Terompang Beruk merupakan sebuah alat musik tradisional yang sangat sederhana. Alat musik ini di buat dari bilah-bilah kayu Lekukun dimana suara masing-masing bilah diatur agar sesuai dengan nada terompong sesungguhnya. Agar suara yang dihasilkan mampu mengalun (bergema) maka dibawah bilah kayu tersebut dipasang atau digantungkan “beruk” (batok kelapa) yang besarnya diatur, disesuaikan dengan nada bilah diatasnya.
Terompang beruk ini digunakan untuk mengiringi tarian sakral yang dilengkapi dengan beberapa perangkat gamelan yang juga terbuat dari bilah-bilah kayu seperti bangsa, curing, riong, juglag, kemplung, kempli, dan lain-lain, sehingga menjadi saperangkat “gong beruk”. Alat musik ini tetap dikembangkan di daerah banjar Bangle, Desa Bunutan, Kecamatan Abang yang digunakan sebagai pengiring tarian sakral pada saat Pujawali d Pura Pemaksan Bngle yang dilaksanakan setiap 2 tahun sekali.
Sejarah munculnya terompong beruk di Karangasem, khususnya di banjar Bangle tidak diketahui secara pasti. Menurut penuturan masyarakat, terompong beruk telah ada sejak dulu dan telah digunakan secara turun-temurun. Melihat kesederhanaan bentuk bentuk dan bahan yang digunakan, kesenian terompong beruk merupakan wujud tanggapan aktif masyarakat terhadap alam sekitarnya. Banjar Bangle pada masa lalu merupakan daerah yang relatif terisolir, sehingga masyarakat memanfaatkan potensi alam sekitarnya sebagai alat kesenian. Sesuai namanya terompong beruk yakni musik terompong yang terbuat dari beruk (batok kelapa), masyarakat menggunakan batok kelapa sebagai alat mengekspresikan rasa seni. Sejalan dengan kemampuan teknologinya, masyarakat menata batok kelapa menjadi alat musik yang enak didengar. (WN)
Sumber: Dokumen Pencatatan WBTB BPNB Bali