Sebuah cendera mata berisi pesan “Seni dan Budaya adalah DNA bangsa kita, fondasi menuju Indonesia Maju” dari Koordinator Staf Khusus Presiden, AAGN Ari Dwipayana yang diterima Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Zaimul Azzah, di aula kantor BPCB DIY, pada 12 Maret 2021 merangkum semua arahannya saat melakukan kunjungan kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam rangka Perjalanan Budaya 2021.
Ari menegaskan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki potensi cagar budaya yang begitu kaya, dan dapat dikembangkan sebagai pusat edukasi yang mampu menginspirasi masyarakat untuk mencintai budaya bangsa. Kata Ari, cagar budaya yang dimiliki Yogyakarta tidak hanya candi, tetapi juga beragam benda, bangunan, dan struktur warisan budaya.
Untuk melestarikan cagar budaya dan mengembangkannya tidaklah mudah. Berbagai tantangan sudah merintangi dan harus segera ditangani. “Daerah Istimewa Yogyakarta terus berkembang. Dampaknya, pelestarian cagar budaya juga makin ditekan laju pembangunan,” jelas Ari.
Ari mengatakan bahwa pelestarian cagar budaya tidak dapat dilakukan sendiri, harus ada sinergi di antara berbagai pihak. Oleh karena itu, penguatan kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat mesti ditingkatkan. Ari menekankan perlunya kerja yang tidak biasa dalam pelestarian cagar budaya untuk mengubah persepsi terhadap pembangunan budaya. “Jangan sampai pelestarian cagar budaya dipandang hanya membebani anggaran. Kita harus kerja sama secara kreatif agar pelestarian cagar budaya dilihat sebagai investasi budaya yang berdampak ekonomi,” tegasnya.
Usai memaparkan arahannya terkait tata kelola cagar budaya, Ari beserta rombongan mengunjungi beberapa candi yang ada di daerah Kabupaten Sleman. Di antaranya Candi Kalasan, Candi Kedulan, Stupa Dawangsari, Candi Barong, dan Candi Ijo. Dalam kunjungan tersebut Ari dan rombongan dipandu oleh para arkeolog dari BPCB DIY.
Kekurangan Sumber Daya Manusia
Banyaknya jumlah cagar budaya yang tidak diimbangi dengan ketersediaan sumberdaya manusia, juga menjadi permasalahan serius dalam pelestarian cagar budaya. Zaimul Azzah menjelaskan, BPCB DIY masih kekurangan juru pelestari yang bertugas memugar cagar budaya. Dari total 36 juru pelihara yang dimiliki BPCB DIY, 11 orang di antaranya akan pensiun dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Kendala tersebut harus segera mendapat solusi, mengingat sejumlah pemugaran candi masih harus dipugar secara berkelanjutan antara lain Candi Prambanan, Candi Kalasan, Candi Kimpulan, Candi Ijo, dan Stupa Dawangsari.
Selain kurangnya jumlah juru pelestari, keterbatasan jumlah juru pelihara juga menjadi permasalahan yang harus dihadapi BPCB DIY. Jumlah juru pelihara yang terbatas tidak memadai untuk melakukan perawatan dan pemeliharaan cagar budaya secara rutin. Jumlah cagar budaya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta begitu banyak dan tersebar luas di beberapa tempat, juru pelihara harus melakukan pembersihan cagar budaya secara berkeliling dari satu ke tempat lainnya. Akibatnya setiap cagar budaya tidak dapat dirawat dengan intensif. Sebagian hanya bisa dibersihkan dua kali dalam sepekan.
Kendala eksternal yang ditemui BPCB DIY dalam melestarikan cagar budaya salah satunya yaitu masalah pembebasan lahan. Zaimul Azzah mengemukakan bahwa banyak cagar budaya ditemukan di lahan milik masyarakat. Sebagian lahan tersebut harus dibeli negara atau dibebaskan untuk kebutuhan pelestarian cagar budaya. Seringkali dalam upaya pembebasan lahan, BPCB DIY mengalami kesulitan mencapai kesepakatan dengan pemilik tanah dalam menentukan harga tanah. Hal itulah yang menjadi salah satu faktor penghambat kegiatan pelestarian cagar budaya. (fry)