Bangunan Kompleks Kepatihan berdiri pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I. Kompleks bangunan ini dahulu merupakan kantor kerja Pepatih Dalem atau rijkbestuurder sekaligus berfungsi sebagai tempat tinggal.

      Sebagai seorang pepatih Sultan maka pepatih-dalem memiliki hubungan yang khusus dengan Sultan, sehingga apabila Sultan mempunyai hajat menikahkan putra-putrinya maka bangunan kepatihan itulah yang digunakan sebagai tempat perayaan. Sesudah acara panggih yang dilaksanakan di keraton kemudian pengantin diboyong ke  Kepatihan. Di bangsal Kepatihan inilah kemudian diadakan perayaan dengan menampilkan suatu tarian atau Beksan Entheng, Beksan Lawung Alus, dan Beksan Lawung Gagah serta Sekar Madura.

      Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai penguasa daerah Kasultanan mengambil kebijaksanaan bahwa tempat kerja pepatih–dalem dipindahkan dari kepatihan ke keraton. Pada masa tersebut terjadi perubahan dalam pemerintahan. Sultan HB IX berusaha untuk mengurangi tugas-tugas pepatih-dalem.

       Untuk menggantikan pepatih maka kemudian dibentuklah jawatan-jawatan yang disebut dengan paniradya yang dikepalai oleh seorang paniradyapati. Jawatan itu adalah Sanapitra (Sekretariat), Wiyatapraja (Pendidikan), Rancana Pancawara (Perencana Penerangan), Ayahan Umum (Jawatan Pemerintah Umum), Ekonomi, Yayasan Umum. Mereka itulah yang secara penuh membantu Sultan dan langsung di bawah pimpinan Sultan HB IX yang berkantor di Kepatihan. Sedangkan pepatih-dalem yaitu Kanjeng Pangeran Hadipati Haryo Danurejo VIII karena lanjut usianya sejak tanggal 1 Agustus 1945 dipensiun. Oleh karena itu tugas dan kekuasaan pepatih-dalem kemudian dilaksanakan Sultan dan sehari-hari berkantor di Kepatihan.

      Kemudian Sultan juga membentuk Utaradyapati suatu lembaga pemerintah yaitu Urusan Pegawai, Pemeriksaan Keuangan, Sridatamayukti (Pengadilan Darah Dalem) yang pada tahun 1947 dibubarkan.  Sejak pepatih-dalem tersebut dipensiun maka Sultan tidak mengangkat patih lagi dan bangunan Kepatihan tetap menjadi kantor kerja para paniradyapati beserta stafnya.

Foto:Dok.BPCB DIY.2018
Foto: Dok. BPCB DIY.2018

 

 

 

 

Foto: Dok. BPCB DIY.2018
Foto: Dok. BPCB DIY.2018

 

 

 

 

 

    Pada masa revolusi kepatihan pernah digunakan sebagai Kantor Penerangan Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya pada 13 juni 1946. Sekarang  bangunan tersebut masih dilestarikan menjadi kantor pemerintah. Secara keseluruhan kompleks ini merupakan bangunan berarsitektur tradisional Jawa yang terdiri atas pendapa, dalem ageng, gandhok, dan gadri. Di dalam kompleks juga terdapat fasilitas berupa masjid, selain itu juga dilengkapi dengan bangunan pelengkap seperti Bale Mangu dan lain-lain. Keseluruhan kompleks dibatasi pagar keliling dengan pintu masuk utama di sisi barat.

      Bangunan ini ditetapkan sebagai Cagar Budaya dengan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. PM.07/PW.007/MKP/2010. Bangunan Kompleks Kepatihan terletak di Jalan Malioboro No. 52-54, Suryatmajan, Danurejan, Yogyakarta.