Pelestarian Situs Gua Bloyot pada Kawasan Karst Berbasis Pengembangan Masyarakat : Studi Kasus Kampung Merabu, Kabupaten Berau

0
2891

Edy Gunawan, S.Hum

Disalin dari Buletin Kudungga, Vol.3, BPCB Samarinda, 2014

Abstrak

Pengelolaan potensi alam dan budaya yang ada di Kampung Merabu bertujuan untuk pelestarian yang berkelanjutan dan berkeadilan. Pelestarian yang melibatkan masyarakat akan mampu menjaga dan melindungi cagar budaya. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan cagar budaya juga  berimplikasi terhadap kesejahteraan hidup dan kemampuan yang dimiliki.

Kata Kunci : Pelestarian, Cagar Budaya, Pengelolaan, Pengembangan Masyarakat, CRM

  1. Latar Belakang

Berau adalah salah satu wilayah yang diberkahi kekayaan alam melimpah baik yang ada di atas tanah maupun di bawah tanah. Salah satu kekayaan alam yang terkadang dilupakan keberadaannya adalah Kawasan Karst, yaitu kawasan perbukitan kapur yang telah mengalami proses pelarutan sedemikian rupa sehingga menunjukkan ciri-ciri fisik yang unik dan khas.  Istilah karst berasal dari bahasa Slovenia “Karra/Garra” yang mengalami evolusi linguistik menjadi “kars/krast” yang berarti daerah berbatu atau tandus (Ford & William, 2007).  Kawasan karst adalah kawasan yang terdiri atas bentangan alam yang sangat unik secara khusus terjadi pada batuan karbonat (batuan gamping dan dolomit) yang disebabkan oleh proses karstifikasi. Beberapa bentuk lansekap unik yang menjadi ciri kawasan karst  adalah perbukitan berbentuk kerucut (conicle) dan bentuk menara, lembah-lembah tertutup (dolina/uvala/polje), telaga, sungai bawah tanah, lubang-lubang resapan air (swallow hole/ponor) dan gua-gua.

Kawasan karst tersebut memiliki gua (cave) dan ceruk (rock shelter) yang diperkirakan pernah dimanfaatkan sebagai tempat hunian oleh manusia masa lalu di Pulau Kalimantan. Menurut White (1976) gua merupakan rongga bawah tanah yang alami, termasuk di dalamnya pintu masuk (entrance), lorong (passage) dan ruang (room/chamber) yang bisa ditelusuri oleh penjelajah manusia. Gua dan ceruk telah lama digunakan oleh manusia pada akhir zaman plestosen. Manusia awal yang menghuni gua tersebut meninggalkan bukti yang masih terpreservasi dengan baik pada kawasan ini. Bukti tersebut yang kita jumpai saat ini menjadi data awal untuk merekonstruksi sejarah manusia.

Beraneka ragam jenis dan motif yang digambarkan pada dinding gua, menjelaskan begitu pentingnya karst dalam kehidupan masyarakat pada masa lampau. Seolah mengingatkan kita akan apa yang mereka lakukan pada saat kedatangan manusia awal di Kalimantan. Saat ini gambar cadas tersebut perlu dilestarikan dan dijaga eksistensinya untuk dapat terus dimanfaatkan dan dikembangkan tanpa melupakan aspek pelestariannya.

Masyarakat pendukung kawasan karst yang menjadi bagian terdepan penjaga kawasan karst tersebut berada dipersimpangan jalan. Pada satu sisi mereka harus memanfaatkan alam dan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak jarang berakibat pada kerusakan kawasan, namun pada sisi lain mereka harus tetap menjaga kawasan agar keberlangsungan alam dan linkungannya tidak membawa kehancuran pada kehidupan mereka. Oleh karena itu diperlukan upaya dan dukungan untuk menjaga dan melestarikan kawasan dari berbagai pihak.

 

  1. Pelestarian Cagar Budaya

Pelestarian Cagar Budaya adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Upaya pelestarian dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak untuk keberlangsungan cagar budaya. Cagar budaya yang ada di Kawasan Karst Merabu semestinya dapat dimanfaatkan tanpa mengesampingkan pelestariannya. Dalam UU NO 11 tahun 2010 disebutkan bahwa Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.

Pelestarian cagar budaya di Kampung Merabu tidak hanya dilakukan untuk melestarikan objek atau situs yang ada, namun juga termasuk pelestarian lingkungan dan keberadaan situs/objek.. Lingkungan yang menjadi penyangga dan pendukung keberadaan situs menjadi parameter terhadap keberlangsungan pelestarian tersebut. Dibutuhkan peran serta berbagai pihak untuk menjaga dan melestarikannya, sehingga dengan koordinasi dan kerjasama yang baik maka mudah untuk tetap mewujudkan cagar budaya yang tetap terjaga dan lestari.

  1. Konsep Pengembangan Masyakarat

Pengembangan masyarakat berusaha untuk memberdayakan individu dan kelompok orang dengan menyediakan keterampilan yang mereka butuhkan untuk menghasilkan perubahan di komunitas mereka sendiri. Keterampilan ini sering diciptakan melalui pembentukan kelompok-kelompok sosial yang besar bekerja untuk sebuah agenda bersama. Komunitas pengembang harus memahami baik bagaimana bekerja dengan individu dan bagaimana mempengaruhi posisi masyarakat dalam konteks lembaga-lembaga sosial yang lebih besar.

Secara konseptual, pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata power yang berarti kekuatan atau kekuasaan yang secara luas diidentikan sebagai upaya mengembangkan kelompok individu dari keadaan kurang berdaya menjadi mempunyai daya guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Ife (2006) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah “Empowerment means providing people with the resources, opportunity, knowledge, and skill to increase their capacities to determine their own future, and to participare in and affect of their community” (pemberdayaan berarti menyiapkan masyarakat berupa sumber daya kesempatan,  pengetahuan, dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat di dalam menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitasi itu sendiri.

Pengembangan masyarakat dapat didefinisikan sebagai metoda yang memungkinkan orang dapat meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu memperbesar pengaruhnya terhadap proses‐proses yang mempengaruhi kehidupannya (AMA, 1993).  Tujuan utamanya adalah untuk membangun masyarakat berdasarkan keadilan, kesetaraan dan saling menghormati.

            Pengembangan masyarakat di Kampung Merabu melibatkan perubahan hubungan antara orang biasa dan orang-orang dalam posisi kekuasaan kampung, sehingga setiap orang dapat mengambil bagian dalam isu-isu yang mempengaruhi kehidupan mereka. Dimulai dari prinsip bahwa dalam masyarakat manapun ada banyak pengetahuan dan pengalaman yang jika digunakan dengan cara yang kreatif, dapat disalurkan ke dalam tindakan kolektif untuk mencapai tujuan masyarakat yang diinginkan.

  1. Masyarakat Kampung Merabu

Kampung Merabu secara administratif merupakan salah satu dari 14 Desa yang terletak di Kecamatan Kelay Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Kampung ini terletak di antara 01°30’58’’ LU dan 117°17’06’’ BT dengan luas wilayah 22,118 hektare (ha).

Sebagian besar topografi area kampung ini terdiri dari kawasan perbukitan batu kapur (karst) yang terdapat di bagian Timur, Timur Laut, dan Selatan kampung, serta terdiri dari kawasan hutan dataran rendah yang terdapat di sempadan Sungai Lesan.  Merabu termasuk kawasan hutan produksi yang saat ini dikelola PT Utama Damai Indah Timber (UDIT) seluas sekitar 11,300 ha, dan termasuk hutan lindung yang sebagian besar merupakan kawasan karst dengan luas sekitar 10.800 ha.

Kampung Merabu terletak di seberang Sungai Lesan. Akses yang dapat digunakan untuk mencapai lokasi kampung harus menyeberang sungai. Kampung Merabu berbatasan dengan kampung Mapulu yang dipisahkan oleh pagar bambu. Jika air sungai surut, maka untuk mencapai kampung dapat dengan berjalan sambil melawan aliran sungai. Namun jika sedang banjir, dapat menyewa ketinting masyarakat setempat sebagai alat bantu menyeberang. Jumlah penduduk Kampung Merabu adalah 203 jiwa

Populasi kampung mayoritas penduduknya merupakan masyarakat dari rumpun Dayak Lebo, sudah cukup lama mendiami daerah pinggiran Sungai Lesan, kelompok Dayak Lebo ini bisa ditemui di Merapun, Merabu, Mapulu, dan Panaan. Menurut penutur setempat, Dayak Lebo berasal dari Gunung Kulat di perbatasan Selatan Berau dengan Kutai.. Mereka hidup dengan tiga tipe sumber penghidupan utama, petani padi ladang, pencari madu hutan dan pencari sarang burung walet. Berdasarkan pengamatan kami, ada beberapa hal di kampung Merabu yang istimewa, yaitu walaupun rumpun Dayak Lebo mendominasi, suku bangsa lain juga turut melengkapi keberagaman disini. Misalnya Bugis, Jawa, Manado dan Nusa Tenggara Timur. Orang-orang dari berbagai suku bangsa yang jauh dan berbeda-beda ini telah melebur menjadi satu dalam bingkai kehidupan yang sederhana dan menjunjung tinggi kerjasama. Selanjutnya, penerangan pada malam hari kampung telah dilengkapi oleh sebuah genset berkapasitas tinggi yang siap menerangi kampung dari pukul 18.00 sampai pukul 00.00 dini hari, walaupun ada juga penduduk yang menggunakan listrik dari tenaga surya secara mandiri.

  1. Potensi Situs Gua Bloyot

Situs Gua Bloyot mungkin belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Namun bagi peneliti prasejarah dan keanekaragaman hayati dari Perancis dan Indonesia, Gua Bloyot telah menjadi lokasi yang menjadi daya tarik dan menarik untuk diteliti. Situs ini memendam berbagai sejarah bukti kehidupan manusia purba ribuan tahun silam. Bukti kehidupan purba itu bisa dilihat yaitu adanya telapak tangan manusia purba dan berbagai lukisan dinding lainnya yang berupa lukisan tangan, flora  dan fauna. Jalur untuk mencapai Gua Bloyot tersebut memang masih relatif sulit, memerlukan waktu dan hanya dapat diakses dengan jalur darat. Agar bisa sampai ke gua ini, kita harus berjalan kaki dengan menempuh perjalanan sekitar 2 – 3  jam dari kampung Merabu, menyusuri jalan setapak, menembus rapatnya pohon-pohon di dalam kawasan hutan, serta harus mendaki bukit yang terjal untuk dapat menemukan lokasi gua tersebut.

Para peneliti berupaya membersihkan berbagai fosil-fosil yang rata-ratanya berukuran 50 cm x 100  cm. Berbagai batu-batuan, tulang hewan buruan, tengkorak manusia, dan berbagai sisa  makanan mereka temukan yang nantinya akan dianalisa guna memberikan informasi usia manusia purba, pola kehidupan dalam mempertahankan hidup yang dapat dilihat dari peralatan meramu makanan dan pola konsumsi, dan juga dapat memberikan informasi gambaran kehidupan manusia purba di masa silam dan pesebaran manusia purba.

Foto 1.  Gambar Cadas Gua Bloyot

Goa Bloyot dan gua-gua sekitarnya, tidak saja layak untuk dikembangkan menjadi salah satu tempat penelitian arkeologi potensial, tetapi juga menjadi salah satu warisan budaya yang potensial,dan aset warisan budaya yang dapat menarik minat wisatawan untuk berwisata alam dan budaya purbakala. Walaupun pernah diliput oleh salah satu media dari Prancis, namun keberadaan Gua Bloyot, Gua Abu dan lain-lain dengan potensinya yang luar biasa ini perlu lebih diperkenalkan tidak saja bagi masyarakat di Kabupaten Berau, tetapi juga bagi masyarakat Indonesia dan dunia pada umumnya. Oleh sebab itu, kerjasama semua pihak menjadi kunci Gua Bloyot dan gua-gua sekitarnya di Merabu menjadi rangkaian perlindungan bentang alam warisan budaya potensial.

  1. Pemberdayaan masyarakat pada kawasan

Masyarakat Kampung Merabu  selama ini memang menghadapi banyak tantangan untuk membangun desa dan meningkatkan kesejahteraan. Terbatasnya hak untuk memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam, meningkatnya permintaan pasar untuk berbagai hasil hutan dan perkebunan, masuknya teknologi tidak ramah lingkungan, dan melemahnya lembaga adat menyebabkan sebagian warga melakukan pembalakan liar, merambah hutan, dan kegiatan lain yang merusak hutan. Minimnya kesempatan, keterampilan, dan dukungan menyebabkan sebagian warga tidak mampu mengembangkan sumber-sumber penghidupan lain yang lebih ramah lingkungan dan melakukan kegiatan pengelolaan alam yang lebih efektif.

Memahami tantangan yang dihadapi masyarakat dan pentingnya melibatkan mereka dalam upaya-upaya menurunkan kegiatan pengrusakan lingkungan yang berakibat pada kelestarian situs yang ada dikawasan karst. Maka diperlukan  tahapan dan proses yang dikembangkan yang bertumpu pada aksi kolektif warga untuk menemukan kekuatan dan solusi kreatif untuk menghadapi tantangan yang mengedepankan pelestarian hutan dan kawasan di dalammya.

Dibutuhkan pendampingan dengan menggunakan pendekatan yang intensif untuk membuat perencanaan dan aksi yang nyata. Hal  ini telah dilakukan oleh The Nature Conservancy sejak tahun 2010 untuk mendukung pelaksanaan pengembangan masyarakat berbasis pelestarian alam dan lingkungan. Pendampingan tersebut melihat masyarakat sebagai sumber kekuatan, dan mendayagunakan aset-aset yang mereka miliki seperti sumber daya alam, semangat gotong royong, aturan adat, dan kearifan lokal.

Aspek terpenting dari pengembangan masyarakat kampung Merabu yaitu bahwa proses harus melibatkan masyarakat itu sendiri. Keterlibatan ini tak akan tercapai tanpa partisipasi penuh. proses pengembangan masyarakat tidak dapat dipaksakan dari luar, dan tidak dapat ditentukan oleh pekerja masyarakat, dewan lokal atau departemen pemerintah. Proses pengembangan masyarakat harus menjadi proses masyarakat yang dimiliki, dikuasai dan dilangsungkan oleh mereka sendiri. Hal ini tidak selalu mudah dicapai, karena orang-orang terbiasa dibebankan, dan menyesuaikan dengan pedoman dasar. Namun tidak mungkin ada pengembangan masyarakat dengan memberikan pembebanan. Setiap masyarakat memilik karakter yang berbeda-beda dilihat dari sisi sosial, ekonomi, politik dan budaya. Segala sesuatu yang berjalan dalam satu masyarakat, tidak akan mungkin bisa sama dengan masyarakat lainnya karena perbedaan karakteristik tersebut. Atau melakukan penerapan kegiatan dan cara intervensi yang sama.

Tahapan dan proses dalam pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan adalah :

  1. Penyadaraan

Pada tahap ini, masyarakat kampung merabu  mendapatkan sosialisasi tentang kegiatan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan mereka. Menyiapkan tenaga pemberdaya masyarakat yang dilakukan oleh LSM ataupun dari pemerintah.

  1. Pembentukan kapasitas

Masyarakat merabu perlu diberikan kecapakan dan keahlian dalam mengelola sumber daya unggulan yang ada, seperti bertani, berkebun, memproduksi madu, menjadi guide atau porter, dll.

  1. Pendayaan

Pada tahap ini masyarakat diberdayakan sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki dengan diberikan peluang yang ada untuk mengelola sumber daya yang ada sesuai dengan kecapan tersebut. Dalam tahap ini diperlukan peran aktiv dari masyarakat untuk keberlangsungan dari program pemberdayaan yang dilakukan.

Proses yang telah dilakukan beberapa tahun terakhir telah banyak membuahkan hasil yang cukup baik. Beberapa waktu yang lalu, kampung yang terletak di bagian timur kecamatan Kelay ini menerima SK Hutan Desa dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Surat Keputusan tersebut diserahkan langsung oleh Direktur Jenderal Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai – Perhutanan Sosial ( Dirjen BPDAS-PS ) bapak Dr.Ir. Hilman Nugroho, MP,  yang disaksikan lansung oleh Bupati Berau bapak Drs. H.Makmur, HAPK,MM. Momentum penerimaan penghargaan itu oleh seluruh masyarakat kampung Merabu di kemas dalam Perayaan Mencapai Keberhasilan, atau dalam bahasa Dayak Lebo lebih dikenal dengan sebutan Tuaq Long Kole Nupi Pia. Secara umum gagasan pengelolaan hutan desa oleh masyarakat kampung merabu bertujuan untuk (Hidayat,2014) :

  1. Masyarakat kampung Merabu dapat memulai pengelolaan hutan lindungnya sendiri sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimum untuk kesejahteraan masyarakat.
  2. Melestarikan budaya pola hubungan masyarakat Dayak Lebo dengan hutannya, dimana sejak jaman dulu sudah terbukti bahwa dalam hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat Dayak Lebo tergantung dengan keberadaan hutannya.
  3. Pola pengelolaan Hutan Lindung Desa di Kampung Merabu dapat menjadi model pengelolaan hutan lindung berbasiskan masyarakat.

Foto 2. Prasasti Peresmian Hutan Desa

Pemberdayaan masyarakat Kampung Merabu telah dikembangkan dengan mengoptimalkan potensi yang ada, hal ini dapat dilihat dengan pendirian unit kampung KERIMA PURI lembaga yang berarti “rimba yang indah”. Sehingga nama “Kerima’ Puri” secara filosofi adalah perjalanan menuju hutan yang indah, atau dengan kata lain adalah upaya/ikhtiar bersama untuk mewujudkan sebuah hutan yang lestari. Kelembagaan ini dibentuk berdasarkan Peraturan Kampung Merabu no 1 tahun 2012 yang secara substansial mengesahkan Kelompok Kerima’ Puri sebagai Lembaga Pengelola Hutan Kampung Merabu dengan ketua Bapak Asrani. Kerima Puri bertugas menyiapkan pengelolaan hutan desa, mulai dari pengamanan, pemeliharaan dan pemanfaatan hutan secara lestari dengan dikaitkan terhadap potensi pariwisata.Berikut adalah progam yang mereka lakukan dalam menjaga kawasan karst baik alam dan budayanya :

  • Bidang Pengamanan Kawasan Hutan Kampung
  1. Mengamankan Kawasan Hutan Kampung Merabu dari Kegiatan Perambahan Hutan dan Kegiatan liar di dalam Hutan Kampung
  2. Mengamankan tempat-tempat yang bernilai penting dari aspek budaya dan peninggalan leluhur, aspek tempat tinggal binatang, ikan dan sumberdaya hutan yang bernilai penting bagi masyarakat dan binatang-binatang yang dilindungi oleh undang-undang serta sumber-sumber air yang bernilai penting bagi masyarakat.
  3. Memelihara dan membuat tata batas hutan kampung
  4. Melakukan pendataan potensi keanekaragaman hayati, potensi wisata yang terdapat di dalam kawasan Hutan kampung Merabu.
  • Bidang Pengembangan dan Pemanfaatan Ekowisata dan Jasa Lingkungan
  1. Melakukan pendataan tempat-tempat penting yang bernilai keindahan
  2. Memelihara dan membuat jalur-jalur yang dapat dikembangkan untuk ekowisata
  3. Mempersiapkan dan membangun sarana-sarana yang diperlukan untuk pengembangan ekowisata
  4. Membuat aturan-aturan yang berkaitan dengan kunjungan wisata ke tujuan wisata
  5. Memelihara dan melakukan pengelolaan terhadap PLTMH
  • Bidang Pengembangan dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
  1. Melakukan pendataan jenis-jenis hasil hutan bukan kayu yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
  2. Melakukan pendataan warga masyarakat yang memanfaatkan Hasil Hutan Bukan kayu
  3. Melakukan pendataan dan pemetaan penyebaran potensi pohon madu yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
  4. Melakukan pendataan dan pemetaan penyebaran potensi Rotan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
  5. Mengkoordinir pengumpulan madu, memastikan kualitas madu, mengemas madu dan mencari pemasaran madu.
  6. Mengembangkan pengolahan kerajinan rotan dan mencari pemasaran kerajinan rotan
  7. Melakukan uji coba penangkaran rusa/payau dan burung berkicau
  • Bidang Peningkatan Kehidupan Masyarakat (Pengembangan Pertanian Kehutanan)
    1. Melakukan penataan lokasi yang akan di kembangkan untuk kegiatan pertanian kehutanan.
    2. Mendorong masyarakat untuk pengembangan pertanian kehutanan di lokasi yang di tetapkan.
    3. Pengembangan pohon kehidupan (buah) di kebun-kebun masyarakat
    4. Pengembangan peternakan kehutanan
    5. Pengembangan peternakan unggas dan kegiatan usaha lain yang dapat dikembangkan oleh masyarakat merabu.

Dalam pantauan penulis yang dilakukan pada bulan Agustus 2014, Kerima Puri juga telah berupaya menjadi sarana masyarakat untuk mengenalkan dan mengembangkan potensi alam dan budaya yang ada dengan dijadikan sebagai destinasi wisata. Namun yang masih perlu ditindaklanjuti adalah pengembangan kawasan situs gua bloyot dan gua karst yang lain harus terus dilakukan pembinaan dan bimbingan, agar aspek pelestarian cagar budaya tidak dikesampingkan.

Foto 3 Pengurus Kerima Puri dan Tim BPCB Samarinda

 di depan Sekretariat Kerima Puri

Pengembangan masyarakat kampung merabu dalam mengelola kawasan karst yang mengandung sumber daya alam dan budaya yang luar biasa perlu didukung terus oleh pihak-pihak terkait. Kelestarian alam dan lingkungan karst memberikan dampak langsung pada pelestarian cagar budaya di gua –gua karst yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu dibutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat seperti :

  • Menghidupkan aktivitas budaya yang mendukung pelestarian alam, budaya dan lingkungan
  • Partisipasi masyarakat dalam menjaga hutan, menjaga flora dan fauna dan ekosistem karst.
  • Partisipasi masyarakat langsung dalam menjaga cagar budaya yang terdapat pada gua-gua karst.
  • Bekerjasama dengan LSM, Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan bahkan swasta dalam menjaga kelestarian dan keindahan kawasan karst.
  • Mengurai poblem-problem masyarakat yang kadangkala dapat ditangani melalui ekspresi budaya dengan menggunakan format musyarawarah tradisional
  • Bahkan trauma / konflik dapat diangkat dan dipulihkan melalui pengembangan budaya masyarakat.

           

  1. Penutup

Pengelolaan kawasan Karst yang ada di Kampung Merabu harus melibatkan masyarakat sebagai pemiliknya. Dengan melibatkan masyarakat sebagai agen dalam pelestarian kawasan mendorong terjadinya gerakan simultan untuk saling menjaga dan melestarikan sumber daya alam dan budaya yang ada. Gerakan ini harus terus didukung oleh instansi, LSM dan pihak  terkait lainnya yang ingin menjadikan kawasan ini tetap lestari dan menjadi penyeimbang untuk keberlangsungan masa depan kita.

Langkah –langkah yang telah dicapai oleh masyarakat didampingi oleh The Nature Conservancy dalam mengelola kawasan dan menyadarkan masyarkat betapa pentingnya keberlangsungan karst. Pengelolaan dengan tetap memperhatikan pemanfaatan yang bersifat atraktif dan kreatif bagi masyarakat  dapat mendoronng terwujudnya pelestarian alam dan cagar budaya sekaligus kesejahteraan masyarakat Kampung Merabu.

Daftar Pustaka

Ford and Williams , 2007 .,Karst Hydrogeology and Geomorphology : Wiley

Jim Ife. 2006. Community Development. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hal 348,349

Isbandi Rukminto A. 2012. Intervensi Komunitas & Pengembangan Masyarakat. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. Hal

Edi Suharto. 2010. CSR & COMDEV. Bandung: Alfabeta. Hal 65,66

Kresic, Nevan. 2012. Water in Karst : Management, Vulnerability, and Restoration The McGrow-Hill Companies.

——————, 2004. Kawasan kars Sangkulirang : Antropologi dan Arkeologi, laporan penelitian The Nature Conservancy Borneo Program, Samarinda.

——————, 2005. Mencari celah mengartikan pesan gambar cadas prasejarah Indonesia : kajian bentuk dan kajian nir-bentuk pada gambar cadas Kalimantan Timur, makalah untuk seminar arkeologi nasional ke X, Yogya.

Wijaya, Akhmad dkk. 2011. Studi Etnografi dan Pemetaan Sosial Masyarakat Sekitar Ekosistem Karst. TNC Kalimantan Timur.

Hidayat, Taufik. 2014.  Hutan Desa Kampung Merabu Antara Peluang Dan Tantangannya..TNC Kalimantan Timur.

[1]Penulis adalah staf Kelompok Kerja Dokumentasi dan Publikasi Balai Pelestarian Cagar Budaya Samarinda