Berdasarkan deskripsi oral atau cerita para tetua dan informasi yang terekam dalam sejarah, kerajinan perak di Desa Celuk Gianyar tahun 1915 dipelopori oleh seorang Pande bernama I Nyoman Gati. I Nyoman Gati belajar memande dari ayahnya yaitu I Nyoman Klesir (biasa dipanggil Nang Klesir). I Nyoman Klesir sebelumnya belajar dengan cara nyantrik yaitu belajar sambil bekerja dan berguru kepada seorang keluarga Pande, Pan Sumpang di Mengwi- Kabupaten Badung.
Diceritakan, I Nyoman Gati bersama murid-muridnya, semula menekuni pekerjaan kerajinan perak hanya untuk keperluan sarana yadnya di Bali. Selain itu, untuk perhiasan dan pernak-pernik dari pernikahan raja atau ngayah ke puri. Cukup banyak kerajinan yang telah dihasilkan, baik berupa produk kerajinan maupun aksesoris. Produk yang dihasilkan berupa bentuk bokoran, sangku, caratan atau penastan, danganan keris, pakaian raja, dan aksesoris wanita untuk perkawinan.
Sebagai seorang pengerajin, ia terus menekuni pekerjaannya, sehingga lama kelamaan profesi yang ia lakukan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Pekerjaan memande ini diikuti oleh masyarakat lainnya yang ada di Desa Celuk. Hal ini disebabkan produk yang dihasilkan oleh I Nyoman Gati dan murid-muridnya disukai Raja – Raja di Gianyar pada waktu itu, sehingga beliau mendapat kepercayaan bekerja di puri-puri (rumah bangsawan) seperti Puri Ubud, Puri Sukawati, dan Puri Sangsi-Singapadu.
Mereka disebut pelopor atau mahaguru yang ulung bagi warga Celuk.Mengingat keuletan dan dedikasinya dalam menciptakan karakteristik dari kerajinan perak Celuk yang sampai saat ini masih bisa dipertahankan. Masyarakat Celuk mulai banyak mengerjakan kerajinan perak pada tahun 1935, sehingga profesi tukang perak (memande) di Desa Celuk semakin tumbuh dan berkembang semakin meluas. Hasil karya mereka pun berkembang. Semula berupa alat-alat sarana upacara untuk keperluan keagamaan berkembang menjadi perhiasan (aksesories) seperti cincin, anting-anting, kalung (penden), gelang, bros dan sebagainya.
Ide atau gagasan pengerajin perak Celuk yang dituangkan dalam bentuk kerajinan terinspirasi dari motif hias Bali seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang yang melibatkan unsur-unsur rupa seperti titik, garis, bidang, ruang, warna, dan tekstur. Motif hias ini merupakan warisan yang telah digunakan secara turun-temurun. Motif adalah pola atau corak dari gagasan yang dominan dalam karya seni yang dapat berupa peran atau bentuk yang berulang-ulang dalam penggunaannya.
Yang menjadi motif desain khas kerajinan perak Desa Celuk yang telah diwariskan secara turun-temurun adalah:
1. Motif Jajawanan
2. Motif Liman paya
3. Motif Buah gonad
4. Motif Bun jejawanan
1. Motif Jejawanan adalah komponen motif dari susunan jawan yang berbahan dasar material perak yang berbentuk bola-bola dengan berbagai ukuran.
2. Motif Liman Paya terinspirasi dari tangan atau sulur buah pare yang terlihat seperti gulungan spiral yang membentuk gulungan mengkrucut.
3. Motif Buah Gonda adalah motif yang distilirisasi dari buah sayuran gonda, yang kemudian dituangkan kedalam motif material berbagan dasar perak.
4. Motif Bun Jejawanan ini terinspirasi dari sulur tunas pohon pakis aji. Di mana sulur tunas yang masih muda berbentuk memanjang dan melengkung pada ujungnya kemudian dituangkan dalam motif hias kerajinan perak Celuk.
Dari keempat motif dasar sebagai motif khas yang dimiliki pengerajin Desa Celuk dapat dikembangkan dan terus berkembang menjadi ribuan desain baru yang mengakar kepada keempat motif dasar tersebut. Hingga saat ini motif dasar sebagai ciri khas ini masih sangat kental dan digunakan dalam karya yang dihasilkan sebagai motif komunal dan kekayaan tradisi (Foklore) milik masyarakat Desa Celuk bersama.
Alat-alat yang Digunakan untuk Menghasilkan Kerajinan Perak
Di dalam menginventarisasi alat-alat yang digunakan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa tahapan yang digunakan dalam bekerja. Pertama: tahap pembakaran yang digunakan mulai dari Pengububan, Paron, Palu, Penjepit, Pengupin Jawan, Pengaudan, Bungut goak, Gunting, Kikir, Tampel, Penyanglingan, Sikat Kawat Bahan-bahan yang Digunakan untuk Menghasilkan Barang Kerajinan Perak: Ketip, Talen, Suku, Rupiah dan Perak Glontokan. Yang berupa tembaga: Peser, Sen dan Bengol.
Ada juga perunggu yang berupa Koin Klip. Pada kisaran tahun 1960’an inilah yang digunakan oleh masyarakat Celuk yang masih bisa didapatkan. Karena perak glotokan pada saat ini sulit untuk didapatkan. Disamping bahan pokok berupa perak, bahan-bahan yang digunakan untuk membantu menghasilkan barang kerajinan perak berupa:
1. Buah piling-piling
2. Buah asem/lunak
3. Buah krerek
4. Daun amplas
5. Garam
6. Blimbing buluh
Hingga saat ini kerajinan mereka terus mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat Bali. Bahkan banyak menjadi koleksi para pejabat negara luar (seperti dari Belanda). Salah seorang kolektornya adalah Rudolf Bonet yang merupakan maestro seni lukis yang bermukim di Desa Ubud. Rudolf Bonet kemudian merangkul seniman perak Celuk untuk diajak memajukan usaha kerajinan perak Celuk. (WN)