LIANG NAMANG/SELENG NAMANG, PERTUNJUKAN TRADISIONAL MASYARAKAT LAMAHOLOT

0
3014

Pada jaman dahulu, masyarakat Gelong Tapobali hidup tentram, damai dan sejahtera.  Namun ketika terjadi bencana alam, air bah dan banjir bandang (kemolu watenpuken) yang meluluhlantakkan tanah air mereka, komunitas ini tercerai berai.  Si sulung mengungsi ke pantai selatan (Lamahala), sedangkan yang bungsu ke barat di suatu daerah yang dikenal dengan nama Gelong Lamaluat.  Kisah bencana alam ini kemudian dituturkan dengan menggunakan sastra lisan dalam dialog berlagu yang disebut seleng, dipadukan gerakan tari, dimana hentakan kaki / namang mendominasi gerak tari tersebut.  Pada saat ini, seleng namang sebagai seni teater tradisional masyarakat Gelong Tapobali tidak hanya dipentaskan pada upacara adat kampung, tapi juga pada perayaan hari-hari nasional, hari-hari besar keagamaan atau kunjungan tamu pemerintah.

Seleng Namang merupakan sebuah theater tradisional masyarakat Lamaholot khususnya masyarakat Gelong Tapobali, dengan unsur utama yang terkandung di dalamnya adalah tari yang disebut Namang. Namang adalah tari/namang ini, sentakan  kaki memainkan peranan utama. Sedangkan musik  atau suara yang disebut liang /seleng yakni dialog berlagu secara bergantian antara dua orang, diikuti refrain yang disebut orong oleh para peserta seleng naming, baik laki-laki maupun perempuan dengan jumlah tak terbatas (20 s/d 35 orang, dst).

Musik pengiringnya adalah giring-giring yang dipasang pada pergelangan kaki peserta, dengan pola lantai setengah lingkaran (berpegangan tangan merapat).  Cerita yang didialogkan dalam bentuk lagu dan tari, lebih kental berisi tentang kisah bencana alam yang menimpa tanah air mereka jaman dahulu kala.  Sampai saat ini, seleng naming masih bertahan di masyarakat Lamaholot dan tidak hanya dipentaskan pada upacara adat, tapi juga pada perayaan hari-hari nasional, hari-hari besar keagamaan atau kunjungan tamu pemerintah.