Letak dan Lingkungan
Secara administratif Taman Mayura terletak di Kelurahan Mayura, Kecamatan Cakranegara. Kelurahan Mayura merupakan wilayah dataran dengan ketinggian berkisar antara 16 sampai dengan 50 meter di atas permukaan laut dan luas wilayah mencapai 9,67 Km2. Kecamatan Cakranegara berada di wilayah dengan kemiringan lereng rata-rata antara 0 sampai dengan 2%, dimana dari angka kemiringan rata-rata tersebut dapat dibagi menjadi lahan datar 508 Ha dan bergelombang 459 Ha, sedangkan untuk lahan curam dan sangat curam di wilayah Kecamatan Cakranegara hampir tidak ada. Kondisi tanah di wilayah ini memiliki tekstur halus-sedang dengan warna coklat tua. Batuan dasar di wilayah Kecamatan Cakranegara merupakan hasil aktivitas piroklastik Gunung Rinjani yang terdiri dari lapisan lahar, breksi tuff dan tuff. Proses geomorfologi yang terjadi di wilayah Kecamatan Cakranegara sebagian besar merupakan proses pengendapan, transportasi dan sedikit erosi. Penggunaan lahan yang nampak di Kecamatan Cakranegara sebagian besar adalah untuk pemukiman, persawahan, ladang dan ruko-ruko untuk tempat usaha. Menurut Stasiun Klimatologi I Mataram, suhu udara rata-rata di Kecamatan Cakranegara berkisar 23,910C sampai dengan 31,940C. Kelembaban udara rata-rata bervariasi antara 79% sampai dengan 85%. Curah hujan tertinggi tercatat pada bulan September sebesar 489 mm dan hari hujan terbanyak tercatat pada bulan Mei sebanyak 24 hari (BPS Kota Mataram, 2014).
Gambaran tersebut di atas adalah kondisi secara umum lingkungan Kelurahan Cakranegara yang dapat kita korelasikan dengan keadaan lingkungan Taman Mayura. Taman Mayura terletak di Kelurahan Mayura, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram. Lingkungan Taman Mayura adalah wilayah dataran yang merupakan wilayah perkotaan. Letak taman tepat berada di pinggir jalan raya yang ramai dilalui kendaraan bermotor. Secara astronomis Taman Mayura terletak pada koordinat 51 L 505382 UTM 8814795 dengan batas-batas lingkungan berupa pemukiman penduduk dan jalan raya. Melihat kondisi Taman Mayura yang terletak di wilayah perkotaan yang ramai dilalui kendaraan, disertai adanya kolam dengan ukuran yang cukup luas, maka antisipasi terhadap gejala kerusakan dan pelapukan yang disebabkan oleh pengaruh getaran, kapilarisasi air kolam, dan garam-garam terlarut yang terbawa angin sampai di permukaan gapura dan Balai Kambang Taman Mayura perlu diantisipasi secara intensif, karena getaran yang terjadi secara terus-menerus dan endapan-endapan garam merupakan faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya gejala kerusakan dan pelapukan pada struktur dan bangunan cagar budaya.
Struktur Taman Mayura
Taman Mayura adalah taman yang dibangun oleh raja sebagai kelengkapan bangunan puri (istana) raja. Dengan demikian taman ini berfungsi sebagai taman raja. Sebagai taman raja, komplek Taman Mayura juga terdapat tempat tinggal raja dalam arti ditempati oleh raja bila sedang beristirahat di taman, letaknya di tempat yang sekarang berdiri bangunan Padmasana.
Struktur denah Taman Mayura berbentuk empat persegi panjang, dengan ukuran panjang 244,60 meter, lebar 138,50 meter (33.877,10 meter persegi). Tepat di tengah-tengah Taman Mayura terdapat sebuah kolam dengan ukuran 191,60 m x 81 m. Kolam ini dilengkapi dengan sebuah bangunan yang disebut Balai Kambang, yang berada tepat di tengah-tengah kolam. Balai Kambang Taman Mayura berukuran 15,30 m x 8,10 m. Di sekitar kolam Taman Mayura terdapat empat buah bangunan terbuka dalam berbagai ukuran dengan luas keseluruhan 128,52 m2. Pada halaman sebelah utara terdapat sebuah bangunan (gedung) yang pernah digunakan sebagai kantor asisten residen, seluas 133,65 m2. Dengan demikian luas seluruh bangunan yang terdapat di Taman Mayura, tidak termasuk Pura Kelepug dan Padmasana adalah 186,10 m2.
Data Sejarah
Sejarah keberadaan Taman Mayura berhubungan erat dengan sejarah keberadaan masyarakat/komunitas Bali di Lombok. Taman ini sudah ada sejak Kerajaan Singasari atau Karangasem Sasak di Lombok pada awal abad ke-19. Ketika itu di Lombok masih terdapat kerajaan-kerajaan kecil seperti Mataram, Pegesangan, Pagutan, Sengkono dan sebagainya.
Dalam perkembangan selanjutnya, dari kerajaan-kerajaan kecil itu sampai dengan tahun 1838 tinggal dua kerajaan saja, yaitu Singasari dan Mataram. Kedua kerajaan ini terlibat dalam peperangan, dimana Kerajaan Singasari mengalami kekalahan. Raja dan keluarganya melakukan puputan di Sweta. Hanya dua orang anak kecil keturunan Kerajaan Singasari yang berhasil diselamatkan dan dibawa ke Karangasem (Bali). Kerajaan Mataram walaupun berada dipihak yang menang, namun rajanya tewas dalam peperangan itu. Sebagai pewaris tahta Kerajaan Mataram adalah Anak Agung Gde Ngurah Karangasem (Putra Mahkota) dan adiknya yang bernama Anak Agung Ngurah Ketut Karangasem. Pada tahun 1839 Kerajaan Singasari berhasil ditumpas habis oleh Kerajaan Mataram (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Nusa Tenggara Barat, 1998 : 28).
Pada pertengahan abad ke-19, putra mahkota Kerajaan Mataram membangun puri di atas bekas Puri Kerajaan Karangasem Singasari yang hancur. Pembangunannya selesai pada tahun 1866. Puri itu diberi nama Singasari atau Karangasem, dan kemudian diganti menjadi Cakranegara.
Ketika terjadi perang melawan Belanda (Ekspedisi Lombok) pada tahun 1894 yang berakhir dengan kekalahan Kerajaan Mataram, puri kerajaan hancur. Peristiwa penting yang terjadi pada waktu itu adalah ditemukannya keropak (naskah lontar) Desawarnana atau yang kemudian terkenal dengan nama Negarakertagama. Brandes mengungkapkan bahwa naskah ini sebagai satu-satunya naskah yang berisi gambaran paling lengkap tentang Kerajaan Majapahit.
Kekalahan Kerajaan Mataram atas Belanda berarti berakhirnya masa pemerintahan dengan sistem kerajaan di Lombok. Pristiwa itu juga menandai awal masa pemerintahan Hindia Belanda di Lombok. Puri atau istana yang merupakan symbol atau lambang keberadaan suatu kerajaan itu hancur musnah. Sumber-sumber yang layak dipercaya hanya dapat diberikan memberikan informasi tentang bekas bekas lokasi puri itu, yaitu di sekitar tempat yang sekarang berdiri perusahaan tenun Selamet Riyadi di Cakranegara atau kompleks di belakang Kantor Bank Bumi Daya sekarang, tepatnya berada pada satu garis lurus sejajar dengan sisi utara kolam Taman Mayura.
Berdasarkan pada kenyataan tersebut maka Taman Mayura dan juga Pura Meru dapat dipandang sebagai satu-satunya bukti kehadiran Kerajaan Singasari atau Karangasem di Lombok, atau Kerajaan Mataram yang kemudian mengganti nama menjadi Cakranegara.
Tentang nama Taman Mayura, muncul pada masa pemerintahan Anak Agung Gde Ngurah Karangasem. Pada mulanya taman ini dikenal dengan nama Taman Kelepug, nama ini diambil dari bunyi kelepug-kelepug suara yang keluar akibat derasnya mata air yang ada di kolam (telaga) taman itu. Semula kawasan Taman Mayura adalah kawasan hutan yang banyak ularnya. Untuk itu diperlukan sejenis unggas pemangsa ular sebagai predator, yakni burung merak. Pada masa pembangunan Taman Mayura, Taman Kelepug digunakan sebagai tempat memelihara burung merak, maka jadilah taman itu menjadi Taman Merak. Nama lain burung merak dalam bahasa Sansekerta adalah mayura dan sejak itu Taman Kelepug berganti nama menjadi Taman Mayura (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Nusa Tenggara Barat, 1998 : 29).
Data Arkeologi
Data arkeologi adalah data tentang nilai penting bangunan cagar budaya terhadap sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan serta kebudayaan dan memiliki tingkat keaslian yang meliputi bahan, bentuk, tata letak dan tehnik pengerjaan, untuk menetapkan layak dan tidaknya bangunan dipugar berdasarkan data yang ada, selain itu data arkeologi juga meliputi data kontesktual yang berhubungan dengan benda cagar budaya yang memiliki kaitan dengan situs cagar budaya. Berkaitan dengan hal tersebut, data arkeologi yang terdapat di Situs Taman Mayura dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu data arkeologi situs cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur benda cagar budaya, dan benda cagar budaya. Untuk lebih jelasnya mengenai data arkeologi yang terdapat di Situs Taman Mayura diuraikan sebagai berikut :
- Situs Cagar Budaya
Lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Taman Mayura adalah taman yang dibangun oleh raja sebagai kelengkapan istana raja. Dengan demikian taman ini berfungsi sebagai taman raja. Sebagai taman raja, di kompleks Taman Mayura ini juga terdapat rumah tempat tinggal raja, dalam arti ditempati oleh raja dan keluarganya bila sedang beristirahat di taman. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa di lokasi ini pernah terjadi aktivitas dimasa lampau dan bukti-bukti tersebut dapat dilihat hingga saat ini.
- Bangunan Cagar Budaya
Susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. Berkenaan dengan pengertian tersebut di atas bangunan cagar budaya yang terdapat di Situs Taman Mayura adalah sebuah Balai Kambang yang tepat berada di tengah-tengah kolam Taman Mayura. Balai Kambang atau disebut juga Balai Kencana, yang pada saat menjelang perang melawan Belanda tahun 1894 digunakan sebagai tempat untuk menyimpan mesiu dan senjata, selain itu Balai Kambang pernah juga dipergunakan sebagai ruang sidang pengadilan.
- Struktur Cagar Budaya
Susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. Struktur cagar budaya di Situs Taman Mayura adalah sebuah gapura yang menjadi akses keluar masuk Balai Kambang. Gapura ini merupakan struktur yang terbuat dari bata, yang secara vertikal terbagi menjadi struktur kaki, badan dan atap sedangkan dilihat dari sisi horizontal terbagi menjadi struktur pengawak gede dan caping kiri-kanan. Berdirinya gapura ini bersamaan dengan pembuatan Balai Kambang.
- Benda Cagar Budaya
Benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Benda cagar budaya yang terdapat di Situs Taman Mayura antara lain :
- Tiga Pasang Arca Muslim
Ketiga pasang arca masing-masing ditempatkan pada bagian halaman Balai Kambang, yang difungsikan sebagai penghias halaman. Posisi arca saling berhadapan satu sama lainnya. Masing-masing arca ditempatkan pada bagian timur, selatan dan barat halaman Balai Kambang. Ciri-ciri ikonografi yang ditonjolkan arca ini memperlihatkan seorang tokoh muslim memakai pakaian adat Banjar. Informasi masyarakat yang diperoleh di lapangan menyebutkan bahwa arca ini dimaksudkan sebagai cermianan adanya rasa persatuan dan kesatuan dua unsur agama yang berbeda di Nusa Tenggara Barat sekitar abad ke-17.
- Dua Pasang Meriam
Dua pasang meriam ini ditempatkan pada bagian halaman Taman Mayura yang saat sekarang difungsikan sebagai penghias halaman. Adapun masing-masing meriam ditempatkan 1 pasang pada halaman pintu masuk bagian tengah dan 1 pasang pada bagian masuk menuju Balai Kambang. Bahan kedua pasang meriam ini memiliki perbedaan, dimana 1 pasang meriam terbuat dari bahan perunggu dan 1 pasang lagi terbuat dari bahan besi. Meriam yang ditempatkan pada bagian depan halaman pintu masuk Balai Kambang berukuran panjang 120 cm, diameter badan 16,5 cm dan diameter ujung laras 12 cm, sedangkan meriam yang ditempatkan pada bagian tengah taman berukuran panjang 137 cm, diamater badan 26 cm dan diameter ujung laras 10 cm.