Situs Tinggihari I berada di dalam areal perkebunan kopi, pohon pinus, dan kayu manis. Pada umumnya situs-situs megalitik berada di ketinggian 400 meter di atas permukaan laut. Karena terletak di dataran tinggi, daerah ini mempunyai curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Daerah Pasemah sendiri wilayahnya meliputi Bukit Barisan dan di kaki Gunung Dempo. Wajah patung batu besar di situs Tinggihari I yang menghadap barat laut, keberadaannya seakan untuk menghalangi terpaan angin yang berembus keras dari arah belakang patung. Patung batu itu membelakangi paparan jurang dalam dan barisan pegunungan. Di dasar paparan dasar jurang, tampak mengalir Sungai Lematang, yang di sejumlah tempat diapit petakan sawah dengan padi yang sudah menguning. Para arkeolog menilai, tinggalan megalitik Pasemah ini sangat unik dengan patung yang dipahat dengan dinamis dan megah. Kondisi ini mencirikan adanya kebebasan sang seniman ketika membuat tinggalan-tinggalan tersebut. Simbol-simbol yang ingin disampaikan oleh pemahat erat kaitannya dengan pesan-pesan religious. Peneliti LIPI, Kristantina Indriastuti, dalam salah satu tulisannya menyebutkan, secara umum kebudayaan megalitik mengacu dan berorientasi pada kekuatan-kekuatan supranatural yang mengaitkan pada kepercayaan akan adanya kekuatan gaib pada benda ataupun makhluk hidup dan kepercayaan adanya kekuatan roh dan kekuatan pada arwah nenek moyang.
Situs Tinggi Hari dapat juga dipersepsikan sebagai “Taman Megalitik” dan secara keseluruhan pengelolaannya cukup baik dibanding dengan situs-situs megalitik Pasemah lainnya yang berada di Kabupaten Lahat. Areal dan kawasan yang dimiliki Situs Tinggi Hari cukup luas, sehingga perawatannya tentunya memerlukan tenaga, perhatian dan biaya yang cukup besar. Dapat dibanyangkan tenaga yang digunakan para jupel yang ditugaskan di Situs Tinggi Hari 1, 2 dan 3 untuk memotong rumput dengan areal yang begitu luas. Peralatan yang digunakan pun hanya mengandalkan sabit dan golok agar rumput tidak menjadi belukar. Selain perawatan lingkungan dan pengamanan dengan pagar keliling, maka obyek arkeologi yang terdapat di dalamnya membutuhkan penanganan yang lebih khusus lagi agar tetap sehat dan lestari.
Perlindungan dan penataannya sudah cukup memadai, namun pemanfaatannya nampaknya mengalami kendala, yaitu pengunjung sangat sepi tidak banyak wisatawan yang mendatanginya untuk menikmati obyek purbakala megalitik ini. Hal yang memprihatinkan lagi rumah jaga atau ruang informasi yang disediakan di Tinggihari 1 tidak lagi digunakan, bahkan kondisinya mulai rusak dan tidak terawat lagi.