Secara administratif rumah tradisional milik Mulatinah terletak di Mangir Lor RT. 01, Sendangsari, Pajangan, Bantul. Bangunan ini merupakan warisan turun-temurun dari seorang bernama Mertowijoyo. Ia seorang pedagang gula di Pasar Beringharjo. Ia membangun rumah tersebut pada tahun 1955 sebagai rumah tinggal.
Bangunan rumah berarsitektur tradisional jawa tersebut menghadap ke selatan. Bagian depan menggunakan model joglo. Pada bagian atap emper menggunakan rangkaian atap raguman yaitu rangkaian plafon bambu utuh (empyak) dirangkai terlebih dahulu sebelum dipasang dengan bantuan pengikat dari ijuk. Ikatannya dinamakan raguman.
Rumah bagian induk dan rumah bagian belakang menggunakan atap limasan cere gencet dengan menggunakan dinding tembok berpelester. Dikatakan rumah limasan cere gencet karena rumah limasan ini bergandengan pada salah satu emper masing-masing.
Pada waktu terjadi gempa pada 2006 kondisi rumah mengalami rusak dan sebagian dilakukan perbaikan. Rangkaian atap raguman diganti dengan atap menggunakan kayu. Secara fisik, desain dan setting rumah tradisional milik Mulatinah bisa dikatakan mencitrakan arsitektur Jawa, khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun kondisinya cukup memprihatinkan, karena beberapa komponen bangunan telah mengalami kerusakan. Beberapa komponen yang rusak terutama ada di bagian atas (rangka atap).
Rumah ini termasuk dalam sepuluh bangunan warisan budaya yang mendapat penghargaan “Kompensasi Pelindungan Cagar Budaya 2019” dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemberian penghargaan tersebut merupakan kelanjutan dari program “Penghargaan Pelestari Cagar Budaya” yang telah dilaksanakan sejak tahun 2008. Tujuannya untuk mendorong masyarakat khususnya para pemilik dan pengelola cagar budaya agar bersemangat melestarikan keberadaan Cagar Budaya beserta nilai-nilai penting (sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan) yang terkandung di dalamnya.