Sub Direktorat Warisan Budaya Takbenda yang berada di bawah naungan Direktorat Warisan Budaya Takbenda sudah berhasil menetapkan 819 Warisan Budaya Takbenda Indonesia selama kurun waktu 2013-2018. Beranjak dari tahun ke tahun, struktur seleksi dan tata kerja mulai dari proses seleksi hingga penetapan dan perayaan terus diperbaiki agar sebuah karya budaya dapat disahkan dan lebih dikenal oleh masyarakat sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Salah satu bentuk dari upaya tersebut adalah dengan melakukan Evaluasi Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang diadakan pada tanggal 16 – 17 November 2018 di Kabupaten Cianjur. Rapat tersebut dihadiri oleh Sub Direktorat Warisan Budaya Takbenda, perwakilan tim ahli Warisan Budaya Takbenda, dan perwakilan dari BPNB yang dalam hal ini diwakili oleh BPNB Jabar.
Mengawali kegiatan, Dra. Lien Dwiari Ratnawati, M.Hum sebagai Kasubdit Warisan Budaya Takbenda dalam pidatonya memaparkan bahwa evaluasi yang dilakukan memang sudah selayaknya dilaksanakan setelah kegiatan berjalan selama lima tahun yang dihitung mulai dari sidang penetapan WBTB pertama, yaitu tahun 2013. Hasil evaluasi ini diharapkan dapat menghasilkan masukan demi meningkatkan kualitas mulai dari proses seleksi hingga ke tahap puncaknya yaitu apresiasi karya-karya budaya dari 34 provinsi di Indonesia yang sudah disahkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia, atau yang saat ini lebih dikenal dengan nama perayaan WBTB. Oleh karena itu, materi rapat berisikan tentang permasalahan mulai dari evaluasi pemangku kepentingan WBTB yang dalam hal ini adalah BPNB, evaluasi rapat penilaian WBTB, verifikasi WBTB, evaluasi sidang penetapan, dan evaluasi apresiasi WBTB.
Dr. Nadjamuddin Ramly, M.Si selaku Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya dalam pidato pembukaan dan peresmian mengakui bahwa kegiatan penetapan WBTB berupa pencatatan hingga penetapan WBTB oleh pemangku kepentingan yang dalam hal ini adalah BPNB memang cukup berat dari tahun ke tahun. Walaupun dengan kondisi demikian, namun himbauan beliau agar pencatatan WBTB tetap dijalankan. Terakhir, Beliau menginginkan agar hasil rapat evaluasi ini dapat segera ditindalanjuti.
Permasalahan kelengkapan data pengusulan dalam hal ini ditanyakan oleh perwakilan BPNB Jabar. Hal ini disebabkan karena selama ini belum ada panduan tertulis, utamanya mengenai format dan materi yang ada dalam kelengkapan data foto dan video pengajuan karya budaya. Selain itu, disarankan agar dibuat sub-sub yang wajib diisi dalam deskripsi pengisian formulir. Hal ini disebabkan masih adanya deskripsi karya budaya yang diajukan masih belum terstruktur dan cenderung keluar dari materi yang ditanyakan oleh panitia seleksi.
Dalam sidang penetapan WBTB, perwakilan dari dinas provinsi memang wajib hadir karena ajuan karya budaya akan ditangguhkan apabila tidak hadir. Walaupun demikian, perwakilan dinas provinsi dari daerah ajuan karya budayanya belum tentu dapat menguasai seluruh karya budaya ajuannya. Oleh karena itu, perwakilan BPNB Jabar menyarankan agar menambahkan menambahkan satu orang budayawan yang mendampingi perwakilan dinas saat sidang penetapan. Permasalahan lainnya adalah tentang lokasi perayaan yang dari tahun ke tahun masih tetap, yaitu di Jakarta. Tidak menutup kemungkinan provinsi lain juga ingin ikut ambil bagian sebagai tuan rumah perayaan WBTB.
Sementara tu, pertanyaan dari perwakilan tim ahli di antaranya menyangkut minimnya jumlah tim ahli yang mengadakan verifikasi lapangan. Hal ini disebabkan, saat dilapangan tidak menutup kemungkinan ada karya budaya lain yang bukan menjadi keahlian tim ahli. Hal ini tentu merepotkan mengingat tujuan verifikasi adalah ingin mengetahui keberadaan dan keaslian ajuan karya budaya tersebut.
Seluruh permasalahan yang diajukan oleh peserta rapat tidak seketika terjawab seluruhnya dalam rapat evaluasi sidang penetapan WBTB. Dibutuhkan pembahasan lebih lanjut untuk menghasilkan jawaban yang berujung pada peningkatan kualitas penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia (irvan).