Meski panas terik mentari terasa menyengat berlebih, tapi tak sedikit pun membuat adik-adik pramuka penggalang mengekspresikan rasa letih. Perjuangan menaklukan rute perjalanan Jelajah Budaya yang panjang dan menantang, pada Minggu (16/4), terbayar lunas oleh rasa puas, dengan menjejakkan kaki di situs-situs warisan budaya bangsa (Candi Barong, Candi Dawangsari, Situs Ratu Boko, dan Candi Banyunibo) serta memetik nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Sampai di akhir acara pun, kegiatan yang digelar BPCB DIY dan Kwarda Gerakan Pramuka DIY itu tak mengguratkan rasa lelah di wajah para peserta. Yang membekas dari kegiatan itu hanya sikap peduli cagar budaya, mempererat persaudaraan, dan menebar kegembiraan.
Jelajah Budaya merupakan program pembelajaran pelestarian cagar budaya bagi pelajar yang dikemas dalam bentuk kegiatan bersifat edukatif-kultural, kreatif, rekreatif, produktif, inovatif, dan menantang. Kegiatan ini digelar rutin setiap tahun. Pada 2017, perhelatan Jelajah Budaya sudah yang ke-11 kalinya. Kegiatan ini diikuti 250 pramuka tingkat penggalang perutusan Kwarcab se-DIY. Tema Jelajah Budaya kali ini yakni “Memahami Karya Peradaban Bangsa, Membangun Generasi Peduli Budaya, Berkarakter, dan Berintegritas”. Sesuai dengan temanya, fokus utama kegiatan ini adalah mengajak para pramuka untuk memahami peradaban Mataram Kuno, dengan menelusuri jejak-jejak tinggalan budaya peradaban Mataram Kuno yang tersebar di perbukitan daerah Prambanan – Yogyakarta bagian selatan atau yang sering disebut “Siwa Plateau”.
Ada nila-nilai penting yang terkandung dalam tinggalan budaya peradaban Mataram Kuno itu. Dari sana kita bisa tahu, bahwa pada masa lampau nenek moyang kita sudah menjunjung tinggi sikap toleransi. Wujud kerukunan itu tecermin dari lokasi sebaran tinggalan budaya tersebut. Meski berlatar belakang agama yang berbeda-beda, namun tinggalan-tinggalan budaya itu letaknya masih berdekatan, yakni Candi Barong (Hindu), Candi Dawangsari (Buddha), Arca Ganesha (Hindu), Situs Ratu Boko (Hindu dan Buddha), dan Candi Banyunibo (Buddha). Hal itu membuktikan bahwa nenek moyang kita bisa hidup berdampingan dalam perbedaan.
Selain napak tilas ke berbagai warisan budaya bangsa, peserta Jelajah Budaya juga saling berkompetisi dalam beberapa giat prestasi, antara lain kecakapan pramuka, pengetahuan cagar budaya, dan yel-yel kebangsaan untuk memperebutkan regu terbaik dan regu termenarik. Jelajah budaya juga diisi dengan kegiatan penanaman pohon di lingkungan situs cagar budaya sebagai bentuk rasa peduli terhadap alam sekitar. Mereka juga menyemaikan sikap kepedulian itu kepada masyarakat di sekitar situs cagar budaya, dengan memberikan bibit pohon untuk ditanam guna memperhijau lingkungan.
Disamping guna menumbuhkan tunas-tunas muda yang peduli budaya, digelarnya Jelajah Budaya juga dimaksudkan untuk menyemarakkan Hari Warisan Dunia yang diperingati setiap tanggal 18 April. Begitulah cara Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta memperingati “Hari Warisan Dunia”. Bagaimana denganmu ? (Ferry A.)