Siat Sampian merupakan tradisi unik yang termasuk dalam salah satu rangkaian dari pelaksanaan upacara ngusaba di Pura Samuan Tiga. Sejarah mengenai pelaksanaan tradisi Siat Sampian tidak diketahui dengan pasti namun penyebutan Siat Sampian ini ditemukan pada lontar Tatwa Siwa Purana, khususnya lembar 11 disebutkan:
“….samalih sapamadeg idane prabu Candrasangka mangwangun pura saluwire : Penataran Sasih, Samuan Tiga, hilen-hilen rikala aci, nampiog nganten, siyat sampian, sanghyang jaran nglamuk beha, mapalengkungan siyat pajeng, pendet, hana bale pgat, pgat leteh:…
artinya:
“…dan lagi semasa pemerintahan beliau Prabu Candrasangka, membangun pura antara lain: Penataran Sasih, Samuantiga, tari-tarian di saat upacara, nampyog nganten, siyat sampian, sanghyang jaran menginjak bara, mapalengkungan perang payung, pendet, dan ada bale pegat, menghapus ketidaksucian”.

Tradisi siat sampian ini dilaksanakan dalam rangkaian Upacara Pujawali di Pura Samuan Tiga. Pura Samuan Tiga terletak di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. Tradisi ini dilaksanakan setahun sekali pada Purnama ning Sasih Kedasa nemu Pasah.
Berdasarkan asal katanya kata siat sampian terdiri dari: siat = perang dan sampian= rangkaian janur yang indah yang digunakan untuk kelengkapan banten/sesajen. Sampian yang dipergunakan dalam tradisi siat sampian ini adalah sampian dangsil/sampian jerimpen.

Prosesi Siat Sampian ini dilaksanakan pada hari ketiga setelah Upacara Pujawali dilaksanakan. Diawali dengan persembahyangan bersama oleh seluruh masyarakat Desa Adat Bedulu di pagi hari, kemudian dilanjutkan dengan premas. Premas (pengayah istri) adalah ibu-ibu yang telah disucikan bertugas sebagai tukang banten dan juga beberapa orang menjadi premas karena berkaul. Jumlah Premas sampai saat ini berjumlah +/- 50 orang, memakai kebaya putih, kain hitam, selendang putih, dengan hiasan rambut pucuk arjuna. Premas mendahului dengan menarikan Nampiog (gerak tari sederhana yang terdiri dari: Nyambung/memegang selendang penari di belakangnya, Ngober, dan Ngampig) sambil berjalan mengitari areal pura sebanyak tiga kali. Setelah itu, Premas bersama-sama Parekan (pengayah lanang/laki-laki berpakaian serba putih) yang sampai saat ini berjumlah -/- 400 orang berpegangan tangan satu dengan lainnya berjalan mengitari areal pura sebanyak 3 (tiga) kali sambil melakukan gerakan Ngombak. Setelah semua prosesi ini dilaksanakan, disertai dengan sorakan semua premas tersebut langsung mengambil sampian yang telah disediakan dan merekapun saling pukul atau saling lempar, dilanjutkan dengan para parekan juga mengambil sampian dan saling lempar/pukul, dimulailah Siat Sampian ini.

Prosesi Siat Sampian di Pura Samuan Tiga

Seperti diketahui, sampian merupakan lambang senjata Dewa Wisnu, dan senjata ini dipergunakan untuk memerangi Adharma (kejahatan). Filosofi dan makna yang diambil dari tradisi ini adalah untuk mengenyahkan Adharma dari muka bumi. Selain sebagai simbol untuk memerangi kejahatan, ‘siat sampian’ juga bermakna untuk memohon keselamatan/kesejahteraan lahir batin, dan merayakan bersatunya berbagai sekte keagamaan Hindu di Bali. (WN)