Pasantian: Kelompok Belajar Pengetahuan Sastra Tradisional Bali

0
1560

Pasantian secara etimologi berasal dari Bahasa Sansekerta, yakni śānti yang kemudian diserap ke dalam bahasa Jawa Kuna. Dalam Bahasa Jawa Kuna, kata santi memiliki banyak arti, antara lain ketenangan, ketenteraman, ketidakhadiran nafsu, pencegahan rasa sakit, kedamaian, kemakmuran, keberuntungan, upacara untuk mencegah kejahatan. Kata śānti kemudian diserap ke dalam Bahasa Bali menjadi kata santi dengan arti tenang, aman, damai dan selamat. Kata santi tersebut kemudian diberi konfiks ka—an sehingga menjadi pasantian dan memiliki arti wadah atau tempat bagi seseorang untuk belajar mencari dan mendapatkan ketenangan, keamanan, kedamaian, dan keselamatan melalui pengetahuan dan keterampilan olah sastra tradisional, terutama sastra tembang.

Pasantian sebagai kelompok belajar pengetahuan tentang sastra Bali tradisional memiliki sejarah panjang. Berdasarkan catatan Prasasti Bali Kuna, yakni Prasasti Bebetin bertahun 818 Saka (896 M), pada saat itu di Bali telah ada sebuah kelompok belajar menembang yang dinamakan pagending. Seiring dengan perkembangan kebudayaan Bali, dan terutama berkembangnya sastra tembang di Bali, setelah Bali berada di bawah Majapahit, pagending itu kemudian berkembang menjadi pasantian yang diwarisi masyarakat Bali hingga saat ini.

Salah Satu Sekaa Pasantian Desa Kayu Putih, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng

Pasantian memiliki fungsi bagi masyarakat Bali, antara lain meningkatkan pemahaman dan keyakinan masyarakat Bali kepada Tuhan (Sang Hyang Widhi); tempat memupuk dan meningkatkan solidaritas sosial masyarakat Bali; wadah menumbuhkembangkan etika dan moralitas masyarakat Bali melalui pembelajaran dan pemahaman nilai-nilai luhur budaya bangsa; sarana pengontrol sikap dan perilaku masyarakat Bali; menumbuhkan kepekaan estetik masyarakat Bali. (WN)