Nama kesenian keroncong tugu berasal dari kata “keroncong” dan “tugu”. Asal mula istilah “Keroncong” tidak begitu jelas alur sejarahnya. Menurut Jascee (2010) bahwa ada pendapat yang mengatakan bahwa nama “keroncong” berasal dari nama salah satu alat musik mirip gitar berukuran kecil bernama ukulele (dalam istilah Hawaii, ukelele berarti ‘jari yang melompat’) dari Polynesia yang disebut “Crouco”. Pendapat lain lebih pada bunyi yang dihasilkan (crong …crong) yaitu suara yang dihasilkan oleh gelang kaki penari ngremo dari Madura. Begitu juga suara yang dihasilkan oleh alat musik ukulele yang jugaberbunyi sama (crong…crong).
Musik keroncong dilahirkan di Portugis pada abad ke-16 dengan nama Fado (latin: nasib). Fado sendiri berasal dari para budak negro dari Cape Verde, Afrika Barat yang dibawa ke Portugal sejak abad ke-15. Masyarakat Portugal di perkotaan mengembangkan musik fado tersebut sebagai musik pengiring tari-tarian Portugis.
Kata “Tugu” adalah nama sebuah tempat di Kecamatan koja Jakarta Utara. Masuknya musik keroncong ke Kampung Tugu adalah armada dagang Portugis pimpinan Tome Pires singgah di Pelabuhan Sunda Kelapa dalam pelayaran dari Malaka Ke Maluku pada tahun 1513. Mereka menjejaki tanah Sunda Kelapa selama 14 tahun karena pada tahun 1527 Pasukan Fatahillah berhasil mengusir Portugis. Salah satu warisan budaya Portugis yang diterima oleh masyarakat Sunda Kelapa adalah Keroncong. Jenis musik Keroncong tetap dimainkan kala itu karena tidak semua orang Portugis meninggalkan tanah Sunda Kelapa. Kelompok orang peranakan mestizo (hasil kawin campur dengan perempuan pribumi) tidak ikut dan memilih menetap di wilayah Sunda Kelapa. Dengan demikian seni dan budaya mereka secara tidak langsung masih dipertahankan hingga saat ini.
Peralatan Digunakan dalam kesenian ini adalah Gitar Frounga yang berukuran besar dengan 4 dawai; gitar Monica berukuran sedang dengan 3-4 dawai; dan gitar Jitera yang berukuran keci dengan 5 dawai; uling; biola; rebana; mandolin; cello; kempul; dan triangle.
Peran pelaku terbagi dua yaitu pemegang alat musik dan penyanyi. Jenis alat musik yang dimainkan terdiri dari alat musik petik, pukul, dan tiup. Waktu pelaksanaan tergantung dari orang yang hendak memerlukan jasa mereka. Bisa dilakukan pada pagi, siang, sore, atau malam hari. Bisa dilakukan di ruang tertutup (gedung) atau ruang terbuka (panggung hiburan). Tatacara pelaksanaan pertunjukan ini Tidak ada ritual sebelum permainan dimulai. Hanya menyelaraskan nada-nada agar tidak sumbang pada saat pelaksanaan.
Sumber:
Ria Andayani S., dkk, “Jejak Portugis di Jakarta Utara”, Laporan Perekaman Peristiwa Sejarah dan Budaya, Bandung: BPNB Jabar, 2018.
Irvan Setiawan dkk, “Warisan Budaya Takbenda di Kota Administratif Jakarta Utara”, Laporan Inventarisasi dan Dokumentasi Warisan Budaya Takbenda, Bandung: BPNB Jabar, 2012.