Bagi siapa saja yang berkunjung ke Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, pasti tidak asing lagi dengan sebuah patung yang berdiri kokoh di depan Gedung depan. Terletak persis di sebelah kolam ikan, patung ini seringkali dijadikan background untuk berfoto bersama. Patung ini telah menjadi sebuah ikon baru bagi Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali.

Meski sudah beberapa tahun berdiri, namun penamaannya baru saja dilaunching oleh Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, I Made Dharma Suteja, S.S, M.Si pada upacara peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 2019. Nama patung tersebut adalah “Sang Kawiswara”.

Secara epistimologi, ”Sang Kawiswara” berasal dari dua suku kata yaitu Sang dan Kawiswara. Kata Sang menunjukkan seseorang (dalam hal ini peneliti atau ilmuwan), sedangkan Kawiswara berarti mengumpulkan atau menulis (nyurat) dalam manuskrip (lontar) berupa wahyu atau ajaran dalam bentuk suara dan pawisik, dari Tuhan atau guru. Nama Kawiswara juga merupakan salah satu Dewa Sorga yang dipuja. Hal ini tersurat dalam salah satu bait rangkaian mantra gaib pamungkah (pembuka) Weda.

Ide pembuatan patung sebagai simbol dari Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali sendiri telah muncul sejak tahun 2015. Saat itu Kepala Balai masih dijabat oleh I Made Purna. I Made Purna memiliki ide untuk membuat patung yang merepresentasikan Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali sebagai sebuah lembaga penelitian. Ide tersebut kemudian diterjemahkan hingga dapat terwujud menjadi patung seperti saat ini.

Apabila diperhatikan secara seksama, patung nyurat lontar ini merupakan proses pelestarian salah satu Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) yaitu manuskrip. Manuskrip ini kemudian dipilih sebagai objek pemajuan kebudayaan yang akan digali secara lebih mendalam oleh BPNB. Nama Sang Kawiswara lalu dipilih untuk memudahkan penyebutan. (WN)