Liliuran di Baduy, Membuat Pekerjaan Berat Menjadi Ringan
Oleh:
Ria Andayani Somantri
(BPNB Jabar)
Rutinitas kehidupan sehari-hari orang Baduy di Desa Kanekes, Provinsi Banten meliputi aktivitas berladang di huma; mengerjakan pekerjaan sampingan, seperti menyadap nira dan membuat kerajinan anyaman; melakukan aktivitas kemasyarakatan; melaksanakan serangkaian ritual adat; dan lain-lain. Aktivitas tersebut ada yang dapat dikerjakan sendiri atau dengan bantuan anggota keluarganya; Ada juga aktivitas yang memerlukan bantuan orang lain karena tergolong berat. Kalau pun dipaksakan dikerjakan sendiri beserta anggota keluarganya, dipastikan akan membutuhkan waktu yang sangat lama. Kesulitan seperti itu, salah satunya dapat diatasi dengan cara liliuran. Semua aktivitas yang dikerjakan secara liliuran berada dalam ranah kepentingan pribadi, dan bukan kepentingan umum ataupun untuk kepentingan pemimpin adat mereka.
Lliliuran memang menunjuk pada bantuan tenaga untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang berat. Bantuan tenaga itu tidak perlu diupah, karena nanti akan dibayar dengan tenaga juga pada saat mereka membutuhkannya. Tradisi liliuran di Baduy ada di berbagai lapisan masyarakat, baik anak-anak, remaja, juga orang dewasa. Setiap kelompok liliuran hanya mewakili satu jenis kelamin, laki-laki saja atau perempuan saja. Hampir tidak ada kelompok liliuran dengan anggota laki-laki dan perempuan bergabung di dalamnya.
Tradisi liliuran dalam kehidupan orang Baduy sudah ditanamkan sejak dini kepada anak-anak oleh orang tua, khususnya di lingkungan bermainnya. Kelompok bermain merupakan arena sosial pertama yang dimanfaatkan orang tua untuk mengaktualisasikan aktivitas liliuran pada anak-anak. Aktivitas yang akan dikerjakan secara liliuran dalam kelompok bermain tersebut disesuaikan dengan usia mereka, misalnya mengambil kayu bakar dan bahan makanan di huma. Sebagai ucapan terima kasih, mereka akan disuguhi kue-kue atau bahkan dijamu makan oleh orang tua dari anak yang melaksanakan liliuran.
Liliuran dalam kelompok bermain seperti itu umumnya dapat dipertahankan hingga mereka beranjak remaja bahkan sampai berumah tangga, karena menemukan kecocokan satu sama lainnya. Pengurangan anggota dalam kelompok liliuran bisa saja terjadi karena rasa bosan, terjadi kesalahpahaman, atau mereka sudah tidak tinggal lagi di kampung yang sama. Kalaupun seseorang keluar dari keanggotaan kelompok tersebut, dia tetap akan mencari kelompok liliuran yang baru. Dengan demikian, akan terjadi penambahan anggota pada kelompok liliuran yang lain.
Kelompok bermain anak-anak perempuan dan remaja putri Baduy
Sumber Foto: Dokumentasi BPNB Jabar
Seseorang yang telah tergabung dalam suatu kelompok liliuran akan terikat oleh hak dan kewajibannya sebagai anggota. Dia berhak dibantu oleh anggota lainnya jika akan melakukan aktivitas yang telah disepakati bersama. Adapun kewajibannya adalah ikut serta membantu anggota lain yang akan mengerjakan aktivitas yang telah disepakati bersama. Selain itu, dia harus memiliki kemampuan (kesiapan untuk menjamu mereka yang melakukan kegiatan liliuran) dan pengetahuan untuk mengerjakan semua aktivitas yang telah disepakati bersama pula. Keberlangsungan kelompok liliuran biasanya dikendalikan oleh seorang anggota yang dituakan karena beberapa faktor, seperti usianya cukup senior, dan memiliki kemampuan untuk memimpin dengan tegas juga bijaksana. Tugas yang diembannya antara lain menerima informasi dan menyebarkan informasi jika ada anggota yang akan menyelenggarakan kegiatan; mengatur jadwal kegiatan liliuran; mengingatkan dan menegur anggota yang lalai menjalankan kewajibannya. Beberapa contoh jenis kegiatan yang diselesaikan dengan cara liliuran pada kelompok liliuran remaja dan dewasa adalah sebagai berikut.
- Kegiatan kelompok liliuran perempuan biasanya menggarap pekerjaan yang ada urusannya dengan dapur, seperti mengambil bahan makanan, mengambil daun, menumbuk padi, dan menenun kain.
- Kegiatan kelompok liliuran laki-laki biasanya mengerjakan beberapa bagian dalam tahapan berladang, yaitu nyacar ’kegiatan menebas rumput atau semak belukar’, nuaran ‘menebang pohon-pohon kecil, dan memangkas dahan-dahan pohon besar agar lahan memperoleh sinar matahari yang banyak’, ngaseuk ’membuat lubang untuk menanam benih padi dengan menggunakan aseuk (tugal)’, dan ngored. Kegiatan liliuran di bidang itu biasanya menjadi agenda rutin kelompok liliuran pemuda dan laki-laki dewasa. Selain itu, liliuran juga dilakukan ketika ada angggota kelompok yang akan membangun rumah atau memperbaiki rumah. Beberapa pekerjaan yang biasa dikerjakan dengan cara liliuran meliputi:
- Mengambil bahan bangunan, yakni mencari bahan-bahan bangunan di leuweung lembur (hutan yang ada di sekitar kampung yang bersangkutan). Jika di sana tidak menemukan bahan yang dicari, pencarian dapat dilakukan ke tempat lain. Bahan-bahan untuk membuat rumah yang biasa digunakan adalah kayu albasiah, kadu ’durian’, dan duku. Kayu-kayu tersebut akan digunakan untuk membuat tiang dan rangka; kiray atau rumbia dan ijuk pohon kawung atau aren, yang akan digunakan untuk membuat atap; awi ’bambu’, yang akan digunakan untuk membuat giribig ’bilik’ dan palupuh ’lantai’.
- Nutus, yakni membuat atap kiray. Pada waktu-waktu senggang, lembar demi lembar daun kiray dirangkai menjadi atap. Ada kalanya pula atap dibuat pada waktu senggang di ladang.
- Membuat giribig ’bilik’ untuk dinding rumah. Pada waktu senggang, bambu-bambu dibelah hingga tipis lalu dianyam menjadi sebuah giribig. Ukuran giribig dibuat sedikit lebih besar dari ukuran bidang rumah yang akan ditutupi.
- Memuat palupuh ’lantai’, yang juga dilakukan jauh hari sebelumnya.
Menjadi anggota suatu kelompok liliuran dipandang perlu karena terdapat banyak manfaat di dalamnya. Beberapa keuntungan yang dapat dirasakan oleh anggota kelompok tersebut, di antaranya menjalin dan memperkuat ikatan persahabatan atau pertemanan, mempererat keakraban, saling membantu dalam pekerjaan, dan melestarikan tradisi leluhur.