Terminologi palelintangan dalam bahasa Bali sama dengan dengan ilmu perbintangan dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa asing disebut ilmu Astronomi. Sedangkan dalam bahasa Sasak disebut sebagai ilmu diwase jelo atau pediwasan. Ilmu diwase jelo sudah lama dikenal etnis Sasak, sejak suku bangsa Sasak menginjakkan kakinya di gumi siwung (pulau kosong) yang kemudian disebut gumi Sasak.
Menurut hasil penelitian Arkeologis yang dilakukan oleh Prof. Sukmono pada tahun 1975 di daerah Lombok Selatan yaitu Gunung Tengaq (sekarang Gunung Priring) menyebutkan bahwa suku bangsa Sasak telah mendiami gumi Sasak ini sejak 200 tahun sebelum Masehi. Ini berarti suku bangsa Sasak sudah mengenal ilmu perbintangan setidaknya sejak saat itu. Hasil penggalian dan penelitian Arkeologis itu telah diperkuat oleh Drs. M.M Sukarto dan Prof. Salheim guru besar di Universitas Hawai.
Ilmu perbintangan sebagai pengetahuan dan keahlian lokal suku bangsa Sasak, yang dikenal sebagai uriga (wuriga) telah banyak ditulis dalam daun lontar yang disebut takepan, ditulis dalam huruf Kawi/Jawa (Jejawan). Menggunakan bahasa Kawi atau bahasa Jawa madya dan juga menggunakan bahasa reramputan (campuran bahasa Sasak dan Jawa Madya). Oleh karena wilayah (locus) adat budaya Sasak terbagi dalam empat lokus yaitu lokus Selaparang di Lombok Timur, lokus Pejanggiq di Lombok Tengah, lokus Bayan di Lombok Utara dan lokus Pujut di Lombok Tengah bagian selatan), maka cara perhitungan astronomi dalam wuriga Sasak pun menjadi sedikit berbeda. Terutama dalam sebutan nama bulan.
Hitungan hari penanggalan jelo dan dalam hal pengenaan dedosan (sanksi) adat jika ada pelanggaran adat. Penggunaan uriga sangat dipengaruhi oleh budaya Jawa (dengan terminolog Hindu, Budha, Islam), budaya Bali (dengan terminologi Hindu Bali) dan budaya Arab Melayu (dengan terminologi Islam).
Secara garis besar dalam wuriga atau wariga Sasak berisikan :
a. Hal tanda/ciri tabiat manusia.
b. Hal perhitungan masa: jelo (hari), isjulan (bulan), taun (tahun) dan windu.
c. Hal perhitungan waktu yang bagus (ayu), waktu yang jelek (ala) dan perhitungan waktu yang kosong (mengkem).
d. Hal pewukuan (pewukon) yaitu tentang perhitungan dari setiap kelideran (siklus) setiap 7 (tujuh) hari. Banyaknya wuku itu ada 30 (tiga puluh).
e. Hal mulai membangun dan menggunakan rumah (bale), lumbung (samoi), dapur (pawon), munik sawah (memunik/mencetak); menggunakan sawah (munik bangket), membuat /menempati pekarangan untuk rumah dan lain-lain.
f. Hal menerima ilmu pedukunan (belian), membuat/menurunkan obat (obat-obatan, tetamba).
g. Hal mencari ilmu kesaktian (kejayaan).
h. Hal membuat daya kekuatan mantra (doa) ilmu gaib (bejariq ilmu), (aji mantra suala).
i. Hal meminang dan mengambil gadis untuk dikawini (meraris).
j. Hal begawe adat (pesta adat) atau rowah (kenduri) adat daur hidup, seperti sunatan, (khitanan), ngurisan (potong rambut, bekikir/ngikiran (potong gigi), beretes ,bisos tian (cuci perut tujuh bulan kehamilan.
k. Hal turun sawah mengolah tanah pertanian (ngaro-ngareng tetanduran), seperti selamet aiq atau selamet telabah/olor, memulai upacara turun bibit (nurunang bineh), umpama nurunang sampi/kerbau untuk digunakan mengerjakan sawah, umpama mulai membajak (nenggaa), umpama menurunkan bibit (ngampar), menanam padi, (lowong), mulai mengetam padi (mataq), selamat padi (selamet padi/pare), selamet limbung (rowah/ selamet sambi).
l. Hal turun ke laut( turun segara) mencari ikan.
m. Hal masuk hutan atau naik gunung (kesawah, begunung). Dan lain-lain kegiatan /aktivitas kehidupan.
(WN)