Kawasan Cagar Budaya Muarajambi

0
1732

Kawasan Cagar budaya Muarajambi terletak di tepian aliran Sungai Batanghari,
berhulu di Pegunungan Bukit Barisan dan bermuara di pantai timur Jambi
Peninggalan kepurbakalaan di kawasan ini meliputi kompleks percandian, situs
permukiman kuno, dan sistem jaringan perairan masa lalu dengan cakupan lokasi
delapan desa, yakni Desa Muara Jambi, Desa Danau Lamo, Desa Dusun Baru,
Desa Kemingking Luar, Desa Kemingking Dalam, Desa Dusun Mudo, Desa Teluk
Jambu, dan Desa Tebat Patah. Desa-desa tersebut masuk dalam wilayah
Kecamatan Maro Sebo dan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi. Kawasan Cagar
Budaya Muarajambi mendapat status warisan budaya nasional melalui penetapan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No: 259/M/2013 dengan luas kawasan
3.981 hektar
Muarajambi sebagai lokasi peninggalan purbakala pertama kali dikenal dari
laporan seorang perwira angkatan laut Kerajaan Inggris bernama S.C. Crooke
tahun 1820. Crooke melaporkan bahwa ia melihat reruntuhan bangunan dan
menemukan sebuah arca yang menggambarkan arca Buddha. Pada tahun 1921
dan 1922 ketika T. Adam menerbitkan catatannya dalam majalah Oudheidkundig
Verslag, menyebutkan keberadaan reruntuhan bangunan dan arca di
Muarajambi. Selanjutnya, antara tahun 1936 1937, F.M. Schnitger seorang
sarjana Belanda melakukan perjalanan ke tempat-tempat peninggalan purbakala
di Pulau Sumatera, termasuk Jambi. Ketika mengunjungi Muarajambi tahun
1937, Schnitger menyebut tentang adanya reruntuhan bekas kerajaan kuno dan
menyebut nama-nama candi, antara lain Astano, Gumpung, Tinggi, Gudang
Garem, Gedong I, Gedong II dan Bukit Perak
Pada masa pemerintahan Indonesia melalui Jawatan Purbakala pada tahun 1954
dibentuk tim survey dipimpin oleh ahli purbakala R. Soekmono untuk melakukan
peninjauan terhadap peninggalan- peninggalan purbakala Sumatera Bagian
Selatan, termasuk Muarajambi. Pada tahun 1976 untuk pertamakalinya dimulai
kegiatan pelestarian candi-candi di Muarajambi oleh Direktorat Sejarah dan
Purbakala, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Selanjutnya dilakukarn
pemugaran Candi Tinggi pada tahun 1978/1979, Candi Gumpung pada tahun
1982 hingga 1988, Candi Astano tahun 1985 s.d. 1989, Candi Kembarbatu tahun
1991 s.d. 1995, Candi Gedong I tahun 1996 s.d. 2000, dan terakhir adalah Candi
Gedong II dimulai tahun 2001 s.d. selesai, Candi Tinggi I tahun 2005 s.d. 2008,
Candi Kedaton tahun 2009 hingga saat ini
Para ahli memperkirakan Kawasan Cagar budaya Muarajambi merupakan
peninggalan Kerajaan berlatarbelakang kebudayaan agama Buddha Mahayana
yang telah berkembang di Sumatera dari abad VII XIII Masehi. Pada penelitian
arkeologi di Candi Gumpung ditemukan sebuah arca Prajnaparamita. Arca ini
mirip dengan arca yang ditemukan di Jawa yang bergaya Singhasari berasal dari
sekitar abad ke-13 Masehi. Di candi ini juga pernah ditemukan kertas emas
Berdasarkan bentuk aksara pada kertas emas diperkirakan berasal dari sekitar
abad ke-9 sampai 10 Masehi. Sementara itu, di sekitar kawasan cagar budaya ini
banyak pula ditemukan pecahan keramik Cina yang sebagian besar berasal dari
masa Dinasti Song (abad 10 Masehi), Dinasti Yuan (Abad 13 Masehi) dan dari
masa yang lebih tua, yaitu dari Dinasti Tang (abad ke-8 sampai 9 Masehi)
Kawasan Cagar budaya Muarajambi memiliki potensi untuk dinominasikan
sebagai Warisan Dunia. Potensi ini tergambar dari keluasan kawasan, keragamarn
tinggalan cagar budaya, dan sejarah kebudayaannya

ririfahlen / bpcbjambi

Poster ini berjudul “Kawasan Cagar Budaya Muarajambi”, poster ini dirancang dan didesain dalam rangka kegiatan Pameran Cagar Budaya yang di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 11 – 17 Desember 2015. Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi (BPCB Jambi ) pada Pameran Budaya Nusantara ini akut serta mendukung dan menyukseskan terlaksananya proses internalisasi dan pelestarian budaya ini. Pelaksanaan pameran ini merupakan salah satu tugas dan fungsi yang dilaksanakan oleh Kelompok Kerja Dokumentasi dan Publikasi BPCB Jambi dalam melaksanakan sosialisasi dan menyebarluaskan informasi kekayaan peninggalan sejarah dan tinggalan cagar budaya bangsa dalam rangka menumbuhkan cinta tanah air dan memperkuat identitas bangsa.