Potensi Objek Yang Diduga Cagar Budaya di Pura Dalem Solo

0
303

Pura Dalem Solo, secara administratif berada diwilayah Dusun Aseman, Desa Sedang, Kecamatan Abiansemal. Pura ini terletak pada koordinat S8° 34’ 33.1” E115° 14’ 02.7” di ketinggian 122 mdpl. Pura ini juga tidak terlalu sulit untuk dijangkau, karena kita dapat mencapai lokasi Pura dengan mempergunakan berbagai jenis kendaraan, karena keletakannya tidak jauh dari jalan besar. Pura Dalem Solo ini, sudah menjadi situs Benda Cagar Budaya, di bawah pembinaan Balai Pelestarian Purbakala Bali. Kondisi Pura sampai dengan saat ini dalam kondisi yang sudah terawat dengan baik, karena telah memiliki Juru Pelihara.

Di Halaman Utama (Jeroan) terdapat dua buah bangunan yang diduga sebagai Bangunan Cagar Budaya seperti Prasada dan Meru.

Prasada

Bangunan Prasada, yaitu sebuah bangunan yang secara arsitektural dikenal dengan bangunan konstruksi susunan batu, seperti halnya bangunan-bangunan candi di Pulau Jawa. Sedangkan bangunan Prasada di Pura Dalem Solo ini dibuat dengan mempergunakan bahan dari bata. Prasada sebagai sebuah bangunan suci agama Hindu, diyakini sebagai sebuah bangunan suci tempat memuja roh suci Leluhur atau Raja yang telah wafat dan telah melalui upacara penyucian Roh. Di Indonesia di sepakati bahwa Candi adalah semua bangunan peninggalan kebudayaan Hindu dan Budha di Indonesia. baik itu berupa permandian, bangunan suci keagamaan, semuanya disebut Candi.(Ayatrohaedi,1978), sehingga Prasada ini juga dapat dikatagorikan sebagai sebuah candi. Candi adalah bangunan suci untuk “ Pelinggih” dari raja yang telah meninggal dan telah disucikan serta telah kembali ke Brahmaloka dan bukan kuburan (Mantra,1963). Pendapat ini diperkuat dengan adanya hasil-hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa candi adalah sebuah bangunan suci tempat pemujaan roh nenek moyang yang telah disucikan. (Soekmono, 1974).

Meru

Bangunan Meru atap tumpang. Bangunan meru ini juga dapat dikatagorikan sebagai sebuah bangunan tua di komplek Pura Dalem Solo.Bangunan meru ini memiliki konstruksi atap tumpang 5, yang atapnya terbuat dari ijuk, dimana atap meru ditopang oleh struktur konstruksi kayu dengan empat tiang penyangga. Sedangkan bagian tembok (badan) yang terbuat dari bata memiliki hiasan yang unik yang terbuat dari tempelan benda-benda keramik yang sangat beragam. Dari pengamatan yang dilakukan terhadap keramik-keramik yang ditempelkan pada bangunan meru itu terlihat berasal dari berbagai Negara yang dahulu memproduksi keramik, seperti ada yang merupakan keramik cina, keramik Eropa dan juga ada keramik Jepang. Gaya bangunan dengan hiasan tempel keramik memang pernah berkembang pada sekitar abad 18 Masehi, dimana dapat kita lihat pada beberapa bangunan beberapa Puri (Istana Raja) di Bali.

Arca Pancuran

Arca Pancuran, Kepala tidak ada, tangan kiri patah hingga pangkal lengan, tangan kanan masih terlihat hingga bagian siku. Sikap duduk bersila dimana kaki kanan diatas kaki kiri, dengan lapik yang berbentuk segi empat dengan relief padma ganda, yang ditutup ujung kain pada bagian tengahnya. Arca Pancuran ini memiliki hiasan yang cukup raya, karena terlihat mengenakan anting-anting, kalung, ikat perut (udarabandha) yang berbentuk belah ketupat (diamond) dengan hiasan kembang didalamnya, serta mengenakan kain yang terlihat sampai dibawah lutut, juga mengenakan gelang lengan, gelang tangan dan gelang kaki. Air Pancuran keluar dari ujung kedua puting susunya. Melihat sikap duduknya bersila serta proporsi badan dan bentuk buah dada yang ditampilkan tidak begitu besar, degaan kami tokoh dewa yang digambarkan adalah tokoh seorang Dewa. Pada punggung arca terlihat adanya takikan sebagai tempat saluran air menuju kearah Putting susu arca.

 selain itu terdapat beberapa arca Gegambuhan yang diperkirakan berasal dari periode abad ke-18masehi.