Zonasi Situs Pura Luhur Besi Kalung

0
702
Pura Luhur Besi Kalung
Pura Luhur Besi Kalung

Penulis : Andi Syarifudin,SS

Kegiatan kajian zonasi cagar budaya di Situs Pura Luhur Besi Kalung, Desa Babahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali dimaksudkan untuk mengetahui, menentukan batas-batas keruangan situs dan peruntukannya sesuai kebutuhan untuk kepentingan pelestariannya sesuai dengan Undang – Undang tentang Cagar Budaya. Adapun tujuannya untuk melakukan pelindungan dan pengamanan terhadap situs cagar budaya dan lingkungannya sebagai langkah antisipasi pengembangan ke depan dalam penentuan batas-batas keruangan sesuai dengan kebutuhan dan menjaga kelestarian situs dan lingkungannya dari kerusakan yang diakibatkan oleh alam maupun manusia.

Sasaran kegiatan kajian zonasi diperlukan untuk memberikan batasan pelaksanaan operasional di lapangan, sehingga memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan dan penyusunan hasil kegiatan. Bertitik tolak dari hal tersebut, maka dalam kegiatan ini ditentukan sasaran dari kegiatan zonasi di Situs Pura Luhur Besi Kalung di (1) Secara lokasional, kegiatan ini dipusatkan di Desa Babahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali dan (2) Secara substansial, kegiatan ini difokuskan di Situs Pura Luhur Besi Kalung.

Kegiatan zonasi di Situs Pura Luhur Besi Kalung dilaksanakan selama 7 hari,  dimulai dari tanggal 20 s.d 26 Desember 2017.

Letak dan Lingkungan

Pura Luhur Besi Kalung
Pura Luhur Besi Kalung

Pura Luhur Besi Kalung berlokasi di daerah pegunungan di lereng gunung bagian selatan gunung Batukaru, secara territorial wilayah ini termasuk wilayah Jatiluwih, tapi yang menjadi pengempon Pura Luhur Besi Kalung berada di wilayah Desa Adat Ulu Desa Babahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Lokasi pura jika di tempuh dari Denpasar kurang lebih 50 km menuju Gunung Batukaru.

Secara adminitrasi Pura Luhur Besi Kalung berlokasi di Desa Pakraman Utu, Desa Babahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Secara geografis berada pada titik koordinat 50 L 0295530, 9073536 UTM. Pura ini berada di tengah hutan lindung di dalam pura terdapat tinggalan dari jaman prasejarah tradisi megalitik, berupa batu yang ditata menyerupai punden berundak, Pura Luhur Besi Kalung diempon oleh 5 Banjar, dan 14 penyiwi subak. Dalam areal pura terdapat tiga pura utama yaitu :Pura Luhur Besi Kalung dengan luas 13.355.808 m2. Pura Puseh Besi Kalung dengan luas 157.084 m2 Pura Batur Besi Kalung dengan luas 18.758 m2. Adaptasi lingkungan berupa hutan yang lebat, vegetasi tumbuhan berupa pohon cempaka, pohon kayu kresek, pohon kayu rasa mala, pohon jepun, pohon majegau, pohon nangka, pohon cemara, pohon bunut, dan pohon pule. Kondisi lingkungan lembab, sehingga mempercepat terjadinya kerusakan pada struktur, dan bangunan di areal pura.

Pura Luhur Besi Kalung mempunyai laba kurang lebih 9 ha, adapun batas-batas yaitu:

Sebelah utara          : Desa Jatiluwih

Sebelah selatan       : Desa pakraman Ulu

Sebelah timur         : Sungai, subak Umaduwi

Sebelahbarat          : Sungai air barat, subak Jatiluwih

Status kepemilikan dari Pura Luhur Besi Kalung adalah milik Desa Adat Babahan Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan Provinsi Bali.

Latar Sejarah Pura Besi Kalung

Pura Luhur Besi Kalung
Pura Luhur Besi Kalung

Pura ini berada di tengah hutan lindung. Status kepemilikan pura ini adalah milik masyarakat Desa Adat Babahan, dan dikelola oleh Desa Adat Babahan. Di dalam pura terdapat tinggalan dari jaman Prasejarah Tradisi Megalitik, berupa batu yang ditata menyerupai Pundan Berundak. Menurut prasasti Pura Luhur Besi Kalung didirikan pada abad IX – XII masehi. Bahan yang digunakan adalah batu alam yang berbentuk pipih dan bulat. Pura Luhur Besi Kalung merupakan salah satu dari Catur Angga Pura Luhur Batukaru. Sebagai pengempon pengarep Pura Luhur Besi Kalung yaitu Desa Pakraman Utu, Desa Adat Babahan yang terdiri atas; Banjar Adat Babahan Kanginan, Banjar Adat Babahan Tengah, Banjar Adat Babahan Kawan, Desa Adat Bolangan.  Disamping itu ada juga Krama Penyungsung – Penyiwi diantaranya; Desa Penebel kelod, Desa Penebel Kaler, Desa Poh Gending, Desa Karadan, Desa Dukuh, dan Desa Gunung. Sedangkan 14 subak penyungsung yakni; Krama subak Besi kalung, Krama subak Kedamian, Krama subak Bangkyang Sidem, Krama subak Uma Utu, Krama subak Uma Bayem, Krama subak Munduk Lenggung, Krama subak Majalangu, Krama subak Belangkunang, Krama subak Gunung, Krama subak Petung, Krama subak Kuta Bali Serason, Krama subak Amreta senganan, Krama subak Uma Bali Marga, dan Krama subak

Pura Luhur Besi Kalung
Pura Luhur Besi Kalung

Poh Gending. Dalam areal Pura Luhur Besi Kalung terdapat tiga pura utama yaitu :

  1. Pura Besi Kalung dengan luas 13,355,808 m2,
  2. Pura Puseh Besi Kalung dengan luas 157,084 m2,
  3. Pura Batur Besi kalung dengan luas 16,758 m2,

Dalam Prasasti Babahan I yang bertahun caka 839 (917 M) yang tersimpan di Pura Puseh Jambelangu Desa Adat Bolangan mencantumkan kalimat yang berbunyi ‘….. Cala Silunglung Kaklungan Pangulumbigyan….’. Dimana kata ini dapat diartikan, Bale suci (Cala Silunglung), kaklungan dan upacara pembersihan (Pangulumbigyan). Dari kalimat itu sangat dimungkinkan bahwa nama Besi Kalung berasal dari kata ‘CalaSilunglun’ yang berubah penyebutannya menjadi ‘Sikalung’ kemudian kembali mengalami perubahan‘Besikalung’. Sedangkan sumber kedua berasal dari adanya peninggalan Lingga yang ada pada palinggih pokok (agung).

Dan menurut Jero Pemangku Ageng bila lingga itu dipukul maka akan mengeluarkan suara nyaring seperti besi. Bentuk lingga itu bulat panjang dan pada bagian atasnya dihiasai dengan lingkaran seperti kalung, yang melingkarinya. Kemudian dari lingga yang seperti berkalung tersebutlah akhirnya Pura ini disebut dengan Pura Luhur Besi Kalung. Kenapa nama Pura ini didepannya berisi kata luhur karena letaknya yang ada di atas perbukitan. “Kata Besi Kalung juga dihubungkan dengan kata Pagerwesi yang berarti berpagar besi melingkar,”. Hari Raya Pagerwesi, jatuh setiap Budha Kliwon Sinta bertepatan dengan Piodalan di Pura ini. Budha kliwon Pagerwesi menurut lontar Sunari gama sebagai pemujaan/ payogan Sang Hyang Pramesti Guru salah satu aspek kemahakuasaan Ciwa sebagai Guru yang Agung yang dihormati oleh para Dewa dan semua makhluk hidup. Sedangkan Ida Bhatara malingga di Palinggih Pokok (Agung) menurut lontar Druwen Pura hal 185-186 disebutkan ‘Sang Hyang Ciwa sakti’ dengan segala astek kemahakuasaan-Nya. Berdasarkan sumber yang disebutkan tadi dan sesuai dengan peninggalan bersejarah berupa benda kepurbakalaan dapat diperkirakan bahwa Pura Luhur besikalung telahberdiri sejak abad IX-XII M.

Pura Luhur Besi Kalung
Pura Luhur Besi Kalung

Berdasarkan Prasasti Babahan I yang ditemukan di Pura Puseh Jambelangu mengisahkan perjalanan Raja Sri Ugracena keBali Utara dan sempat singgah pada pertapaan (pesraman) Rsi Pita Maha di Petung Bang Hyang Sidhi, beliau juga disebut dengan Bhiku Dharmeswara. Raja Sri Ugracena memberikan titah dan kewenangan pada RsiPita Maha untuk menyelesaikan upacara keagamaan bagi mereka yang meninggal salah pati, angulah pati. Hal inilah yang merupakan keistimewaan dan kekhususan Prasasti Babahan I yang dapat dikatakan sebagai satu-satunya Prasasti Bali yang memuat upacara Salah pati, Angulah Pati. Bang Hyang Sidhi yang disebut didalam prasasti Babahan I kini disebut Bangkyang Sidem terletak persis di sebelah timur Pura Luhur Besi kalung hanya dipisah kan oleh sungai (Yeh Ho). Di Pura subak Bangkyang Sidem sebagai situs kepurbakalaan terdapat 2 unit pura yang kecil diperkirakan sebagai tempat tinggal Sang Rsi dan yang satunya lagi terletak di bagian selatan agak di bawah diperkirakan sebagai tempat pemujaan harian beliau. Jika hipotesa ini benar maka ada kemungkinan Pura Luhur Besi kalung didirikan oleh Rsi Pita Maha pada masa pemerintahan Raja Ugracena yang bertahta atau memerintah pada caka 837 -864 atau sekitar 915-942 M. Mengingat prasasti Babahan I bertahun Caka 839 (917 M). Ditinjau dari status dan fungsi Pura Dhang Khayangan sebagai Catur Lawa dan pesanakan Pura Batukaru, selain Petali, Tambawaras dan Muncaksari. Mengingat status dan fungsi serta rangkaian upacara yang diselenggarakan, maka Pura Luhur Besi Kalung dipuja Betara Ciwa dalam Sebagaimana layaknya pura yang lain di Bali. Adapun rangkaian upacara dilaksanakan pada Saniscara Umanis Waturenggong (SaraswatiPuja), Redite Paing Sinta (Banyu Pinaruh), Soma Rebek (Soma Pon Sinta), AnggaraWage Sinta (Sabuh Mas) serta piodalan Ida Bhatara pada Pagerwesi (Buda Kliwon Sinta).

Eksistensi Pura Luhur Besi Kalung sebagai jajar Kemiri dan Catur Loka Pura Sad Khayangan Luhur Batukaru.  Pura Luhur Batukaru dalam status Sad Khayangan Jagat sebagai Linggacala Ida Sang Hyang Mahadewa disebut dengan Mahadewa lazimnya dalam kehidupan masyarakat pengempon disebut Batukaru. Batukaru merupakan kekuatan penangkeb yang bermakna raja para Dewa-Dewa sehingga manifestasi Ida Sang Hyang Widhi yang dipuja di Pura Batukaru oleh masyarakaat setempat disebut dengan istilah Ida Betara Panembahan Penataran Jagat Bali.

Puncak gunung Batukaru disebutkan dengan istilah Pucak Kedaton. Pucak artinya kedudukan tertinggi, sedang Kedaton atau kedatuan artinya keratuan Raja di Raja. Jadi Kedaton berarti keraton yang artinya komando tata pemerintahan niskala. Gunung Batukaru dengan puncaknya kedaton merupakan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi sebagai badan eksekutif,yaitu pelindung kehidupan sarwa pranidengan menganugrahkan pengurip bumi dengan perangkat badan pembantunya disebut sebagai Jajar Kemiri.

Jajar artinya jaringan Kemiri adalah tingkih (kemiri), jadi Jajar Kemiri adalah jaringan yang membangun kekuatan kemiri dimaksud ,sehingga kuat dan tidak mudah lapuk. Pura-pura yang merupakan jajar kemiri dari Pura Batukaru di sebelah kanan adalah; Pura Muncak Sari dan Pura Tambaa Waras dan di sebelah kirinya yaitu Pura Petali dan Pura Besi Kalung. Dengan demikian Pura Dhang Khayang Jagat Bali dikuatkan dengan adanya Pura Jajar Kemiri yang mempunyai fungsi sebagai kekuatan Jagat Bali.

Pura Muncaksari merupakan pembekalan induk berupa sandang, pangan dan papan yang cukup tersedia dan tak pernah habisnya serta mampu memenuhi sepanjang kehidupan zaman dalam Catur loka Pala Batukaru sebagai Sang Hyang Sangkara. Pura Tambawaras adalah kekuatan pemberi anugrah di bidang kesehatan lahir batin serta kelestarian alam semesta, yang merupakan manifestasi Catur loka Pala Batukaru sebagai Dewa Aswina

Tinggalan Arkeologi

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 menyebutkan bahwa cagar budaya adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Warisan Budaya yang ada di Pura Luhur Besi Kalung

  1. Punden Berundak I / Pelinggih Ida Betara Besi Kalung
  2. Punden Berundak II / Pelinggih Ida Betara Puseh Besi Kalung
  3. Punden Berundak III / Pelinggih Ida Betara Batur Besi Kalung

Zonasi Pura Luhur Besi Kalung

Dengan mempertimbangkan bahwa situs Situs Pura Luhur Besi Kalung mempunyai potensi pengembangan, pemanfaatan dan kondisi eksisting serta kepemilikan lahannya maka penerapan batas batas zonasi pada situs ini mengunakan sistem blok. Kajian zonasi Situs Pura Luhur Besi Kalung, menghasilkan 4 zona cagar budaya yaitu berupa sistem tata ruang dalam situs atau kawasan cagar budaya yang meliputi penentuan batas-batas keruangan dan fungsi masing-masing ruang dilihat dari aspek arkeologi, budaya, nilai adat/ istiadat setempat yang disesuaian dengan ketentuan pelestarian cagar budaya dan UU No.11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.Ke empat zona tersebut adalah :

  1. Zona Inti

Zona inti adalah area perlindungan utama untuk menjaga  situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur  Cagar Budaya. Area yang termasuk ke dalam zona inti Pura Luhur Besi Kalung adalah area utama pura yang terdiri atas utama mandala, madya mandala, dan nista mandala. Area utama Pura Luhur Besi Kalung terdapat struktur cagar berupa tahta batu yang menjadi pelinggih utama Pura Luhur Besi Kalung, beberapa Pura Pesanakan sebagai pura yang memiliki keterkaitan dengan Pura Luhur Besi Kalung (Pura Bangbang, Pura Batur, Pura Puseh Kayangan, Pura Beji Kauh, Pura Muncak Sari, Pura Dalem, dan Pura Ratu Nyoman ) dan di dalamnya terdapat beberapa bangunan dengan fungsi sebagai sarana pendukung dalam pelaksanaan kegiatan adat/ keagamaan di Pura Luhur Besi Kalung. Luas zona inti Pura Luhur Besi Kalung kurang lebih mencapai 12.182,83 m2, dengan batas masing-masing zona adalah :

  • Di sebelah utara :Hutan campuran (laba pura)
  • Di sebelah selatan : Pos Jaga & Pintu Masuk Pura
  • Di sebelah timur :  Jalan (ke Pura Beji Kangin) & Hutan campuran (laba pura)
  • Di sebelah barat : Jalan dan Hutan campuran (laba pura)
  1. Zona Penyangga

Zona penyangga merupakan area dengan peruntukan melindungi zona inti dari kemungkinan pemanfaatan ruang disekitar situs/ kawasan yang tidak sesuai dengan kaidah pelestarian situs/ kawasan cagar budaya. Zona penyangga Pura Luhur Besi Kalung merupakan area yang ditentukan dengan menarik garis sejauh ± 50 m dari zona inti, yang termasuk kedalam zona penyangga adalah  area hutan campuran laba pura dengan batas-batas :

  • Di sebelah utara : Jalan, Hutan Campuran (laba Pura) dan Sawah (Warisan Budaya Dunia Lansekap Budaya Dunia Provinsi Bali : Sistem Subak)
  • Di sebelah selatan : Hutan campuran (laba pura), pos jaga & Parkiran
  • Di sebelah timur : hutan campuran (laba pura) dan jalan setapak ke Pura Beji Kangin
  • Di sebelah barat : Sungai

Luasan Zona Penyangga Pura Luhur Besi Kalung kurang lebih mencapai 25.984,05 m2.

  1. Zona Pengembangan

Zona Pengembangan, merupakan area yang diperuntukan bagi pengembangan potensi Cagar Budaya untuk kepentingan rekreasi, konservasi lingkungan alam, lanskap budaya, kehidupan budaya tradisional, keagamaan, dan kepariwisataan dengan tetap memperhatikan kelestarian situsnya. Sehingga dapat ditentukan zona pengembangan Pura Luhur Besi Kalung adalah area saat ini dimanfaatkan untuk tempat parkir dan pos jaga. Batas-batas zona pengembangan Pura Luhur Besi Kalung adalah:

  • Di sebelah utara : Jalan, Hutan campuran (laba pura) dan pintu masuk pura
  • Di sebelah selatan : Lahan Kosong
  • Di sebelah timur : Hutan campuran (laba pura) & Sungai Yeh Ho
  • Di sebelah barat : Sungai

Luas zona pengembangan Situs Pura Luhur Besi Kalung kurang lebih mecapai 5.109,22 m2.

  1. Zona Penunjang

Zona penunjang adalah zona dengan peruntukan sebagai penempatan sarana dan prasarana penunjang untuk kegiatan komersial ataupun rekreaksi umum. Zona penunjang Pura Luhur Besi Kalung ditentukan berdasarkan kemungkinan pemanfaatan lahan atau fungsi lahan kedepannya yang bisa mendukung untuk pengembangan sarana bersifat umum. Zona penunjang Pura Luhur Besi Kalung adalah area yang saat ini berupa lahan kosong yang berada di sebelah selatan lokasi pura, di area ini terdapat pula Pura Pesanakan (Pura Pasar Agung & Pura Dukuh Sakti ) dan Jalan menuju Desa Pakraman Utu. Luas zona penunjang Pura Luhur Besi Kalung kurang lebih mencapai 29. 953,66 m2, dengan batas-batas :

  • Di sebelah utara : Hutan lindung dan area parkir pura
  • Di sebelah selatan : Sungai Yeh Ho, Jembatan dan Jalan menuju ke Desa Pakraman Utu
  • Di sebelah timur : Sungai Yeh Ho
  • Di sebelah barat : Sungai dan Sawah

Kegiatan zonasi di Situs Situs Pura Luhur Besi Kalung dilakukan pada saat ini dengan melihat potensi pengembangan dan pemanfaatan kepariwisataan. Dalam penentuan tata ruang atau zona suatu situs cagar budaya perlu adanya suatu kerjasama yang sinergis antar instansi terkait ini terjadi apabila perencanaan pelestarian dan pengembangan di area yang mendukung cagar budaya dapat dilakukan secara terpadu dan terkoordinasikan. Bahkan pembangunan dan pengembangan area dapat menjadi faktor pendukung penyajian dan pelestarian nilai-nilai penting dari cagar budaya yang ada disekitarnya.

Sebagai tantangan dalam pelestarian yang sering menimbulkan masalah karena adanya pandangan yang mempertentangkan antara pelestarian dan pembangunan. Seakan-akan pelestarian selalu menghambat dan menghalangi pembangunan atau pengembangan suatu area yang mengandung tinggalan sejarah dan purbakala atau cagar budaya pada umumnya. Sesungguhnya proses pelestarian dan pembangunan harus dapat berjalan searah dan bahkan dapat saling mendukung. Selain itu kondisi situs dan kawasan kebanyakan telah mengalami degradasi mulai dari sejak dibuat, dipakai dan kemudian ditinggalkan hingga ditemukan.

Kegiatan utama dari pelestarian adalah perlindungan dalam hal ini harus mampu memberi perlindungan pada cagar budaya agar dapat bertahan lebih lama sehingga dapat dikembangkan untuk pendidikan, penelitian dan lain-lain dan dapat pula dimanfaat untuk ilmu pengetahuan, keagamaan, dan kepariwisataan yang bermanfat untuk kesejahteran masyarakat sepanjang tidak mengurangi nilai-nilai yang terkandung dalam cagar budaya dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, sebagai penutup dari laporan ini dapat disampaikan beberapa simpulan dan rekomendasi sebagai berikut :

  1. Situs Pura Luhur Besi Kalung di Desa Pakraman Utu, Desa Babahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali merupakan situs cagar budaya yang perlu dilestarikan keberadaannya karena bagian dari Situs Warisan Budaya Dunia. Kepurbakalaan di situs ini bercirikan tradisi megalitik.
  2. Pemanfaatan ruang disekitar Situs Pura Luhur Besi Kalung relatif terkendali, bahkan berusaha dipergunakan secara maksimum untuk pemanfaatannya. Potensi keterancamannya akan terjadi bila pengaturan ruang dalam pengembangan sarana dan prasarana kepariwisataan yang tidak berbasiskan pelestarian.
  3. Zona inti dari Situs Pura Luhur Besi Kalung adalah 12.182,83 m2, merupakan area perlindungan utama untuk menjaga bagian terpenting dari cagar budaya.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil kegiatan zonasi yang telah dilakukan dapat direkomendasikan sebagai berikut :

  1. Dari hasil zonasi yang telah dilakukan perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar situs agar tidak terjadi kendala atau hal-hal yang tidak diinginkan di masa yang akan datang.
  2. Pemerintah Daerah/pengelola dalam melakukan proses pembangunan di wilayahnya terutama dalam hal pengembangan dan pemanfaatan ruang diharapkan tetap memperhatikan aspek kelestarian cagar budaya baik secara fisik maupun nilai.
  3. Masyarakat setempat atau pemilik cagar budaya harus mendukung dan ikut melakukan upaya pelestarian cagar budaya yang dimiliki karena masyarakat pemilik/masyarakat setempat merupakan ujung tombak dalam melakukan pelestarian cagar budaya yang ada di daerahnya.