CANDI SINGOSARI

0
6378

“…dan juga pada saat yang sama sang Rakryan Mapatih Jirnodhara (=Mpu Mada) yang membangun sebuah candi (caitya) bagi kaum/ Brahmana agung dan juga para pemuja Siwa dan Buddha yang sama-sama gugur/ bersama Sri Paduka Almarhum (=Kertanegara) dan juga para Mantri senior yang juga gugur bersama-sama dengan Sri Paduka…”

            Begitulah kutipan alihbahasa dari prasasti batu yang ditemukan di dekat Candi Singosari. Prasasti berangka tahun 1273 Saka (1351 Masehi) tersebut memberitakan pembangunan candi yang didedikasikan kepada Raja Kertanegara. Sosok yang membangun candi tersebut tak lain adalah yang mengeluarkan prasasti tersebut, Mahamantri Mukya Rakryan Mapatih Mpu Mada. Menariknya adalah seorang Mahapatih Majapahit atas restu dari Ratu Tribhuwana dan Dewan Sapta Prabhu membangun bangunan suci bagi Raja Kertanegara dari Singasari. Apa gerangan sang patih mendedikasikan bangunan suci untuk raja terakhir Singhasari tersebut?

            Kertanegara merupakan raja terakhir Singhasari. Ia memerintah tahun 1268 – 1292. Pemerintahannya merupakan yang terlama di Singhasari. Raja yang memiliki gelar Siwa-Buddha ini membuat gebrakan baru di Singhasari yang tidak dilakukan raja-raja sebelumnya. Ia baru mewarisi tahta dari ayahnya langsung merombak susunan punggawa dan pejabat kerajaannya. Pada tahun 1286 setelah menundukkan Bali ia menjalin persahabatan dengan Bhumi Malayu. Sang raja menitahkan Dyah Adwayabrahma bersama pasukannya mengantarkan hadiah berupa arca Amogapasa Lokeswara kepada Raja Mauliwarmadewa. Hadiah arca tersebut disambut baik sang raja dengan menghadiahkan kedua putrinya, Dara Jingga dan Dara Petak kepada Raja Kertanegara. Alasan Kertanegara menjalin persahabatan tersebut tak lain adalah untuk membuat pertahanan Nusantara dari invasi yang dilakukan oleh Dinasti Yuan.

            Kebijakan paling berani yang dilakukan Kertanegara adalah menantang Kubilai Khan. Tahun 1289 datang utusan Kubilai Khan bernama Meng Khi ke Singhasari, meminta agar Kertanegara tunduk terhadap Yuan dan mengirim upeti pertahun kepadanya. Alih-alih menyetujui permintaan tersebut, Kertanegara berdasarkan Kidung Harsawijaya malah melukai wajah dan mengiris telinga Meng Khi. Kubila Khan marah besar karena telah dihina Kertanegara dan ia kemudian mengirimkan pasukannya untuk menghukum raja Jawa tersebut.

            Kisah keberanian dan patriotisme Kertanegara tersebut lah yang tampaknya menginspirasi Gajah Mada sebagai patih dari Majapahit. Sang Patih berkeinginan kuat menyatukan Nusantara seperti yang dilakukan oleh Kertanegara, oleh karenanya ia mengumandangkan Sumpah Palapa tahun 1336 Masehi. Setelah berhasil menyatukan Nusantara di bawah panji Majapahit, Gajah Mada kemudian membangun caitya yang didedikasikan kepada Kertanegara tokoh idolanya tersebut.

            Candi yang didedikasikan oleh Patih Gajah Mada memiliki gaya arsitektur unik. Bangunannya bergaya menara tersusun atas batu andesit yang disusun dengan sistem kuncian. Bangunan candi didasari oleh batur berbentuk persegi setinggi 1,5 meter tanpa hiasan. Ruangan peletakan arca pada Candi Singosari berbeda dengan keruangan bangunan suci di Jawa pada umumnya. Arca-arca keluarga Siwa diletakkan pada relung yang berada di bagian kaki candi, bukan pada badan candi seperti lazimnya. Keempat relung tersebut berupa lorong memanjang seperti bagian mandapa (=pendopo) pada arsitektur candi di India Selatan. Atap keempat lorong pada kaki candi dihias dengan atap membumbung yang bernama prasadha. Pada badan candi hanya berupa ruang kosong dan diluarnya dipahatkan relung semu pada keempat fasadnya, sedangkan pada bagian atap candi berbentuk prasadha dan sebagian telah runtuh. Jika dilihat dari jauh Candi Singosari mencerminkan Mahameru, gunung suci yang dikelilingi empat gunung kecil.

            Pembangunan Candi Singosari tampaknya belum selesai. Banyak bagian candi yang masih berupa bidang polos tanpa ukiran. Bahkan pada bagian kepala kala yang diletakkan pada relung kaki candi masih berbentuk ukiran dasar. Bagian yang telah diukir pada bagian atap candi induk hingga sebatas hingga kepala kala pada badan candi. Motif ukiran yang dipahatkan pun unik dengan mengusung tema floral. Kepala kala yang telah diukir tidak nampak menyeramkan seperti lazimnya, namun malah terlihat samar dan rumit dengan pola stilir yang disematkan. Mungkin memang pada era tersebut gaya pemahatan motif stilir sedang menjadi tren karya seni.

            Arca di dalam Candi Singosari kini hanya tersisa Agastya dalam kondisi rompal terletak di relung sebelah selatan. Arca digambarkan sebagai sosok tua berjenggot, berperawakan gemuk, berpenampilan seperti resi dengan membawa trisula, tasbih serta kendi. Pemahatan natural dan indah sesuai dengan gaya seni Masa Singhasari. Pendapat tersebut didukung dengan adanya bunga teratai yang muncul dari bonggol kiri arca Agastya.

            Mengenai arca lain di Candi Singosari selain Agastya, harus menuju ke Museum Leiden di Belanda. Pada tahun 1804 Masehi Nicolaus Engelhard memindahkah enam arca dari kawasan percandian di Singosari ke Surabaya guna dikirim ke Belanda. Arca tersebut antara lain Siwa Bhairawa, Durga Mahisasuramardhini, Ganesa, Nandiswara, Mahakala dan Lembu Nandini. Pemindahan arca tersebut membuat polemik di kalangan masyarakat Singosari kala itu. Walau menurut deskripsi Raffles dalam bukunya “History of Java” bahwa masyarakat Singosari tidak memperdulikan tentang kelangsungan percandian di kawasan Singosari, akan tetapi mereka masih mengkeramatkan arca-arca yang ada. Maka, setelah kejadian tersebut masyarakat segera menjauhkan arca-arca yang tersisa dari tangan Belanda dimasukkan ke dalam hutan lebih jauh.             Arca-arca dari Candi Singosari merupakan langgam seni Masa Singhasari. Gaya pemahatan arca tersebut berbeda dengan langgam seni masa Majapahit yang terkesan kaku namun meriah. Arca-arca dari Candi Singosari digambarkan natural, indah namun tetap memiliki unsur demonik. Saking indahnya arca yang mewakili gaya seni Hindu di Jawa Timur tersebut membuat Engelhard terpesona dan memboyongnya ke Belanda. Menarik perhatian lagi bahwa rupanya Gajah Mada tidak benar-benar membangun sebuah candi pada tempat yang baru, akan tetapi ia merenovasi candi Singosari dengan langgam Majapahit dan meletakkan kembali arca-arca langgam Singhasari pada relung-relungnya. (Yusuf)

Keterkaitan Informasi: