Barapan diawali ketika petani Sumbawa sudah mulai mengenal pola bercocok tanam dan memelihara ternak. Pada awal mengenal pengolahan tanah, orang Sumbawa hanya menghalau kawanan kerbaunya ke tengah sawah, mengharapkan bekas kaki kerbau yang banyak itu akan menggemburkan tanah sawah sehingga mudah ditanami. Yakin akan sistem itu dilaksanakan dengan kurang teratur dengan sedikit bermain yaitu dengan karapan, mengundang pasangan kerbau-kerbau dari desa desa tetangga. Perkembangan selanjutnya terlihat menjadi permainan rakyat yang sangat digemari di daerah Sumbawa.
Ratusan pasangan kerbau didaftarkan pemiliknya untuk mengikuti Barapan, untuk diadu kecepatan dan ketepatannya berlari di dalam sawah berlumpur menuju finish di ujung sawah. Pada garis finish dipancangkan sebentuk orang-orangan yang dibuat dengan rangka seperti kayu salib. Orang-orangan inilah yang disebut saka. Saka dipancangkan dan dijaga oleh dukun yang mampu dengan kekuatan spiritualnya membelokkan arah lari sang kerbau. Namun di pihak pemilik kerbau juga tidak kurang memiliki sandro (dukun) yang berusaha mengalahkan kekuatan sandro saka.
Dewasa ini Barapan sudah dilaksanakan dengan peralatan yang agak modern karena menggunakan stopwatch untuk mengukur kecepatan lari sang kerbau, dan dibuatkan pula peraturan-peraturan yang mengatur jalannya permainan agar lebih tertib. Barapan terlihan tidak seperti balapan, karena pasangan kerbau tersebut berlari sendiri di bawah kendali jokinya menuju saka. Meskipun kerbaunya berlari cepat, kalau tidak dapat merebahkan saka atau tidak tepat menuju saka, maka nilainya berkurang. Dalam hal ini berlaku ketentuan siapa cepat dan tepat dialah pemenang utamanya. Secara tradisional acara Barapan ini semua peserta baik yang kalah maupun yang menang selalu puas. Hal itu terjadi karena semua peserta dilayani oleh masyarakat penyelenggara dengan segala rasa kekeluargaan.