Perlindungan Kawasan Percandian Batujaya

You are currently viewing Perlindungan Kawasan Percandian Batujaya

Perlindungan Kawasan Percandian Batujaya

Perlindungan Kawasan Percandian Batujaya – Pada Kegiatan Deliniasi Kawasan Batujaya yang dilakukan oleh BPCB Serang pada tahun 2014, telah berhasil didata sejumlah 53 lokasi. Lokasi-lokasi tersebut merupakan titik yang telah diidentifikasi memiliki tinggalan budaya maupun yang masih diduga mempunyai tinggalan budaya. Lokasi yang diduga memiliki tinggalan tersebut didata berdasarkan indikasi temuan permukaan maupun melalui teknik ekskavasi (test pit).

Ekskavasi di situs SEG I berupa bukit kecil yang disebut Unur Jiwa dilakukan oleh Jurusan Arkeologi FSUI sebanyak dua kali, pada tahun 1985 dan pada tahun 1986. Ekskavasi ini berhasil menampakkan sisa bangunan candi bata berupa bagian kakinya (bagian badan dan atapnya sudah tidak ada lagi). Daerah bangunannya berbentuk bujur sangkar berukuran 19 X 19 meter, dan tinggi bangunan yang tersisa sekitar 4 meter. Di keempat sisi bangunan tidak ditemukan bagian tangga naik.

Pada tahun 1986 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala (Ditlinbinjarah) melakukan pemintakatan terhadap seluruh situs yang terdapat di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya dan Desa Telagajaya, Kecamatan Pakisjaya. Pada tahun 1989 Ditlinbinjarah bekerjasama dengan Bakosurtanal, Fak. Geografi UGM dan Universitas Tarumanagara mengkhususkan penelitian di Unur Asem (Telagajaya VI) dan Unur Gundul (Telagajaya VII). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan batas-batas situs dan benda cagar budaya. Penelitian ini juga menetapkan bahwa agama Budha menjadi latar belakang agama percandian di kawasan Situs Batujaya.

Ekskavasi di Situs SEG II-B dilakukan pada bulan September 1999 oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia (PPKBLPUI). Ekskavasi pada situs ini hanya menemukan sebagian kaki bangunan saja (1,05 meter) yang memperlihatkan beberapa pelipit, yakni pelipit patta, kumuda, dan bergerigi. Bangunan pada situs ini hanya tinggal sebagian saja karena terkikis oleh aktifitas persawahan penduduk, sehingga tidak dapat diketahui lagi bentuk dan ukuran (denah) bangunannya. Meski demikian masih dapat diamati bahwa orientasi bangunan ini adalah Timur Laut – Barat Daya.

Ekskavasi terhadap situs SEG III-A dilakukan pada tahun 1998, merupakan kerjasama antara Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia dengan Puslit Arkenas. Penggalian ini berhasil menampakkan sisa bangunan berupa kaki candi. Denah bangunan ini empat persegi panjang berukuran 20 x 15 meter, dengan orientasi Tenggara-Barat Laut. Pada sisi Barat Laut bangunan ditemukan adanya tangga yang kondisinya rusak (melesak).

Situs SEG IV di ekskavasi pada tahun 1992 oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PUSLIT ARKENAS), melanjutkan kotak-uji (test-pit) yang dilakukan pada tahun 1986. Ekskavasi ini berhasil menampakkan sisa bangunan berdenah bujur sangkar berukuran 6,5 X 6,5 meter dan tinggi bangunan yang tersisa 1 meter. Bangunan ini memiliki tangga di sisi Tenggara.

Situs SEG V telah di ekskavasi oleh Puslit Arkenas mulai tahun 1993 hingga 1999. Ekskavasi ini meski berhasil mengidentifikasi bahwa bangunan di situs ini berupa candi, namun belum memperoleh luas dan bentuk daerah bangunannya. Bangunan yang diduga yang berorientasi Tenggara-Barat Laut ini diketahui tingginya 6,5 meter. Situs SEG IX di ekskavasi oleh Puslit Arkenas bersamaan dengan ekskavasi SEG IV. Ekskavasi SEG IX ini dilakukan ditengah petak sawah yang sedang kering. Di situs ini ditemukan sebuah kolam terbuat dari bata berdenah empat persegi panjang berukuran 7,35 X 10,55 meter, dengan ketebalan dinding antara 1,57-1,75 meter.

Situs TLJ I-A di ekskavasi pada bulan April dan bulan September tahun 1999 oleh Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia berkerjasama dengan Puslit Arkenas. Ekskavasi tersebut berhasil memperlihatkan struktur bangunan yang cukup besar pada situs TLJ I-A. Bangunan ini belum menunjukkan orientasi yang jelas karena belum dapat dipastikan bagian depannya. Namun demikian hasil ekskavasi menunjukkan bahwa bentuk bangunannya memanjang arah Tenggara-Barat Laut. Panjang bentangan bangunan tersebut hingga kotak ekskavasi terakhir-struktur masih terus berlanjut ke arah Tenggara maupun Barat Laut-adalah 22,75 meter.

Kegiatan Pemugaran di situs Telagajaya IA (Candi Serut) dilakukan oleh BPCB Serang pada tahun 2007- 2010. Kegiatan pemugaran tersebut telah menampakkan sebagian besar denah Candi Serut. Kesimpulan sementara dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional yang pernah beberapa kali melakukan penelitian menyatakan bahwa Candi Serut mengalami dua periode pendirian. Hasil penelitian dari carbon dating menyimpulkan bahwa bagian tengah Candi Serut didirikan pada abad III Masehi, sedangkan penelitian terhadap sebaran temuan amulet di sekitar kaki dan anak tangga candi memperlihatkan bahwa amulet tersebut berasal dari abad VII/VIII Masehi.

Candi Serut merupakan bangunan bata dengan denah segi empat berukuran 13,20 m x 10,80 m dan orientasi bangunan adalah arah Timur Laut – Barat Daya dengan sudut 490 51’ 50” dari Utara Magnet. Bahan bata yang digunakan memiliki komposisi terdiri dari tanah liat, pasir, sekam dan gamping dengan tingkat pembakaran mencapai 400oC. Teknik pemasangan batu bata pada candi dilakukan dengan sistem gosok tanpa spesi dan penyusunan setiap bata dalam tiap lapis tidak mengikuti pola tertentu antara susunan kop dan strek. Candi Serut didirikan di atas tanah lempung berwarna abu-abu kehitaman. Saat ini bagian yang tersisa dari Candi Serut adalah bagian kaki saja sedangkan bagian yang lainya sudah tidak ada (BPCB Serang, 2010).

Pada bulan April tahun 1999 situs TLJ I-B ini diekskavasi oleh Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia bekerjasama Puslit Arkenas. Ukuran daerah bangunan ini belum diketahui karena belum semua permukaan situs digali. Ekskavasi ini baru berhasil menampakkan satu sudut dengan sebagian sisinya. Bila ditarik garis lurus dari struktur bangunan di Timur Laut TLJ I-B sampai sudut bangunan di bagian Tenggara, didapatkan ukuran panjang 8,5 meter.

Situs TLJ I-C diekskavasi pada bulan April dan September oleh Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia bekerjasama dengan Puslit Arkenas. Hasil ekskavasi belum dapat menemukan ukuran denah bangunan. Penggalian pada sisi Barat Laut dan Timur Laut terlihat sisi bangunan dengan panjang 3 dan 6 meter. Berdasarkan tangganya yang terletak pada sisi Timur Laut bangunan diketahui bahwa orientasi bangunan ini mengarah Timur Laut-Barat Daya.

Situs TLJ V telah digali pada tahun 1989 oleh Tim Penelitian Terpadu Sejarah Kerajaan Taruma, Universitas Tarumanegara dan UI. Dari ekskavasi ini ditemukan sisa bagian kaki bangunan candi bata berdenah bujur sangkar berukuran 10 X 10 meter. Pada bagian tengah atas terdapat bentuk melingkar konsentrik yang menggunakan bata-bata melengkung berbagai ukuran sehingga menyerupai bagian dasar (alas) stupa. Pada kaki bangunan candi sampai akhir penelitian diketahui dua buah tangga naik di sisi Barat dan Timur, yang berasal dari dua periode yang berbeda.

Ekskavasi di situs TLJ VIII dilakukan di tengah petak sawah yang sedang kering. Ekskavasi ini dilakukan bersamaan dengan situs TLJ V oleh tim yang sama. Ekskavasi ini berhasil menampakkan sisa bagian kaki candi bata yang berdenah empat persegi panjang berukuran 6,20 X 4,60 meter. Tangga naik candi ini berada pada sisi Timur. Hal ini di dasarkan pada temuan bagian penampil berukuran 2,4 x 1,4 meter di sisi Timur. Di bagian tengah sisa bangunan candi ini terdapat sebuah sumuran berukuran 1,8 x 1,8 meter.

Pada tahun 1992 Bidang Arkeologi Klasik Puslit Arkenas melakukan penelitian untuk mengetahui pola sebaran situs serta melakukan ekskavasi di Situs Segaran IV dan IX. Penelitian Puslit Arkenas kemudian berlanjut pada tahun 1993, 1995, dan 1997. Pada tahun 1999 Fak Sastra UI yang dipimpin oleh Dr. Hasan Djafar melakukan penelitian dengan mengkhususkan pada kajian arsitektur, kronologi, dan sistem percandian di Situs Batujaya.

Dari data yang telah diekskavasi tersebut, tampak bahwa bentuk dan ukuran bangunan yang ditemukan beraneka ragam. Keadaan situsnya pun berbeda-beda; ada yang berupa bukit kecil (unur), dan ada yang ditemukan di tengah petak sawah hanya pada kedalaman 10 cm dari permukaan tanah (mungkin dahulunya juga berupa unur). Keanekaragaman lainnya juga ditunjukkan dengan arah hadap bangunan – yang biasanya ditandai oleh pintu/tangga naik – ada yang terdapat di sisi sebelah Timur, Barat, Utara atau pada dua sisi bangunan, dan bahkan ada yang tanpa tangga naik. Keanekaragaman itu juga menunjukkan bahwa disini belum memperlihatkan pola-pola percandian tertentu. Adapun kesamaannya terlihat pada kenyataan bahwa temuan bangunan candi yang relatif utuh hanya pada bagian kaki. Bagian badan dan atap tak pernah ditemukan, kecuali hanya runtuhan bata yang berserakan tak beraturan (pada situs yang berbentuk unur).

Sekarang ini kawasan Batujaya telah ditetapkan sebagai cagar budaya dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 76/M/2019 tentang Kawasan Cagar Budaya Batujaya Sebagai Kawasan Cagar Budaya Tingkat Nasional. Pelestarian di kawasan Batujaya sampai dengan tahun 2022 dilakukan oleh Kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten. Pelestarian tersebut, berupa Pemugaran Candi Blandongan yang berlangsung sejak tahun 2000 sampai dengan 2012 yang dilanjutkan dengan penataan pada tahun 2012-2014. Selama kegiatan pemugaran, dilakukan pula kegiatan studi teknis, studi penataan dan studi keterawatan pada Situs Segaran II (Unur Lempeng- tahun 2012), Situs Telagajaya IA (TLJ IA-tahun 2006) dan Pemugaran Candi Jiwa (Segaran I) yang selesai pada tahun 2000. Pemugaran Situs Telagajaya IA berlangsung pada tahun 2006 sampai dengan 2008.

SUMBER:
PENGELOLAAN OPK DIKAWASAN PERCANDIAN SITUS BATUJAYA KABUPATEN KARAWANG: LAPORAN STUDI PELESTARIAN WARISAN BUDAYA- Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX Provinsi Jawa Barat.

TIM PENULIS:
Ayi Syarif Suhana, S.Sos. M.Si
Soni Prasetia Wibawa, S.S.
Risa Nopianti, S.Sos., M.Ant