Kerajaan Sanggau Kalimantan Barat

0
1285
Dokumentasi BPCB Prov Kaltim

Nama Sanggau diambil dari nama batang sungai Sanggau. Menurut lidah, atau spiling Melayu asli Saggau, perkataan yang asli adalah Sangau. Diakui secara tradisi dan mitoisme bahwa kesultanan Sanggau berdiri seelah kesultanan Tanjung Pura, atau Sukadana atau kesultanan Simpang yang merupakan keturunan Prabu Djaya yang bergelar Pangeran Mas Prabu Djaya yang bersinggashana di Sukadana. Menurut ceria rakyat, masyarakat dari etnis Dayak maupun Melayu menyebutkan bahwa pendiri pertama Sanggau adalah Dara Nante yang bukan asli penduduk Sanggau, melainkan seorang dari kesultanan Sukadana.

Secara turun-temurun diceritakan kepada masyarakat bahwa Babai Cinga suami dari Dara Nante berasal dari keturunan Dayak Sisang Hulu Sekayam. Konon diceritakan bahwa dia memiliki penyakit prambosia, suatu penyakit yang menular dan menjijikan yang menyebabkan dirinya diasingkan dan dikucilkan oleh masyarakatnya sendiri. Dalam pengasingannya dia melakukan semua hal sendiri sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Konon sebuah cerita bahwa salah satu air seni (air kencing) yang mengenai sebuah pohon mentimun tersebut, yang kemudian hanyut dibawah oleh air batang Sungai Sekayam yang terus menuju ke Sungai Batang Kapuas, dimana dalam buah mentimun tersebut tersimpan sperma Babai Cinga. Buah itu ditemukan oleh Dara Nante. Dara Nante yang sedang kelaparan memakan buah mentimun, yang membuat dirinya mengidam serta mengandung tanpa disentuh oleh seseorang lelaki. Banyak orang menuduhnya melakukan zina dengan seorang lelaki.

Pada masa itu karena belum memiliki pegangan agama, maka dicarilah tukang tenun atau dukun untuk membuat ramalan untuk mencari seorang lelaki yang menyimpan sperma didalam buah mentimun tersebut. Setelah melewati perjalanan yang panjang, akhirnya Dara Nante bertemu dengan Babai Cinga, kemudian dia membawanya untuk dipersembahkan kepada orang tuanya. Ketika mereka tiba di Mengkiang, penyakit yang diderita oleh Babai Cinga sembuh yang konon penyakit tersebut telah dimakan oleh ikan Kerak.

Kesultanan Melayu Sanggau bermula dari seorang utusan dari tanah Jawa, terutama Daerah Banten yang bernama Kiayi Patih Gemintir, yang merupakan salah satu seorang murid kepada Maulana Malik Ibrahim (Wali Songo), yang sengaja diutus untuk berdakwa didaerah pedalaman Kalimantan. Meskipun tidak disebutkan secara spesifik, tetapi terdapat ahli sejarah yang mengatakan bahwa ketika Maulana Malik Ibrahim bedagang sambil berdakwah di Gresik, dan daerah Banten dan mendirikan sebuah pondok pesantren. Santri-santri yang telah mendapat gelar Kiayi dari pondok pesantren, dengan sengaja mereka akan dikirim kepulau-pulau di Nusantara, salah satunya di pedalaman Kalimantan Barat.

Dalam catatan sejarah yang menggunakan bahasa Arab Jawi (Arab Melayu), bahwa Kiayi Patih Gemintir merupakan gelar kebesaran Abang Abdurrahman yang berkuasa pada tahun 1450-1485 M. Abang Abdurrahmanlah orang pertama yang menggunakan nama “ABANG” di Sanggau. Berdasarkan data manuskrip, baik yang utuh berbahasa Arab Jawi maupun terjemahannya bahwa Abang Awal atau Abang Awaludin adalah anak menantu dari Abang Abdurrahman.  Kiayi Patih Gemintir merupakan salah satu murid utusan untuk tanah Borneo, pedalaman pesisir  Sungai Kapuas. Dicatatkan dalam sejarah Abang Abdurrahman berkuasa selama 35 tahun dan Abang Awal berkuasa selama 40 tahun di istana Mengkiang, Sanggau.

Raffles, yang merupakan seorang ahli sejarah dan ilmuwan antropologi yang terkenal, pernah mengatakan bahwa ada seorang tokoh yang sangat terkenal dengan nama Raja Chermen, yang datang dari seberang untuk mengislamkan Raja Majapahit, Prabu Angka Wijaya. Raja Chermen merupakan sepupu dari Maulana Malik Ibrahlim, mereka berdua mendirikan sebuah masjid di Leran, Jenggala Tanah Jawa. Di Masjid ini Raja Chermen dan sepupunya banyak mengislamkan penganut Hindu dari berbagai wilayah Nusantara, termasuk Kalimantan Barat. Setelah Raja Chermen meninggal dunia di Leran, Jenggala, sepupunya Maulana Malik Ibrahim pindah ke Gresik, dan tanah Banten. Disana beliau mendirikan pondok pesantren dan memiliki murid Kiayi Patih Gemintir yang diutus untuk berdakwah di pedalaman pesisir Sungai Kapuas. Dalam melakukan dakwah tersebut Kiayi Patih Gemintir singgah di Mengkiang, Sanggau, kemudian mendirikan sebuah Kesultanan di tanah Mengkiang, Sanggau.