Hajatan Perkawinan pada Masyarakat Baduy
Oleh:
Ria Andayani Somantri
(BPNB Jabar)
Hajatan merupakan istilah umum yang meliputi berbagai bentuk selamatan atau kenduri. Orang Baduy biasanya menggelar hajatan setelah melangsungkan beberapa upacara daur hidup mereka, salah satunya acara perkawinan. Hajatan dipandang penting karena terkait dengan keinginan orang tua untuk membahagiakan anaknya. Rencana menyelenggarakan hajatan biasanya sudah dipikirkan jauh-jauh hari, maksimal dalam waktu satu tahun. Lamanya waktu tersebut karena berkaitan dengan mekanisme adat untuk mewujudkan suatu hajatan yang cukup lama. Misalnya tahapan menuju perkawinan, rentang waktunya bahkan bisa mencapai satu tahun lamanya. Namun yang pasti dan sudah menjadi tradisi, pelaksanaan segala macam hajatan biasanya akan berlangsung pada bulan Kalima dalam kalender Baduy. Pada bulan tersebut, orang Baduy lebih banyak berada di rumah. Mereka sedang beristirahat setelah sekian lama menggarap ladang huma-nya masing-masing.
Setelah mendapat kepastian waktu untuk menyelenggarakan hajatan, segala persiapan pun segera direncanakan, seperti dana untuk membeli segala sesuatu yang diperlukan dalam hajatan; menyiapkan makanan berupa nasi dan lauk pauknya, kue-kue, juga buah-buahan. Satu hal lagi yang tak kalah pentingnya, penyelenggara hajatan harus menyiapkan sejumlah tenaga kerja yang akan dilibatkan dalam acara hajatan. Persiapan sudah mulai dilakukan dua minggu sebelum hari H.
Walaupun tidak ada susunan kepanitiaan secara khusus, keluarga yang akan mengadakan hajatan akan menunjuk beberapa orang untuk menjadi pencatat para tamu yang datang untuk melakukan nyambungan, yaitu tradisi memberi sumbangan dalam hajatan yang akan dicatat oleh panitia hajatan. Tujuan pencatatan tersebut adalah untuk mengingatkan mereka yang telah diberi sumbangan agar melakukan hal serupa apabila sang pemberi sumbangan hendak melakukan hajatan.
Kegiatan persiapan dimulai dengan menurunkan padi dari leuit, kemudian ditumbuk hingga menjadi beras. Sebagian dari beras tadi ditepung sebagai bahan membuat kue-kue dan makanan ringan lainnya. Semua pekerjaan dilakukan oleh perempuan. Mereka yang hendak membantu akan datang sendiri. Khusus untuk menumbuk padi di keluarga yang sedang hajatan, mereka tidak mendapat upah. Mereka hanya akan mendapat makan dan nasi timbel dengan lauk pauknya yang cukup untuk suami dan anak-anaknya di rumah.
Sepuluh hari sebelum hari H, sudah tampak kesibukan membuat kue-kue untuk menjamu para tamu. Yang mengerjakan adalah kaum ibu tetangga terdekat dan kerabat. Mereka yang terlibat dalam pekerjaan tersebut akan mendapat jatah makanan untuk dibawa pulang, sehingga mereka tidak perlu memasak lagi di rumah. Kesibukan penyelenggara hajatan biasanya akan diikuti oleh kesibukan keluarga lainnya di tempat tersebut. Mereka ikut sibuk karena terkait dengan adat nyambungan. Ada yang membuat dodol dan makanan lainnya, juga ada yang hanya menyiapkan bahan-bahan makanan yang mentahnya saja. Mereka tidak pernah membuat makanan hanya untuk keperluan nyambungan, melainkan juga sekalian untuk keperluan keluarganya.
Para ambu sedang membuat kue dan makanan lainnya
Sumber Foto: Dokumentasi Dade
Persediaan makanan itu dibuat untuk menyuguhi kerabat dari jauh yang datang mampir ke rumahnya, setelah nyambungan ke penyelenggara hajatan. Aktivitas menyiapkan bahan makanan dan membuat makanan jadi, kadang-kadang dilakukan di luar rumah.
Lima hari sebelum pelaksanaan, para tamu mulai berdatangan, terutama yang datang dari kampung yang jauh. Mereka datang membawa ayam, beras, kelapa, gula aren, dodol, atau makanan lainnya sebagai bantuan kepada penyelenggara hajatan. Setelah barang bawaannya diketahui oleh tuan rumah, giliran pencatat sumbangan melaksanakan tugasnya dibantu beberapa orang petugas lainnya. Petugas mencatat nama penyumbang, asal kampung, jenis dan banyaknya sumbangan, juga status pengirimnya.
Satanggungan berekat yang terbuat dari anyaman berisi nasi, seekor ayam panggang, lauk pauk lainnya, makanan ringan, pisang, gula aren akan diantar ke para sesepuh Baduy
Sumber Foto: Dokumentasi Dade
Ketika para tamu hendak pulang, mereka akan mendapat berekat masing-masing sebuah keranjang atau satanggungan yang terbuat dari anyaman daun kelapa yang sudah tua. Berekat itu terdiri atas nasi, seekor ayam panggang, lauk pauk lainnya, makanan ringan, pisang, dan gula aren. Di samping itu, di keranjang yang terpisah disediakan beberapa ekor ayam yang masih hidup. Untuk puun atau tamu terhormat lainnya, bawaan dipikul oleh suruhan dari panitia.