Stasiun Lempuyangan merupakan stasiun kereta api pertama di Yogyakarta yang digunakan untuk melayani transportasi penumpang dan barang. Bangunan stasiun Lempuyangan merupakan bangunan peninggalan masa Belanda. Buku Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid I menyebutkan bahwa Stasiun Lempuyangan dibangun oleh perusahaan swasta Belanda bernama NISM (Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschapij) dan mulai dioperasikan pada 10 Juni 1872.

     Pembangunan Stasiun Lempuyangan ini berkaitan dengan perkembangan perkebunan yang pesat pada masa itu. Wilayah Vorstenlanden (istilah yang sering digunakan untuk menyebut daerah yang menjadi kekuasaan dari kerajaan pecahan dari Kesultanan Mataram Islam meliputi Surakarta dan Yogyakarta) terkenal daerah penghasil komoditas perdagangan seperti kayu, tembakau, nila, kopi dan gula. Komoditas perdagangan dalam jumlah besar tersebut harus segera diangkut dari pusat-pusat perkebunan ke Pelabuhan Semarang, dan selanjutnya diekspor ke Eropa. Pembangunan stasiun juga bertujuan untuk memperbaiki sarana transportasi tradisional berupa kereta yang ditarik sapi, kerbau, dan kuda.

Situasi Stasiun Lempuyangan tampak dari tenggara. Terlihat ada bangunan baru di sisi selatan emplasemen. Pada mulanya bangunan itu tidak ada (lihat pada foto 2). (Foto: Dok. BPCB DIY 2010)
Situasi Stasiun Lempuyangan dari tenggara (Foto: Dok. BPCB DIY 2005)

     Pembangunan jalur kereta ini ditandai dengan pencangkulan pertama pembuatan badan jalan kereta api. Verslag van den Raad van Beheer der Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij menyebutkan bahwa pembangunan dilakukan di desa Kemijen (Semarang) pada 17 Juni 1864 dan dilakukan oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda L.A.J. Baron Sloet van den Beele. Pembangunan tersebut mencakup jalur Semarang-Vorstenlanden dan jalur Semarang-Ambarawa sepanjang 202,1 km.

     Pembangunan Stasiun Lempuyangan ini ditujukan untuk membantu pengangkutan gula dan juga mobilitas masyarakat di wilayah Vorstenlanden-Semarang. Stasiun ini juga menjadi pemberhentian terakhir dari jalur kereta api rute Semarang-Solo-Yogyakarta dan dibangun di atas lahan milik Kesultanan Yogyakarta. Rute ini menghubungkan empat kerajaan di Jawa, yaitu Kesunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman yang merupakan pecahan dari Kesultanan Mataram Islam.

     Sejak awal pembangunanya, Stasiun Lempuyangan ini dibangun di lahan seluas 259 m², pada ketinggian ± 114 m dpl (meter di atas permukaan laut). Stasiun ini terbagi menjadi beberapa ruangan, yaitu ruang depan stasiun, loket penjualan tiket, ruang kepala stasiun, ruang administrasi, dan ruang pimpinan perjalanan kereta api.

     Selain itu terdapat juga gudang barang, jembatan timbang, garasi truk angkutan barang, menara penyimpanan cadangan bensin, kantor pekerja pemelihara jalur rel, tempat penyimpanan alat-alat pandai besi, rumah sinyal, gudang penyimpanan sepeda dan lampu, menara air, rumah dinas pegawai NISM, perumahan pegawai NISM orang bumiputra, gardu jaga, dan bangsal lokomotif.

     Pembangunan Stasiun Lempuyangan ini berdampak besar bagi kemajuan transportasi serta pertumbuhan ekonomi di Yogyakarta. Hal ini dapat diukur dari peningkatan jumlah angkutan baik penumpang maupun barang. Saat itu telah tersedia juga fasilitas untuk memberikan kenyamanan bagi para calon penumpang. Namun, jumlah penumpang di Stasiun Lempuyangan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah angkutan barang.

     Stasiun Lempuyangan (LPN) hingga kini masih beroperasi dan berada di bawah wilayah Daerah Operasi VI Yogyakarta (Daop VI Yogyakarta). Stasiun ini masuk dalam klasifikasi Stasiun Besar tipe B yang melayani seluruh keberangkatan dan pemberhentian kereta api ekonomi baik komersial maupun bersubsidi dari berbagai daerah dari seluruh Jawa.

     Bangunan Stasiun Lempuyangan terletak di Jalan Lempuyangan No. 1, Kelurahan Bausasran, Kemantren Danurejan, Kota Yogyakarta. Bangunan ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya dengan Per.Men Budpar RI No. PM.89/PW.007/MKP/2011. (snta)