Kain bebali merupakan salah satu jenis kain yang sangat erat kaitannya dengan upacara spiritual keagamaan dan kepercayaan bagi masyarakat Bali. Kain bebali berfungsi sebagian besar sebagai sarana dalam pelaksanaan upacara manusa yadnya, bersifat sakral dan memiliki makna sebagai pelindung, penolak bala, penyembuh penyakit, dan lain-lain. Dalam upacara manusa yadnya, kain bebali bermakna kesucian, kekuatan penangkal bahaya, kasih sayang, pengendalian diri, dan panjang umur (Muliati, 2012).
Menurut Dr. URS Ramseyer, antropolog budaya dari Swiss, mengemukakan bahwa kain bebali merupakan contoh yang baik sekali untuk memperlihatkan bagaimana satuan-satuan budaya material memiliki fungsi sebagai pembawa pesan-pesan bagi komunikasi pengetahuan kearifan budaya.
Sebutan kain bebali di masing-masing daerah di Bali sangat beragam, ada yang mengenal dengan sebutan kain wangsul, kain pesaluk, kain sekordi, kain keeling. Jenis-jenis kain bebali memiliki fungsi dan makna yang berbeda, baik dari motif maupun warnanya. Kebanyakan motifnya adalah kotak-kotak, dan warnanya menggambarkan Rwa Bhineda, yaitu konsep dualism: baik-buruk, widya-awidya, purusa-pradana. Di Kabupaten Karangasem contohnya, kain bebali ini disebut dengan kain sekordi, umumnya berwarna kuning, dipergunakan untuk kamben pada saat upacara potong gigi (metatah) bagi remaja putra dan putri yang belum menikah.
Penggunaan kain bebali dapat kita temui dalam upacara Telubulanan (3 bulanan), metatah (potong gigi), juga digunakan dalam upacara Ngaben (kremasi). Proses pembuatan kain bebali menggunakan alat tenun cagcag. Dalam pengerjaannya, kain bebali ditenun oleh tetua perempuan yang sudah tidak lagi menstruasi atau dalam bahasa Bali baki. Hal ini dikarenakan kain yang dihasilkan merupakan kain yang akan dipergunakan berhubungan dengan keagamaan, maka para perempuan di Bali yang masih menstruasi dilarang membuat kain ini. Hal ini pulalah yang menyebabkan kain bebali pada saat ini cukup jarang ditemukan. (WN)
Sumber Referensi:
Muliati, Ni Kadek. 2012. Kain Bebali Sebagai Sarana Upacara Manusa Yadnya di Desa Sukawati. Tesis. Denpasar: Kajian Budaya, Program Pascasarjana Universitas Udayana.