Ki Hajar Dewantara dan Tut Wuri Handayani tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan di Indonesia. Yang disebut pertama dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia dan yang disebut terakhir terkenal sebagai semboyan pendidikan di Indonesia.
Sebutan “Ki” pada nama Ki Hajar Dewantara ternyata menyiratkan keinginan luhur dari sang pemakainya. Begitu pula dengan semboyan Tut Wuri Handayani, ternyata mengandung nasihat agar setiap pendidik tidak memaksakan kehendak kepada anak didiknya.
Ki Hajar Dewantara memiliki nama asli Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Beliau lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Beliau merupakan keturunan bangsawan, anak dari Pangeran Suryaningrat dan cucu dari Sri Paku Alam III.
Pada tanggal 3 Februari 1928, Suwardi Suryaningrat berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara dan menanggalkan gelar Raden Mas (RM) agar lebih dekat dengan rakyat. Sebutan Ki, Nyi, dan Ni dalam semua anggota keluarga Taman Siswa merupakan wujud pelaksanaan demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. Semua anggota keluarga Taman Siswa berniat untuk tidak memandang sesama berdasarkan kedudukan dengan melepaskan sebutan-sebutan dari zaman feodal: raden, raden mas, raden roro, raden ajeng, raden ayu, dan sebagainya. Semuanya dengan ikhlas hati mengganti sebutannya masing-masing menjadi “Ki, Nyi atau Ni”.
Ki merupakan kata sapaan kepada orang tua atau guru laki-laki (yang menjadi anutan). Nyi sebagai kata sapaan kepada orang tua atau guru perempuan (yang menjadi anutan). Ni adalah kata sapaan untuk perempuan yang belum kawin.
Tut Wuri Handayani berarti mengikuti dari belakang dengan mempengaruhi. Maksudnya yaitu jangan menarik-narik anak dari depan. Biarkanlah anak-anak mencari jalannya sendiri. Kalau si anak salah jalan, barulah si pamong boleh mengarahkannya. Dengan demikian, telah jelas bahwa Semboyan Tut Wuri Handayani adalah semboyan “Among Sejati.”
Referensi: Agung, Leo dan Suparman. 2012. Sejarah Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Ombak