Ritual ”Perang Timbung” adalah salah satu Tradisi masyarakat Pejanggiq dan Serewe Kecamatan Praya Tengah kabupaten Lombok Tengah, yang sampai saat ini masih tetap dilaksanakan setiap tahun, tepat setiap pada akhir bulan Agustus atau bula September. Pelaksanaan Ritual Perang Timbung dilakukan oleh segenap masyarakat Serewe dan Pejanggiq dari semua kalangan Masyarakat, bahkan Masyarakat dari luar Desa tersebut turut serta larut pada acara tersebut.
Kelengkapan daripada pelaksanaan acara Perang Timbung, masyarakat menyiapkan beberapa bilah potongan bambu yang berukuran kurang lebih satu meter dan isi beras ketan yang sudah diaduk dengan santan kelapa lalu dibakar dengan cara didirikan yang disandarkan pada bentangan kayu berukuran lima meter atau bisa lebih.
Setelah semua perlengkapan Pesaji sudah siap dibawa ketempat Ritual dengan menggunakan Dulang atau Nare Pemangku Ritual (pemimpin acara) mendo’akan acara tersbut agar semua masyarakat dan situasi saat itu aman dan sejahtera sepanjang masa.
Sebelum pelaksanaan acara Ritual Perang Timbung, pada malam harinya masyarakat melaskanakan acara Mace atau selakaran (membaca Lontar atau membaca Alqur’an) sebagai acara menyambut pelaksanaan Ritual Perang Timbung.
Acara-acara Ritual lainnya seperti : Ritual Lingkoq Hajatan, selamatan Lowong. Ritual Lingkoq Hajatan bisa dilakukan pada bulan biasa tetapi, harus pada hari Jumat begitu juga ritual selamatan Lowong (do’a untuk kesuburan tanaman padi) yang mana setelah acara ritual sebagian dari Pesaji di lepas di sawah dengan harapan pertumbuhan dan hasil panen melimpah ruah.
Ritual Perang Timbung sebagai sibul rasa syukur dan kegembiraan manusia atas segala pemberian kesejahteraan dari yang Maha Kuasa dan uniknya lagi Perang Timbung juga menjadi ajang mencari jodoh.
Sumber : WBTB BPNB Bali, NTB, NTT 2011