCB, Pemda DKI melakukan pemugaran tanggal 3 April 1973. Gedung Kramat 106 dijadikan museum dengan nama Museum Sumpah Pemuda. Ali Sadikin meresmikan tanggal 20 Mei 1973 usai pemugaran.
Setahun kemudian, tepatnya 30 Mei 1973, Presiden RI Soeharto meresmikan Gedung Sumpah Pemuda.
“Sebagian besar kondisi bangunan banyak yang masih asli, meski sudah ada pemugaran tahun 1973. Kita melakukan pengecatan tiap momen sumpah pemuda 28 Oktober,”ujarnya.
Kini gedung Kramat 106 terbagi atas bangunan utama dan paviliun. Bangunan utama terdiri atas serambi depan, satu ruang tamu, lima kamar, dan satu ruang terbuka (rapat). Paviliun terdiri atas dua kamar. Penataan pameran Museum Sumpah Pemuda terbagi atas beberapa bagian, yakni ruang pengenalan, ruang pertumbuhan organisasi kepemudaan, ruang kongres pemuda I, ruang kongres pemuda II, ruang kepanduan, ruang Indonesia Muda dan PPPI, ruang Indonesia raya dan ruang perenungan.

Di museum ini ada sembilan patung setengah badan tokoh pergerakan nasional. Mulai dari nama Muhammad Yamin hingga tokoh asal Sumatra SM Amin yang kemudian dikenal sebagai Gubernur Aceh, Sumatera Utara dan Gubernur Riau pertama. Patung ini
hampir semuanya pengadaan Museum Sumpah Pemuda, kecuali patung SM Amin yang disumbangkan pihak keluarga. Dalam museum juga banyak diaroma yang mengambarkan kondisi zaman pergerakan nasional saat itu.

Hal yang menarik, Museum Sumpah Pemuda memiliki kegiatan penerbitan buku komik. Buku itu isinya bercerita tentang sosok tokoh yang terlibat dalam kongres pemuda tahun 1928. Tokoh itu tak hanya pahlawan nasional yang banyak dikenal tapi juga
tokoh yang aktif dalam pergerakan nasional tapi namanya terlupakan. Mereka melakukan kajian mendalam, termasuk mencari informasi ahli waris tokoh yang akan ditulis dalam buku komik. Sejauh ini setiap tahunnya diterbitkan satu buku komik.
“Dalam waktu dekat rencananya menulis buku tentang Emma Poeradireja. Selanjutnya ada nama Rochjani Soeoed, tokoh pemuda Betawi. Nama-nama ini tak begitu populer di publik, tapi mereka terlibat dalam Kongres Pemuda II. Sebagai panitia dan
juga peserta,”sebutnya.

Pembuatan buku komik ini, katanya juga bertujuan agar generasi muda mengenal para pejuang yang terlibat dalam pergerakan nasional, namun namanya belum ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Buku komik nantinya akan diberikan secara gratis pada
pengunjung yang berminat. Selain itu ada juga yang dibagikan ke sekolah-sekolah. Keberadaan buku komik dan data yang dimiliki Museum Sumpah Pemuda ini juga berguna sebagai data pendukung dalam pengusulan seorang tokoh untuk pengusulan
sebagai pahlawan nasional.

Museum Sumpah Pemuda juga selalu terbuka berbagi informasi dengan ahli waris atau siapa saja yang memiliki informasi dan data yang terkait dengan aktivitas Kongres Pemuda II. Selain menerbitan buku komik, Museum Sumpah Pemuda juga sering
digandeng pemerintah daerah dalam penerbitan buku. Ia mencontohkan, tahun 2015 lalu, Museum Sumpah Pemuda bekerjasama dengan Pemprov Sumatera Utara, dan ahli waris menerbitkan buku profil SM Amin, tokoh Jong Sumatranen Bond yang paska
kemerdekaan menjadi gubernur di Aceh, Sumut dan Riau. Saat itu juga ada
“Mereka yang mendanai, kami suplai data. SM Amin memang menjadi peserta dalam Kongres Pemuda II,”sebutnya.

Tugas berat menanti Museum Sumpah Pemuda. Masih banyak tokoh yang hadir dalam Kongres Pemuda II 1928 namanya belum dikenal masyarakat secara luas. Sejarah tak hanya menjadi milik orang-orang besar. Para tokoh yang kemudian menjadi
pahlawan nasional. Namun, ratusan peserta kongres pemuda juga menarik ditulis kiprahnya saat pergerakan nasional, masa kemerdekaan dan setelah Indonesia merdeka. (dedi arman).