Candi Kimpulan ditemukan pada 11 Desember 2009 di lokasi pembangunan perpustakaan Universitas Islam Indonesia (UII), Jalan Kaliurang Km. 14,5, Sleman, Yogyakarta. Lokasi temuan candi secara administratif terletak di Dusun Kimpulan, Desa Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penemuan tersebut dilaporkan ke Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, kemudian ditindaklanjuti dengan survei lapangan dan ekskavasi (penggalian) penyelamatan yang bertujuan untuk menampakkan kondisi fisik candi.
Dari hasil ekskavasi diketahui bahwa Candi Kimpulan terdiri atas satu buah candi induk berdenah bujur sangkar berukuran 6 x 6 meter, satu buah candi perwara berdenah persegi panjang berukuran 4 x 6 meter yang dibatasi dengan batas halaman I di sisi barat dan selatan berupa susunan batu gundul setebal 1,2 meter yang berjarak 11,2 meter dari lingga patok pusat. Di dalam candi induk ditemukan arca Ganesa, lingga, dan yoni, serta wadah gerabah di bawah cerat yoni. Di dalam candi perwara ditemukan arca Nandi, dua buah lapik padma yang mengapit arca Nandi, lingga, dan yoni.
Candi Kimpulan merupakan bangunan candi yang terbuka, karena tidak ditemukan dinding dan atap bangunan. Penutup atap diperkirakan menggunakan bahan yang mudah lapuk (mungkin bambu atau kayu) dengan tiang kayu di atas umpak. Asumsi ini didasarkan atas adanya temuan umpak di lantai bangunan induk. Tangga naik ke bilik candi kemungkinan menggunakan tangga kayu, karena di candi ini tidak ditemukan adanya tangga naik.
Selama proses pengupasan tanah di candi induk dan candi perwara banyak ditemukan data-data arkeologis yang berupa peripih, mangkuk perunggu, benda-benda logam seperti fragmen besi, lempengan emas dan perak, manik-manik, fragmen gerabah, mata uang emas, perak, dan lain se-bagainya. Lempengan emas dan perak bertulis, pernah dibaca oleh Epigraf dari Universitas Gadjah Mada, Tjahjono Prasodjo. Menurutnya, tulisan kemungkinan merupakan mantra, tetapi sampai sekarang belum terbaca dengan jelas, karena guratan tulisannya sangat tipis dan lempengan mudah rapuh.
Hipotesis dari Tim Geologi Universitas Gadjah Mada menyatakan bahwa Candi Kimpulan terkubur oleh material-material dari endapan Merapi yang terbawa arus sungai-sungai yang berada di sekitar candi.
Kondisi bangunan yang ditemukan masih utuh, menurut Tim geologi disebabkan oleh dua hal yaitu:
- Arus yang membawa bahan sedimen tidak terlalu deras, sehingga boulder yang terbawa tidak menghantam bangunan dengan keras. Indikasi arus ini terlihat dari layer lapisan tanah (stratigrafi) yang relatif datar.
- Arus yang membawa bahan sedimen tidak menghantam tegak lurus dengan dinding bangunan, tetapi menghantam bagian sudut bangunan sehingga arus dapat terbelah ke kanan dan kiri dinding bangunan.
Fungsi bangunan candi ini belum diketahui, namun latar belakang keagamaannya adalah agama Hindu dengan unsur-unsur aspek simbol dewa yang disederhanakan dalam satu ruang. Temuan lingga-yoni, arca Ganesa, dan arca Nandi membuktikan hal ini.
Penyebutan situs dengan nama Candi Kimpulan disesuaikan dengan letak administratif situs yang berada di Dusun Kimpulan. Penyebutan berdasarkan keletakan administratif situs sudah lazim dalam disiplin arkeologi, sebab ada tiga cara penamaan situs atau bangunan cagar budaya. Pertama karena memang sudah disebut dalam prasasti (Contoh kasus ini adalah penyebutan Candi Kalasan). Kedua karena penyebutan oleh masyarakat (Contoh kasus ini adalah penyebutan Candi Barong). Ketiga berdasar letak administrasi wilayahnya (Contoh kasus ini adalah penyebutan Candi Sambisari, Candi Kedulan, dan Candi Gebang). Pada 2010, Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta telah melaksanakan kegiatan studi teknis dan pemugaran di Candi Kimpulan.