Bandung – Pendokumentasian budaya daerah dalam bentuk film hingga saat ini masih sangat terbatas. “Setiap tahun, hanya ada lima hingga enam perekaman budaya melalui kamera video,” ujar Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung, Toto Sucipto, kepada Tempo, Kamis, 6 Februari 2014.
Toto mengatakan pembuatan dokumentasi budaya sering kali terkendala kemampuan sumber daya manusia dan dana yang terbatas dari pemerintah. Menurut dia, sejak 1989-2013 baru ada 70 film dokumenter yang dibuat instansinya. Padahal, wilayah kerja instansinya cukup luas, yakni Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, dan Lampung.
Dokumentasi yang difilmkan, kata Toto, biasanya meliputi aneka ragam kesenian dan upacara adat, termasuk perkawinan tradisional. BPNB berencana mendokumentasikan beberapa pentas seni seperti tari jaipong dan tari topeng Cirebon serta pencak silat.
BPNB juga sedang menyiapkan lima film lain yang datanya masih terus dilengkapi. Menurut Toto, setiap judul film membutuhkan dana pembuatan hingga Rp 30 juta. Film dokumentasi itu digarap oleh para pegawai yang sudah dilatih. Setelah itu film diedarkan ke dinas-dinas budaya kota dan kabupaten.
Idola Perdini, seorang pembuat film pendek, mengkritik film buatan BPNB. Menurut dia, film buatan BPNB termasuk semi-dokumenter. Film dokumenter berbeda dengan film dokumentasi. Film dokumenter minimal memerlukan seorang pemeran utama dan ditonton untuk umum. Sedangkan film dokumentasi, walaupun sama-sama berdasarkan fakta, pembuatannya hanya untuk kalangan internal.
Sumber: http://www.tempo.co