Adjuk Heryanto – atau yang lebih akrab disapa Bah Adjuk – adalah satu figur yang senantiasa dikaitkan dengan keberadaan kesenian Bangklung di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Bangklung adalah sebuah kesenian yang berasal dari kata terebang dan angklung. Dalam pergelaran seni bangklung, waditra terebang berjumlah 5 unit. Masing-masing terebang memiliki fungsi, yaitu: – Terebang ke-I disebut Kempring yang berfungsi sebagai Pengatur Tempo, Terebang ke-II di sebut Tempas dan fungsinya yaitu sebagai Pengiring Kempring, Terebang ke-Ill di sebut Bangsing yaitu sebagai Kempui (Goong Kecil), Terebang ke-IV di sebut Indung sebagai Goong, Terebang ke-V di sebut Anak fungsinya yaitu sebagai Juru Lagu (Seperti halnya Kendang pada perangkat Gamelan lain).
Pada sisi angklung, kesenian bangklung memerlukan setidaknya 10 unit angklung, yang terdiri dari: empat buah Angklung Ambruk yang berfungsi sebagai pengikut Angklung Roel, Empat buah Angklung Roel yang fungsinya sebagai Juru Lagu, Satu buah Angklung Engklok yaitu sebagai pengisi kekosongan tabuhan dari Angklung Ambruk dan Angkluk Roel, dan Satu buah Tarompet sebagai Melodi.
Lagu-lagu yang dibawakan sebagian besar bernafaskan keislaman. Namun demikian, ada juga pagelaran seni Bangklung yang membawakan lagu-lagu sunda, seperti Soleang, Anjrag, Buncis dan Tokecang.
Untuk menambah kemeriahan, seni bangklung kerap dipadukan dengan tarian yang belakangan kemudian dinamakan dengan nama Yami Rudat. Sebuah tarian yang terinspirasi dari keriangan masyarakat petani saat mengolah lahan persawahan.(Irvan)
Dikutip dari Rosyadi dkk, “Kesenian Bangklung di Kabupaten Garut”, Laporan Perekaman Peristiwa Sejarah dan Kebudayaan, Bandung: BPNB Jabar, 2017.