Prasasti ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 139/M/1998 dan diperbaharui dengan SK Nomor SK 185/M/2015.
Prasasti Ciaruteun merupakan salah satu prasasti dari tujuh Prasasti Purnawarman. Prasasti Ciaruteun beraksara Pallawa dan berbahasa Sanskerta yang berbunyi:
“Vikkrāntāsyā vanipateh śrīmatah pūrņņavarmmaņah tārūmanagarendrasya vişņor=iva padadvāyam”
Yang berarti:
“Inilah sepasang (telapak) kaki, yang seperti (telapak kaki) Dewa Wisnu, ialah telapak kaki Yang Mulia Purnawarman, raja di Negara Taruma, raja yang gagah berani di dunia”
Keberadaan Prasasti Ciaruteun pertama kali diketahui pada 1863, ketika dilaporkan terdapat sebuah batu besar berukir aksara purba di dekat Ciampea. Orang yang pertama kali menemukan prasasti ini adalah pemimpin Bhataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional). Akibat banjir pada 1893, Cagar Budaya Prasasti Ciaruteun sempat hanyut ke hilir, dan dikembalikan ke posisi semula pada 1903. Pada 1981, Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala memindahkan prasasti ini ke Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, dan membangun sebuah cungkup untuk melindunginya.
Berukir aksara purba di dekat Ciampea. Orang yang pertama kali menemukan cagar budaya prasasti Ciaruteun ini adalah pemimpin Bhataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional). Akibat banjir pada 1893, Prasasti Ciaruteun sempat hanyut ke hilir, dan dikembalikan ke posisi semula pada 1903. Pada 1981, Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala memindahkan prasasti ini ke Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, dan membangun sebuah cungkup untuk melindunginya.