Pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana VI, dalem ini digunakan sebagai tempat tinggal anaknya yang bernama GPH Suryoputra. Dalem ini sering digunakan sebagai tempat latihan kesenian Jawa. Setelah GPH Suryoputra wafat, dalem ini dikembalikan kepada sultan Sultan, yang selanjutnya diberikan kepada putranya yaitu GPH Hadikusuma. Maka dalem tersebut terkenal dengan nama Dalem Ngadikusuman.
Pada zaman pendudukan militer Jepang, dalem ini sering digunakan sebagai tempat berbagai macam kegiatan pemuda, seperti olah raga dan kesenian. Pada 28 Juli 1952, dalem ini dibeli oleh Dinas Pengawas Keselamatan Negara, yang selanjutnya digunakan sebagai asrama polisi sampai sekarang.
Bangunan ini menghadap ke selatan dengan pintu gapura beratap kampung, daun pintu gerbang terbuat dari kayu terdiri atas 2 buah pintu. Pagar keliling bangunan berupa tembok dan sekarang dipakai untuk tembok permanen bangunan rumah di sekeliling dalem.
Pendapa berdenah bujur sangkar tanpa dinding dan beratap joglo. Di sebelah utara pendapa terdapat pringgitan dan dua kamar di barat dan timurnya. Lantai pendapa dan pringgitan dari plesteran.
Antara dalem ageng dan pringgitan dibatasi tembok dengan tiga buah pintu penghubung. Di dalem ageng terdapat sentong kiwo, sentong tengen, dan sentong tengah. Di utara sentong terdapat ruangan yang sekarang dipakai untuk tempat tinggal. Sedangkan gandok tengen dipakai untuk tempat tinggal dengan sekat-sekat baru dari kayu/tripleks.
Bangunan ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya dengan keputusan menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia Nomor PM.89/PM.007/MKP/2011. Dalem Suryoputran terletak di Jalan Suryoputran No. 13 Yogyakarta.