Zonasi Situs Wadu Pa’a

0
2626

Dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2010 yang dimaksudkan dengan zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesui dengan kebutuhan dengan tujuan mengatur fungsi ruang pada Cagar Budaya, baik Vertikal maupun Horisontal (Anonim, 2010). Berdasarkan hal tersebut, untuk menjaga kelestraian suatu kawasan cagar budaya, diperlukan pengaturan fungsi ruang dalam bentuk pembuatan zonasi.

Dalam system zonasi, ada 2 model yang bias digunakan yaitu sistem blok sistem zonasi untuk satu situs, dan memiliki 3 zona yaitu zona inti, zona penyangga (buffer) dan zona pengembang) dan sistem sel (jika satu kawasan terdapat beberapa situs, maka disetiap situs bias memiliki zona tersendiri). Meskipun kawasan Situs Wadu Pa’a terdiri dari dua situs namun mengingat jarak yang berdekatan, maka sistem zonasi yang digunakan adalah sistem blok.

Dalam undang-undang nomor 11 tahun 2010, pasal 73 ayat 3, disebutkan sistem zonasi terdiri atas :

  1. Zona (Mintakat) Inti
  2. Zona (Mintakat) Penyangga
  3. Zona (Mintakat) Pengembangan dan atau
  4. Zona (Mintakan) Penunjang

Letak Kawasan situs Wadu Pa’a yang berada di daerah terjal dengan kondisi batuannya sudah mengalami pelapukan. Maka pembagian zonasi seperti tersebut di atas belum dapat diterapkan secara menyeluruh. Sistem zonasi yang digunakan dalam pembagian zona di Kawasan Situs Wadu Pa’a kali ini dibagi menjadi dua zona yaitu zona inti, dan zona penyangga.

  • Zona Inti

Batas zona inti mengikuti batas situs yang didasarkan pada temuan arkeologisnya, atau jika tidak dapat ditemukan batas-batas sebarannya, dapat ditetapkan secara arbiter berdasarkan kondisi geografis dan artifisial dengan tetap mengacu pada aspek perlindungan dan pemanfaatannya (Said, 2000:133).

Bertitik tolak dari pengertian tersebut di atas maka penentuan batas zona (mintakat) inti Situs Wadu Pa’a ditetapkan dari temuan relief-relief sektor I sampai dengan temuan relief-relief sektor II. Luasan zona (mintakat) inti Situs Wadu Pa’a ini mencapai kurang lebih 3.900 m

  • Zona Penyangga

Zona penyangga ditetapkan berdasarkan sumber ancaman, luasnya dihitung berdasarkan jenis dan besarnya ancaman yang dihadapi dan disesuaikan dengan kondisi keruangan yang memungkinkan. Umumnya ancaman yang dihadapi adalah aktivitas manusia dan alam yang sifatnya sangat kontekstual tergantung dimana cagar budaya tersebut berada.  Misalnya Situs Wadu Pa’a yang berada di wilayah pantai, maka ancaman yang dihadapinya adalah abrasi air laut dan endapan-endapan garam terlarut dalam air laut yang sampai dipermukaan relief-relief adalah ancaman utama yang dapat merusak kelestarian Situs Wadu Pa’a. Oleh karena itu, penentuan strategi zoning harus bersifat aplikatif dan diupayakan dapat mengakomodir  berbagai kepentingan. Bertitik tolak dari pengertian tersebut di atas maka penentuan batas zona (mintakat) penyangga  Situs Wadu Pa’a ditetapkan diluar dari temuan relief-relief sektor I sampai dengan temuan relief-relief sektor II. Luasan zona (mintakat) penyangga  Situs Wadu Pa’a ini mencapai kurang lebih 99.150 m2

  • Peruntukan Lahan

Zonasi cagar budaya memiliki tujuan utama untuk menetukan wilayah situs serta mengatur atau mengendalikan setiap kegiatan yang dapat dilakukan dalam setiap zona. Penetapan wilayah-wilayah zonasi mengacu pada nilai arkeologis dan keaslian lingkungan masa lalu yang merupakan satu kesatuan pada masanya. Hal ini dibutuhkan untuk mempertahankan keaslian situs, baik yang berhubungan dengan keaslian bahan, bentuk, tataletak dan teknik pengerjaannya  (Anonim, 1992 : 81). Berhubungan dengan hal tersebut di atas maka berikut ini akan diuraikan mengenai peruntukan lahan, baik itu lahan zona inti maupun zona penyangga Situs Wadu Pa’a adalah sebagi berikut : tidak diperbolehkan untuk kepentingan komersial kecuali memenuhi kepatutan dan tidak bertentangan dengan upaya pelestarian, boleh dipergunakan untuk ruang kegiatan yang tidak bertentangan dengan kelestarian dan Tidak boleh mendirikan bangunan baru atau fasilitas lain kecuali taman, fasilitas pendukung, dan fasilitas pengamanan.

  • Peruntukan Lahan Zona Inti

Batas zona inti mengikuti batas situs yang didasarkan pada temuan arkeologisnya, atau jika tidak dapat ditemukan batas-batas seberannya, dapat ditetapkan secara arbitrer berdasarkan kondisi geografis dan artifisial dengan tetap mengacu pada aspek perlindungan dan pemanfaatan (Said, 2000 : 133). Dengan mengacu dari pengertian tersebut maka penentuan batas-batas zona inti Situs Wadu Pa’a ditetapkan mulai dari sektor relief Wadu Pa’a I sampai dengan sektor relief Wadu Pa’a II. Sedangkan peruntukan lahan yang ada di areal zona inti Situs Wadu Pa’a ini adalah  mutlak untuk mempertahankan keaslian situs dalam upaya pelestariannya. Sehingga dalam areal zona inti Situs Wadu Pa’a ini tidak diperbolehkan untuk merusak atau mencemari situs maupun nilainya, tidak diperbolehkan merubah fungsi, kecuali tetap mempertahankan prinsip pelestarian situs, tidak boleh untuk kepentingan komersial, kecuali memenuhi kepatutan, tidak boleh mendirikan bangunan/fasilitas, kecuali taman, pelindung, dan fasilitas pengamanan dan tidak menjadi ruang kegiatan yang bertentangan dengan sifat kesakralan.

  • Peruntukan Lahan Zona Penyangga

Zona penyangga ditetapkan berdasarkan sumber ancaman, luasnya dihitung berdasarkan jenis dan besarnya ancaman yang dihadapi dan disesuaikan dengan kondisi keruangan yang memungkinkan. Umumnya ancaman yang dihadapi adalah aktivitas manusia dan alam yang sifatnya sangat kontekstual tergantung dimana cagar budaya tersebut berada. Peruntukan lahan yang ada di areal zona penyangga Situs Wadu Pa’a ini adalah untuk melindungi zona inti dari kemungkinan ancaman yang  dapat merusak kelestarian Situs Wadu Pa’a. Dalam peruntukan lahan zona inti ini ada hal yang bisa dan tidak bisa  dilakukan, yang antara lain adalah : tidak boleh untuk kepentingan komersial, kecuali memenuhi kepatutan, tidak boleh didirikan bangunan baru atau fasilitas lain kecuali taman, fasilitas pendukung, dan fasilitas pengamanan serta dapat digunakan untuk ruang kegiatan yang tidak bertentangan dengan kelestarian