Kekuatan budaya bangsa Indonesia sejatinya tidak hanya dilihat dari banyaknya jumlah warisan budayanya saja. Gotong royong antar pemangku kepentingan pengelola warisan budaya di tanah air juga memiliki andil besar dalam memajukan kebudayaan bangsa. Hal itulah yang tercermin pada gelaran Pameran Bersama Cagar Budaya bertema “Cagar Budaya Menuju Warisan Dunia” yang digagas oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatra Barat dalam rangka pendukungan warisan budaya Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. di Gedung Pusat Kebudayaan, Kota Sawahlunto, Sumatra Barat pada 4 s.d. 9 Juli 2019.

  Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta (BPCB DIY) ikut serta berpartisipasi dalam pameran tersebut. Stan pameran BPCB DIY menyajikan tiga buah panel informasi yang disesuaikan dengan tema pameran. Dua panel berisi informasi tentang Kompleks Candi Prambanan yang sudah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO dan satu buah panel berisi informasi mengenai Sumbu Filosofi Yogyakarta yang diajukan sebagai warisan dunia dengan nama City of Philosophy.

       Panel pertama mengulik riwayat pemugaran Kompleks Candi Prambanan dengan menyajikan beberapa foto Candi Prambanan tempo dulu dan uraian singkat tentang kronologi pemugarannya. Dalam panel tersebut disebutkan bahwa Kompleks Candi Prambanan ditemukan oleh seorang berkebangsaan Belanda bernama C.A. Lons pada 1733 dalam kondisi runtuh. Kegiatan pelestarian baru dimulai tahun 1885 oleh Ijzerman, seorang ahli sejarah dan arkeologi dari Belanda.

    Pemugaran Candi Prambanan secara sistematis dan metodologis baru dilakukan pada tahun 1918 di bawah pimpinan P.J. Perquin dari Jawatan Purbakala (Oudheidkundige Dienst/ OD). Setelah itu dilakukan kegiatan penelitian selama delapan belas tahun dan kegiatan pemugaran selama tujuh tahun. Upaya pemugaran diteruskan oleh V.P. van Romondt yang dibantu P.H. van Coolwijk, Soehamir, dan Samingun. Pada tahun 1942 sampai dengan tahun 1953 pemugaran Candi Prambanan ditangani oleh orang Indonesia sendiri yang dipimpin oleh Samingun dan Suwarno. Pada 20 Desember 1953, Candi Siwa selesai dipugar dan diresmikan oleh presiden pertama Republik Indonesia yaitu Sukarno.

      Pemugaran Candi Prambanan terus dilanjutkan dengan berhasil memugar candi-candi lain yang berada di halaman pusat. Candi-candi tersebut antara lain: Candi Brahma dipugar pada 1978 s.d. 1987; Candi Wisnu dipugar pada 1982 s.d 1991; tiga buah candi wahana, empat buah candi kelir, dan empat buah candi pathok dipugar pada 1991 s.d. 1993.

      Panel kedua mengulas tentang kandungan nilai-nilai universal luar biasa (outstanding universal value) yang dimiliki oleh Kompleks Candi Prambanan sebagai warisan dunia. Candi Prambanan mengandung dua kriteria dari sepuluh kriteria (outstanding universal value) yang ditetapkan oleh UNESCO. Adapun kriteria tersebut yaitu Kriteria  (i):  Gugusan Candi Prambanan memperlihatkan seni budaya Siwa terbesar yang merupakan karya besar masa klasik di Indonesia. Kriteria (iv): Bangunan Candi Prambanan merupakan kompleks religius yang terkenal yang memperlihatkan karakteristik/ ciri Siwa sekitar abad ke-10 M.

    Panel ketiga membahas tentang makna dari Sumbu Filosofi Yogyakarta. Sumbu Filosofi Yogyakarta yaitu suatu garis imajiner yang membentang dari Panggung Krapyak-Keraton Yogyakarta-Tugu Yogyakarta apabila ditarik suatu garis lurus di antara ketiga bangunan tersebut.

     Panggung Krapyak merupakan awal dari tiga titik susunan sumbu filosofis (Panggung Krapyak-Keraton-Tugu) Sangkan Paraning Dumadi. Pertemuan antara wiji (benih) yang digambarkan antara Panggung Krapyak (yoni) dengan Tugu Pal Patih (lingga), melambangkan proses kelahiran manusia (sangkaning dumadi) yang tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa, berumah tangga, mengandung, dan melahirkan anak.  Sebaliknya dari Tugu Pal Putih menuju Keraton Yogyakarta melambangkan perjalanan hidup manusia kembali menuju Sang Penciptanya (paraning dumadi). Keraton Yogyakarta yang berada di titik tengah menggambarkan kehidupan manusia yang telah mapan-dewasa, dan akhir filosofi paraning dumadi yaitu kehidupan langgeng di alam akhirat setelah kematian disimbolkan dengan Lampu Kyai Wiji di Gedhong Prabayeksa yang tak pernah padam sejak Sultan Hamengku  Buwana I.

     Di samping menampilkan panel informatif, stan pameran BPCB DIY juga menyajikan sebelas buah replika arca surocolo yang terdiri atas kelompok dewi kesenian dan kelompok dewi musik dalam panteon agama Buddha. Di stan pameran juga menyediakan buklet berisi informasi tentang candi-candi di Yogyakarta dan suvenir berupa gantungan kunci berbentuk candi prambanan dan pin bergambar cagar budaya yang dibagikan kepada pengunjung secara gratis.

       Pameran bersama yang yang juga diikuti oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi, Balai Konservasi Borobudur, Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali, Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan, Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimantan Timur, Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo, Universitas Indonesia, PT Bukit Asam, Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat ini akhirnya berbuah manis. Dalam siaran pers dari Sekretariat Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO disebutkan bahwa Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto, ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO. Penetapan tersebut diumumkan pada gelaran sesi ke-43 Pertemuan Komite Warisan Dunia pada 6 Juli 2019 di Kota Baku, Azerbaijan, pukul 12.20 waktu setempat. Pertemuan komite ini diselenggarakan pada 30 Juni hingga 10 Juli 2019 dan merupakan acara rutin tahunan Komite Warisan Dunia (World Heritage Committee) yang dimandatkan oleh Konvensi tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia (Convention concerning the Protection of World Cultural dan Natural Heritage), atau disebut sebagai Konvensi Warisan Dunia 1972. (fry)