Kenapa Rumah Tradisional Kampung Wana di Lampung Timur Tahan Gempa
Oleh :
Ani Rostiyati
(Balai Arkeologi Bandung)
Struktur bangunan rumah Kampung Wana yang mempunyai filosofi kepala, badan dan kaki pada bentuk arsitekturnya. Pondasi rumah tradisional Kampung Wana sama dengan pondasi rumah tradisional yang ada di Indonesia pada umumnya, yaitu rumah panggung dengan menggunakan umpak batu. Umpak batu tersebut selain menjadi media perataan beban yang di atasnya dan juga sebagai media pemisah antara material kayu dengan tanah agar tidak cepat terjadi kerusakan. Material kayu yang digunakan adalah jenis merbau atau kenanga, yang merupakan material utama rumah tradisional Kampung Wana. Selain itu umpak batu tersebut apabila terjadi gempa dapat meredam dan mengurangi gerakan tanah terhadap struktur bangunan di atasnya sehingga bangunan tersebut dapat tetap berdiri. Kaki atau kolom yang menjadi tumpangan struktur di atasnya memberikan efek fleksibilitas pada bangunan secara keseluruhan. Hal ini adaptif sekali terhadap kondisi daerah yang rawan gempa. Dan pada bagian struktur atasnya yaitu bagian badan dan kepala mempunyai struktur yang kuat, dengan menggunakan sambungan purus dan pen kayu pada tiap-tiap bagian konstruksinya.
Konstruksi rumah Kampung Wana dengan sistem saling tumpu, tekan, jepit dan tarik pada pemasangan papan lantai, belandar, dinding dan kaso-kaso, menjadikan sistem konstruksi rumah tersebut sangat kuat tahan geseran dan sangat elastis (lentur). Sistem sambungan dan tumpuan yang terdapat pada pertemuan umpak dan tiang (akheui) juga papan lantai dapat mengatasi gaya gempa, di mana sifat sendi pada umpak sebagai upaya mengurangi getaran gempa yang sampai ke balok lantai. Sifat jepit pada balok dinding menjadikan atap seperti bandul untuk menstabilkan bangunan ketika menerima gaya gempa, serta kedua sambungan tersebut menimbulkan friksi sebagai peredam getaran dan merupakan sarana disipasi energi,
Sistem tekan pada kolom dinding, menjadikan papan tersebut saling tarik sehingga terlihat jelas bahwa sistem tumpu, jepit, tekan dan tarik pada sistem sambungan menjadi kesatuan yang kuat. Konstruksi tangga dengan menggunakan sistem purus dan dikunci dengan menggunakan pasak kayu juga menjadikan kekuatan pada tangga tersebut. Hal ini memperlihatkan bahwa rumah tradisional Kampung Wana tidak mengenal sambungan dengan menggunakan paku. Seluruh penyelesaian sambungan ditiap-tiap konstruksi rumah tradisional Kampung Wana memiliki teknik dan sistem tradisional sesuai dengan fungsi, maksud dan tujuan tiap-tiap elemen konstruksi.
Sebagai bentukan dari kebudayaan lokal rumah tradisional Kampung Wana terbentuk melalui serangkaian proses. Rumah tradisional Kampung Wana terbentuk melalui proses sejarah yang panjang dan terakumulasi dari pengalaman-pengalaman anggota kelompok masyarakat secara turun temurun. Sejarah dan pengalaman-pengalaman anggota kelompok masyarakat Kampung Wana kemudian berkembang menjadi sistem budaya lokal yang adaptif terhadap kondisi lingkungan sekitarnya dan menjadi bagian dari jati diri atau identitas masyarakat tersebut. Dinyatakan adaptif karena masyarakat
Kampung Wana memanfaatkan sumber-sumber material yang disediakan oleh alam. Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman anggota-anggota kelompoknya, rumah tradisional setempat didirikan dengan bahan yang mudah didapat dari lingkungan sekitar yakni berupa hutan. Di dalam hutan terdapat bahan-bahan dasar kayu yang bervariasi. Pengetahuan masyarakat dalam memilih bahan kayu menghasilkan pilihan untuk menggunakan kayu yang keras, kuat, dan tahan lama, serta tahan terhadap cuaca atau serangga. Pengetahuan lokal tersebut mendorong dipilihnya kayu-kayu jenis merbau atau kenango yang memenuhi kriteria sebagai kayu yang keras, kuat, tahan lama, dan tahan terhadap cuaca dan serangan serangga.
Perwujudan dari bangunan rumah tradisional Kampung Wana memperlihatkan adanya kearifan lokal masyarakat tersebut untuk menyelaraskan dirinya dengan lingkungan hidup dan lingkungan alam sekitarnya. Arsitektur rumah tradisional Kampung Wana yang ada di Lampung Timur, mempunyai nilai kearifan lokal yang spesifik dan khas. Masyarakat Kampung Wana dalam menyelesaikan dan mengeksplorasi potensi alam dan budaya mereka, mereka memiliki filosofi kearifan lokal yang tepat dalam membangun rumahnya pada saat itu. Struktur bangunan, konstruksi dan sistem sambungan pada rumah tradisional Kampung Wana juga merupakan kearifan lokal yang dapat dikembangkan dan mempunyai nilai serta teknologi yang cukup baik sebagai alternatif penyelesaian konstruksi bangunan dan penanggulangan bencana alam pada masa kini yakni tahan gempa.
Sebuah gempa besar yang pernah terjadi di kawasan Provinsi Lampung tidak serta merta menyebabkan rumah tradisional Kampung Wana mengalami kerusakan atau runtuh. Rumah-rumah tradisional Kampung Wana tetap berdiri dan hanya bergeser beberapa sentimeter dari tempat awal. Adapun rumah yang bergeser tersebut dapat dibetulkan kembali dengan cara “mendongkraknya” sehingga posisi rumah kembali seperti sedia kala. Dengan kata lain, rumah tradisional Kampung Wana adalah model rumah yang tahan terhadap gempa bumi.
Kearifan lokal bentuk, struktur dan konstruksi bangunan tradisional merupakan kekayaan Indonesia yang dapat terus dikembangkan sebagai kekayaan khasanah arsitektur Indonesia. Dari gambaran rumah tradisional Kampung Wana dapat dilihat kebijaksanaan nenek moyang kita dalam beradaptasi dengan lingkungan, baik yang berupa filosofi kehidupan dalam bermasyarakat maupun dalam menghadapi bencana alam.